Satu

5K 377 29
                                    

Gera memandangi Novi yang tampak serius dengan bukunya. Gadis itu tak menghiraukan keberadaan Gera di hadapannya. Gera menghembuskan napasnya karena sedari tadi Novi seperti tak menganggapnya ada.

"Lo ngerjain tugas apa tidur sih, Nov?"cibir Gera karena sudah dua jam ini Novi mengerjakan tugas yang berisi lima soal beranak.

"Susah kali, Ger. Ini soal gue nggak paham. Sedari tadi gue udah pakai cara gauss jordan tapi malah muter-muter terus. Ini kenapa nggak diselesain pakai metode eliminasi aja sih?" Novi melempar bukunya. Dia begitu frustasi, pasalnya dari semua soal belum ada satupun soal yang berhasil dijawabnya.

"Bego sih lo!" ledek Gera dengan entengnya.

Tanpa disadari Novi, Gera mendekat ke arahnya, lelaki itu mengambil buku yang tadi dilempar oleh Novi, dan mengambil pena yang sedang dipegang oleh Novi. Novi sempat terpengarah saat Gera memengang tangannya.

"Lo nggak pernah belajar ya, Nov? Masa soal gini aja nggak bisa," komentar Gera disela dia mengerjakan tugas milik Novi. "Lagian ini soal udah dikasih dari minggu lalu, lo baru mau ngerjain sekarang dan besok dikumpulin."

"Ih, ini tuh soalnya aja yang nggak bisa dikerjain,Gera," bantah Novi tak terima.

Tak sampai lima belas menit Gera telah selesai mengerjakan soal itu, lalu dia menaruh bukunya di meja dan menarik Novi agar mendekat ke arahnya. Karena tarikan itu, jarak antara keduanya hanya tinggal sejengkal.

Dengan jarak sedekat ini bisa membuat jantung Novi berdebar hebat. Biar sudah terbiasa dekat dengan Gera, tapi jantung Novi tetap saja tak bisa terkontrol.

"Ini dipahami! Kalau nggak bisa tanya! Atau mau gue jelasin aja?" tawar Gera.

Novi mengerjapkan matanya. "Eh? gue nggak paham, bisa lo jelasin aja, Ger?"

Gera menggeser bukunya hingga berada di antara keduanya. Lalu, dia bergeser untuk mendekat ke arah Novi hingga tak ada jarak antara keduanya. Novi sempat menahan napasnya saat tak ada jarak di antara keduanya.

Gera mulai menjelaskan dengan menunjuk tulisan pada buku, Novi tak bisa konsentrasi dalam memperhatikan penjelasan dari Gera. Dia terlalu sibuk memandangi wajah Gera dari jarak yang teramat dekat. Jantungnya kembali berulah, berdetak dengan cepet, sampai dia takit kalau Gera bisa mendengarnya.

"Nov? Lo nggak merhatiin ya?" Gera menoleh ke arah Novi yang membuat wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti saja.

Novi menelan ludahnya lamat-lamat. Ini di luar dugaannya. Kejadian seperti ini membuat Novi gugup luar biasa. Jika saja mereka bergerak ke depan sedikit saja, pasti bibir keduanya akan bersentuhan. Novi menahan napasnya, tubuhnya terasa sulit digerakkan, dan kenapa Gera tak segera membuang muka? Ah, posisi seperti ini sangat menyiksa jantung Novi.

"Nov, lo degdegan ya?" bisik Gera yang membuat bulu kuduk Novi meremang.

Novi menahan napasnya lagi, dia tak bisa menjawab, terpaan napas Gera di wajah Novi membuatnya semakin merasa gugup. Sungguh wajah Gera tampak lebih tampan dari jarak sedekat ini.

Gera menjauhkan wajahnya dari Novi. Novi menghembuskan napasnya lega. Pipinya kini sudah merah dengan kejadian tadi. Gera memang selalu berhasil mengobrak-abrik pertahanan hatinya.

"Lo tadi nahan napas karena degdegan ya?" goda Gera.

"Nggak," jawab Novi ketus.

Gera menoel pipi Novi. "Ngaku aja lo, tadi lo tahan napas,'kan?"

"Gue bilang enggak ya enggak. Gue nahan napas karena napas lo bau," sahut Novi berbohong.

Gera meletakkan telapak tangannya di depan mulut dan hidungnya, lalu menghembuskan napasnya untuk mencium bau napasnya sendiri. Dia tidak merasa napasnya bau, malah bau mint yang tercium karena tadi dia sempat makan permen rasa mint.

"Bau apaan coba? Wangi gini, kok," kata Gera sedikit heran.

"Udah tahu degdegan, masih nanya lagi," gumam Novi yang hanya didengar samar oleh Gera.

