Seokjin masih duduk di ruang tunggu rumah sakit dengan Jisoo yang masih setia berada di samping pria itu. Jisoo bisa melihat bagaimana raut wajah Seokjin yang carut-marut saat melihat Hyejeong tadi yang jatuh pingsan. Dan sialnya, ia merasa sangat tak menyukai raut wajah khawatir Seokjin tadi pada Hyejeong. Tapi Seokjin bahkan dengan baik menyembunyikan kekhawatirannya di hadapan Jisoo. Tapi ini Jisoo, dan dia bisa melihat jelas tadi bagaimana raut wajah Seokjin walaupun pria itu menutupi darinya.
Ceklek
Pintu ruang rawat itupun terbuka, membuat Seokjin akhirnya menegakkan kepalanya dan beranjak mendekat ke arah sang dokter dan diikuti Jisoo.
"Bagaimana keadaannya?"
Dokter itu melirik ke arah Jisoo dan membuat Seokjin juga ikut mengarahkan pandangannya pada Jisoo.
"Tak apa. Katakan saja."
"Tapi, bukankah Nona Shin tidak akan mau jika orang lain--"
"Katakan saja."
Dokter itu pun hanya menghela nafasnya pasrah dan berdeham sebelum memulai bicara.
"Seperti yang sudah sering kukatakan sebelumnya, Nona Shin harus cepat-cepat dioperasi. Karena kanker otak yang ada di dalam tubuhnya saat ini telah membuat tubuhnya semakin lemah setiap harinya."
Jisoo terdiam di tempatnya setelah mendengar penjelasan dokter tersebut. Pandangannya kini beralih pada Seokjin yang hanya menatap dokter itu dengan sebuah helaan napas, seolah dirinya sudah mengetahui jika Hyejeong memiliki penyakit mematikan ini.
"Baiklah, aku mengerti. Apa aku bisa menemuinya sekarang?"
"Bisa. Tapi jangan mengganggunya saat ini karena dia benar-benar harus banyak istirahat."
Seokjin mengangguk menjawab sang Dokter. "Aku mengerti."
"Baiklah. Kalau begitu, aku permisi dulu." Ucap sang dokter sembari membungkukkan badannya dan setelahnya berlalu pergi.
Seokjin segera memasuki kamar rawat itu dan Jisoo pun mengikutinya. Keduanya kini bisa melihat Hyejeong yang terbaring lemah di atas ranjang rawat itu dengan infus yang sudah terpasang di tangan kirinya.
Seokjin perlahan berjalan mendekat dan terhenti di samping ranjang rawat itu. Tatapannya sama sekali belum teralih dari Hyejeong dan Jisoo sendiri saat ini tidak tahu, tatapan apa yang sedang Seokjin tunjukkan pada Hyejeong saat ini.
Perlahan Jisoo pun mulai berjalan mendekat dan berdiri di samping Seokjin. Mengambil tangan kiri pria itu dan seketika itu juga membuat Seokjin kini menatapnya.
"Ah, maaf. Aku mengabaikanmu." Ucap Seokjin dan berbalik menggenggam tangan kanan Jisoo tadi yang mengambil tangan kirinya tadi. Jisoo hanya tersenyum sembari menggeleng menjawab Seokjin, berkata bahwa dia tidak apa-apa.
"A-Apa semuanya tahu tentang ini?" Tanya Jisoo, mengarah pada penyakit yang diderita Hyejeong. Seokjin kembali mengalihkan pandangannya pada Hyejeong yang masih terbaring di ranjangnya.
"Tidak ada satupun yang tahu. Bahkan ibunya yang sialan itu."
"Aku tidak mengerti, Oppa. Apa maksudmu dengan ibunya yang sialan?"
"Kau mau aku bercerita? Mungkin ceritaku ini akan sedikit panjang."
"Aku suka mendengar cerita."
Seokjin hanya tersenyum dan menarik Jisoo bersamanya untuk duduk di sofa ruang rawat itu. Mulali membaringkan dirinya dirinya dengan menjadikan pangkuan wanita itu sebagai bantalannya.
"Oppa--"
"Diamlah sebentar. Aku sangat lelah hari ini."
Seokjin mulai menutup kedua matanya, dimana Jisoo yang hanya diam saja sembari memperhatikan Seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
back to 17 ❌ jinsoo
Fanfiction[18+] ✔ Pernikahan Seokjin dan Jisoo berada di ambang perpisahan. Bagaimana tidak? Jisoo meminta cerai pada Seokjin setelah melihat Seokjin yang mencium wanita lain yang notabene nya adalah mantan kekasih pria itu dan rival Jisoo semasa kuliah dulu...