Sepuluh

2.4K 214 25
                                    

Gera menatap dirinya di cermin. Perkataan Novi semalam membuatnya tak bisa tidur dan terus kepikiran. Berkali-kali lelaki itu menghubungi Novi, tapi tak pernah menyambung. Dalam hati dia merutuki dirinya sendiri yang telah membanting ponsel Novi.

Gera segera bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap untuk menjemput Novi. Dia harus minta maaf pada gadis itu. Gera terlalu banyak salah pada Novi, bukan hanya sekali dua kali, tapi hampir setiap saat.

Suara ponsel membuat Gera yang sedang mencari baju, menghentikan aktivitasnya. Lelaki itu meraih ponselnya dan menghela napas saat melihat nama yang tak ia harapkan untuk saat ini.

Eva Ardilla  : Ger, kenapa semalam nggak bales?

Eva Ardilla  : Sekarang bisa jemput nggak? Aku nggak bawa kendaraan dan nggak ada yang nganterin.

Gerano  : Ada kelas jam berapa?

Eva Ardilla : Jam 7.

Gerano : Aku ada urusan. Pakai taksi aja!

Gera langsung menutup ponselnya dan tak menanggapi lagi pesan gadis itu. Pikirannya sedang kacau balau. Lelaki itu mengganti bajunya dan segera keluar rumah untuk menghampiri Novi dan meminta maaf.

Gera berlalu meninggalkan rumahnya dan menuju ke rumah Novi. Hanya butuh waktu lima belas menit bagi Gera untuk sampai di depan rumah Novi.

Lelaki itu segera turun dari mobilnya dan berjalan dengan tergesa menuju ke depan pintu utama rumah Novi. Lelaki itu menekan bel dan tak berselang lama pintu terbuka lebar dan menampilkan sesosok wanita paruh baya yang tampak anggun.

"Pagi, Tante. Novi ada?" sapa Gera dengan sopan.

"Eh, nak Gera. Tadi sudah berangkat sama temannya," jawab wanita itu.

Gera melirik jam tangannya. Masih pukul lima lebih empat puluh lima. Lelaki itu menghela napasnya. "Temannya siapa ya, Tan?"

"Oh, namanya Adrian." Wanita itu menjawab sambil mengingat-ingat.

"Ya udah kalau gitu, Tan. Saya pamit dulu ya," pamitnya dengan sopan. Wanita itu hanya mengangguk.

Gera berlalu menuju mobilnya dan menjalankannya untuk meninggalkan rumah dengan dua lantai itu. Gera mendesah kesal. Harusnya dia bisa mengendalikan emosinya waktu itu.

💩💩💩

Novi turun dari motor Adrian, lalu menatap lelaki itu lekat. Gadis itu menghela napasnya dalam.

"Makasih ya, Yan, dan maaf masalah kemarin," ucap Novi tulus.

Adrian yang sedang melepaskan sarung tangannya menghentikan aktivitasnya dan tersenyum ke arah Novi.

"Santai aja kali, bukan salah lo juga." Adrian melanjutkan kegiatannya dan turun dari motornya dan berdiri di hadapan Novi. "Lo udah hubungi dia?"

Novi menggeleng. "Gue takut kalau gue jatuh lagi."

Adrian meraih tangan Novi dan menggenggamnya. "Hubungi dia, maafin kalau ada salah, jangan didiemin!"

"Tapi sesekali dia juga harus dapat gertakan, Yan," kata Novi.

"Sudah, nanti kita bahas lagi. Sekarang lo ke kelas sana! Mau ada urusan OSIS, kan?"

"Iya sih. Tapi nanti sampai sore. Lo duluan aja, nggak usah nunggu gue," ujar Novi.

"Udahlah, nanti gue juga ada voli. Nanti pulangnya bareng," kata Adrian yang kemudian melenggang pergi sambil melambaikan tangannya.

Novi terpaku sejenak. Apa dia harus menghubungi Gera dan memaafkan lelaki itu? Novi menggelengkan kepalanya, tapi seketika ada sesuatu yang mengharuskan Novi membuka ponselnya dan memaafkan Gera.

Kode (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang