Novi duduk di salah satu bangku di sebuah kedai kopi untuk menunggu seseorang. Asap mengepul dari cangkir yang disajikan di depannya tak membuatnya mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Sesekali gadis itu tersenyum sambil mengetik balasan. Terlihat dari wajahnya yang berseri itu, Novi benar-benar sedang bahagia. Meski hubungannya dengan Gera tak ada yang berubah, tapi setidaknya sikap Gera akan selalu manis padanya.
"Sudah lama, Nov?" Suara seorang lelaki membuat Novi mengalihkan pandangannya dari ponselnya. Dia benar-benar tak menyadari kedatangan lelaki itu.
"Eh, Yan. Belum lama kok," jawab Novi seraya tersenyum.
Adrian mengangguk, lalu menaruh cangkir yang di atasanya tampak kepulan asap. Lelaki itu duduk di hadapan Novi. Novi mengambil cangkir kopinya dan menyesapnya pelan. Perpaduan rasa pahit dan manis memenuhi lidahnya. Novi sangat suka aroma dan rasa kopi yang selalu berhasil membuatnya tenang.
"Mau bicara apa, Nov?" tanya Adrian langsung.
Novi tersenyum. "Lo udah mulai?"
"Gue takut, Nov. Gue nggak sanggup," jawab Adrian putus asa.
"Mau sampai kapan, Yan? Lo nggak mau, 'kan bikin kecewa orang-orang di sekitar lo?" Novi mendesak Adrian dengan pertanyaan yang tak perlu jawaban.
"Lo nggak tahu apa-apa, Nov. Gue udah banyak ngecewain orang-orang di sekitar gue," kata Adrian penuh emosi.
Novi meraih tangan Adrian dan menggenggamnya. Novi tersentak saat merasakan tangan Adrian dingin, lalu gadis itu memandang wajah Adrian yang penuh dengan keringat. Novi menelan ludahnya saat melihat ekspresi wajah Adrian yang tampak kesakitan. Novi bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke samping Adrian dan berbisik pelan di telinga lelaki itu.
"Kita pergi dari sini!"
Adrian mengangguk lemah. Novi menuntun Adrian yang berjalan begitu pelan dan lemah. Setelah keluar dari kedai kopi tersebut, Novi segera menghubungi Adam. Selagi menunggu Adam, Novi mengajak Adrian duduk. Lelaki itu tampak pucat dan memegang perutnya. Keringat semakin membanjiri pelipis Adrian. Melihat hal ini membuat hati Novi terasa diremas. Sungguh menyakitkan.
"Sejak kapan lo berhenti?" tanya Novi pelan.
Adrian tak menjawab, lelaki itu sepertinya tak mendengarkan. Lelaki itu masih menahan sakit dan rasa ngilu pada sendi - sendinya. Semakin lama, lelaki itu menggaruk tangannya, seperti ingin melukai dirinya. Novi semakin ketakutan saat ini. Novi benar-benar tak tahu apa yang akan dia lakukan. Ini pertama kalinya Novi melihat orang sakau. Ini benar-benar membuatnya takut sekaligus iba.
Tak lama, Adam datang. Pria itu keluar dari dalam mobilnya bersama supirnya. Supir Adam memapah Adrian untuk masuk ke mobil. Setelah di dalam mobil, Adam dan Novi memegangi Adrian, takut lelaki itu akan berontak.
"Sakit," lirih Adrian yang kini tubuhnya bergetar hebat.
Mendengar lirihan Adrian membuat Novi dan Adam menahan napasnya. Air mata yang sedari tadi ditahan Novi akhirnya jatuh juga. Sungguh dia tak bisa melihat Adrian seperti ini. Dia merasa sakit dan sesak saat melihatnya.
Tak lama, mobil sampai di kontrakan milik Adrian. Mereka menggotong Adrian untuk masuk ke kamarnya. Novi sesekali mengelus Adrian saat Adam sedang mencari air hangat untuk meredakan sakit yang dialami Adrian. Air mata terus membasahi pipi Novi. Gadis itu memeluk Adrian dan memberikan ketenangan untuk Adrian.
Adam masuk ke kamar Adrian dan segera menaruh botol berisi air hangat ke perut Adrian, tapi Adrian segera menolak. Lelaki itu mengamuk dan halusinasi yang membuat Novi mundur ketakutan. Adam juga mundur dengan sendirinya. Adrian semakin menggila yang membuat kedua orang di sana ketakutan dan tak tahu harus berbuat apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode (Completed)
Novela Juvenil"Lo kenapa sih, selalu marah kalau gue deket sama cowok?" tanya Novi dengan marah kepada cowok di depannya. "Masih nanya?" "Lo itu sebenarnya siapa sih, selalu ngatur gue? Emang selama ini apa hubungan kita?" Novi geram dengan cowok di hadapannya...