"Apa, Nov? Gue nggak denger." Gera meminta Novi untuk mengulang dengan lebih jelas.

"Bodo ah, Ger. Gue mau tidur. Lo pulang sana!" usir Novi.

"Lo ngusir?" beo Gera. "Oke gue pulang," tegas Gera yang langsung bangkit dari posisi duduknya.

Refleks, Novi memegang pergelangan tangan Gera untuk mencegah lelaki itu pergi. "Gu-gue cuma bercanda, Ger. Lo ajarin lagi ya!" pintanya dengan menampilkan tatapan memohon yang tak bisa ditolak oleh Gera.

Gera menghela napasnya, lalu dia kembali duduk dan menjelaskan apa yang tidak dimengerti oleh gadis yang kini duduk di sampingnya. Ada semyum yang tersungging di bibir Novi saat memperhatikan Gera yang tampak sangat menguasai materi yang menjadi tugas Novi. Dalam hati Novi bersyukur Gera memilih jurusan statistika sebagai studinya di perguruan tinggi.

"Lo paham nggak sih, Nov?" tanya Gera menahan kesal saat Novi hanya melamun sambil menatap wajahnya.

Novi tersentak, dia gelagapan sendiri. Novi menampilkan senyum tanpa dosanya yang membuat Gera mendesah sebal. Selalu saja seperti ini, Novi selalu memintanya mengajari pelajaran matematika, tapi gadis itu tak pernah memperhatikan, tapi herannya nilai gadis itu selalu sempurna pada pelajaran yang memuat materi hitung-hitungan itu.

"Gue tuh merhatiin, Ger. Buktinya nilai gue yang pada dasarnya bego aja bisa sempurna," kata Novi dengan senyum mengembang.

Sebenarnya ini hanya akal-akalan Novi saja untuk terus bisa dekat dengan Gera, dia sejujurnya sangat menyukai pelajaran matematika sejak Gera masuk jurusan statistika. Novi menjadi sangat semangat belajar pelajaran tersebut tanpa sepengetahuan Gera. Dia bertekad akan masuk ke jurusan statistika dan di universitas yang sama dengan Gera.

Tiba-tiba suara dering ponsel di atas meja berbunyi dengan nyaring. Itu ponsel Gera. Gera mengambil ponsel itu, dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya, seketika senyum tersungging di bibir Gera. Senyum manis dan tampak bahagia. Tanpa menunggu lama, Gera segera mengangkat telpon itu. Lalu berjalan menjauh dari Novi.

Novi hanya diam sambil menelan ludahnya lamat-lamat, ada rasa sesak yang memenuhi dadanya. Dia tadi sempat melihat siapa nama penelpon yang membuat Gera tersenyum sebahagia itu.

Novi menatap nanar punggung Gera yang mulai menjauh, lalu dia dapat mendengar dengan samar suara Gera dalam menyahuti seseorang yang menelpon di seberang sana.

"Iya, Sayang. Besok kita jalan."

Mendengar itu seolah seluruh sarap Novi runtuh. Ada yang menghantam hatinya dengan kuat. Ini sangat menyesakkan dada. Novi mengira Gera selalu mengacaukan acaranya setiap ingin berkencan dengan seorang pria, karena lelaki itu suka padanya, tapi nyatanya?

Ah, Novi ingin menangis sekarang juga. Gera selalu memperlakukannya spesial, tapi itu tak lebih dari rasa sayang seorang sahabat. Sungguh ini menyakitkan.

Novi tak kuat lagi, dia meneteskan air matanya untuk seorang yang tak pernah menganggapnya sebagai seorang wanita, dia hanya dianggap sebagi gadis kecil yang ceroboh.

Dari ekor matanya yang memburam karena genangan air mata, Novi dapat melihat bayangan yang mendekat ke arahnya, Novi mengusap air matanya, lalu dia berdiri membelakangi Gera. Dia mengatur napasnya sedemikian rupa agar saat dia bersuara tidak terdengar bergetar di telinga Gera.

"Gue mau tidur, lo bisa pulang." Novi mengucapkan kalimat itu dengan datar.

Tanpa mau repot mendengarkan jawaban Gera, Novi sudah melenggang pergi menuju kamarnya. Dia butuh mengeluarkan rasa sesaknya, dia butuh menangis, tak peduli matanya akan membengkak besok dia hanya butuh mengeluarkan itu semua.

Sesampainya di kamar, Novi menangis sejadi-jadinya, dia masih ingat dengan jelas nama yang menelpon Gera tadi. Nama itu terngiang jelas di kepalanya. Eva Ardilla.

💔💔💔

Vomment please😘

Kode (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang