Kami

57 1 0
                                    

Suasana mall begitu ramai, semua orang sibuk berlalu lalang, entah apa saja yang mereka lakukan, memilih barang-barang, bercanda bersama, entahlah. Camelia menatap semua orang itu dengan matanya yang memandang iri. Mereka berjalan bersama. Ada yang jalan berdua dengan,mungkin, pacar, mengingat gadis itu menggandeng lengan sang pria dengan aura kepemilikan yg begitu jelas seakan tidak mau memberi kesempatan kepada wanita manapun untuk tidak menyadari bahwa pria berkulit putih dan berwajah manis itu adalah miliknya seorang, ada juga yang berjalan dengan teman-temannya, mereka bergerombol dan tertawa-tawa bersama. Sepertinya hanya dia yang berjalan seorang diri. Hanya dia yang tampak begitu menyedihkan tanpa ada semangat yang bersinar dalam dirinya.
Camelia melangkah perlahan, tidak disibukan oleh waktu, tidak dikejar oleh tugas, bagi mereka yang menatapnya, ia tampak begitu tenang, berjalan mondar-mandir, seakan menikmati keramaian mall, seolah tidak peduli dengan kesibukan dunia di sekitarnya. Ia menatap beberapa barang yang dipajang di etalase toko. Beberapa gadis remaja yang sebaya dengannya lewat di depan mata. Mereka berempat. Bercanda, tertawa bersama, sungguh membuat hatinya iri.

Apa yang membuat mereka bisa tertawa seriang itu? Camelia mendengus kesal. Kerutan mulai tampak di sepanjang garis dahinya. Sepasang muda-mudi masuk ke toko. Tawa canda mereka juga membuat Camelia merasa risih.

"Menyebalkan," dengusnya dalam hati.

Ia tidak lagi merasa nyaman di sana sehingga ia memutuskan untuk keluar dari toko sepatu dan melangkah menjauh, sampai tiba-tiba perutnya memanggil. Sekali lagi ia mendengus kesal, mencoba mencari tempat untuk makan. Solaria menjadi pilihan utama, tempatnya terbuka, suasananya nyaman dan tidak kaku. Ia senang seperti itu karena tidak suka makan dalam ruang tertutup.

Pada waktu yang bersamaan, Claudia sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Mereka berempat. Baru saja selesai kuliah dan berpikir untuk menghilangkan stres, apalagi ia enggan untuk pulang, karena itu ia tidak menolak saat teman-temannya mengajaknya berkeliling. Mereka bicara ngalor ngidul, menggosipkan orang-orang, melontarkan lelucon konyol, mengagumi cowok-cowok tampan. Mereka tertawa begitu bebas seakan tanpa beban. Sebuah sandal cantik di depan etalase yang disinari lampu-lampu terang menarik perhatian Claudia.

Ia menoleh. Dari dalam toko, seorang gadis berpakaian seksi sedang menatapnya dari balik kaca. Dahi gadis itu sedikit berkerut saat tatapan mata mereka bertemu. Claudia memalingkan muka, tampaknya gadis itu tidak suka padanya. Ia tampak mendengus kesal saat Claudia mencuri pandang sesaat sebelum mereka meninggalkan tempat itu. Seorang gadis muda dan pacarnya lewat di sebelah Claudia dan masuk ke dalam toko. Claudia tidak peduli dan meneruskan langkahnya.

"Makan yuk, laper nih, " Ujar salah seorang temannya.

Semua setuju. Mereka mencari tempat yang baik. Pilihan mereka jatuh pada Solaria, murah meriah, enak lagi, itu kata temannya. Claudia tidak membantah. Claudia memesan nasi dan ayam goreng tepung. Mereka sedang asyik makan saat gadis berpakaian seksi yang sempat Claudia lihat tadi duduk di sisi kanan mereka. Ia terlihat makan dengan sangat santai dan cuek. Dari caranya berpakaian, kaus yg begitu ringan dan panjangnya tidak bisa mengcover seluruh tubuhnya dipasangkan dengan rok pendek berbahan jeans? Claudia merasa gadis itu tidak pernah merasakan pahitnya kehidupan.

"Sepertinya sendirian," Pikir Claudia penasaran.

Beda Camelia dan Claudia, berbeda pula dengan Clarisa. Hari ini hatinya sedang bahagia. Ini adalah kencan pertamanya setelah cowok yang ia taksir lebih dari 3 tahun menerima pernyataan sukanya. Clarisa sama sekali tidak menyangka. Ia mengira kalau selama ini cowok itu tidak tertarik dengannya. Mereka berteman seperti biasa, tidak ada yang istimewa, tidak ada keakraban, karena itu ia bahagia sekali saat cowok itu bilang oke padanya. Kencannya yang pertama. Ia sudah menghabiskan banyak waktu untuk memilih pakaian dan berdandan.

Tidak akan dibiarkannya siapapun menghancurkan kencan ini. Mereka memasuki sebuah toko sepatu. Clarisa memandang sekitar. Seorang gadis sedang membungkuk memandang keluar etalase. Entah memandang keluar atau sedang memandangi sandal yang dipajang, ia tidak dapat melihat wajahnya. Gadis lainnya sedang memandang ke dalam dari luar toko. Mereka seakan sedang bertatapan. Clarisa tidak peduli. Ia melirik, mencuri pandang ke arah cowok yang ada di sisinya.

Oh Tuhan, tampannya.

Jalan-jalan itu pada akhirnya berujung dengan nonton, Clarisa memang sudah mempersiapkan diri untuk itu, tapi sebelumnya mereka sepakat untuk pergi makan. Pilihan itu jatuh pada Solaria, tempat itu dekat dengan bioskop. Jadi mereka tau kalau filmnya akan dimulai. Selain itu, mereka juga tidak perlu berlari jika terlambat. 2 orang gadis yang tadi ia lihat di toko sandal juga sedang makan di sana. Clarisa mengenali mereka dari pakaian dan sosok mereka yang entah mengapa, begitu melekat diingatannya.

Dalam kebahagiaannya ia berpikir kalau pertemuan manusia sungguh aneh. Mereka bertiga bertemu dua kali dalam dua tempat yang berbeda. Mereka bertiga sama sekali tidak menyadari kalau benang nasib masih belum selesai bekerja. Mereka akan dipertemukan kembali pada waktu yang berbeda dengan kisah yang lain.

Sekeping Hati yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang