Claudia menatap poster film dengan perasaan kosong. Sebenarnya hari ini dia tidak ingin keluar. Ia juga tidak ingin menemui siapa-siapa tapi ia tidak bisa bicara. Ia tidak mampu menolak saat Alex datang ke rumahnya. Ia tidak berani menolak. Kadang Claudia sering sekali memaki dirinya sendiri, pengecut! Dia begitu pengecut! Sampai kapan hidupnya akan dikendalikan orang lain? Claudia tidak tahu, ia hanya merasa takut, hanya sebuah ketakutan. Bukankah semua orang bisa memiliki ketakutan? Semua orang punya ketakutannya masing-masing dan inilah ketakutannya. Takut untuk membicarakan apa yang ia inginkan.
Takut orang lain menjauhinya. Takut dimusuhi, takut dimarahi, takut dibenci, takut ditinggalkan. Ia takut. Sangat takut. Mungkin orang yang tidak merasakan perasaannya secara langsung tidak akan mengerti betapa perasaan takut ini sudah merajalela dalam dirinya. Ia ketakutan, sama seperti manusia normal yang harus mendekati singa yang sedang kelaparan, mungkin sebesar itulah ketakutannya. Orang memang tidak menggigit, namun mereka memangsa mentalnya. Memangsa perasaannya, batinnya sudah remuk dimangsa semua orang. Kini yang tersisa hanya sekeping hati yang sudah terluka.
Suara lembut Alex menyadarkanya dari lamunannya, "Mau nonton film apa?" tanyanya dengan nada yang penuh kasih sayang. Yah, itu lah Alex. Kadang nada suaranya begitu lembut, mesra dan penuh kasih sayang. Kadang sikapnya berubah menjadi dingin dan tidak bersahabat membuat Claudia ketakutan. Alex akan cemberut, tidak bilang secara langsung kalau ia sedang marah. Ia hanya cemberut dan melangkah pergi meninggalkan Claudia sendirian. Claudia takut, ia tidak ingin ditinggal sendirian karena itu ia selalu menuruti semua kemauan Alex.
Ikuti saja semuanya agar dia senang dan tidak pergi meninggalkannya. Ikuti saja, itu bukan masalah.
Sekalipun ia sebenarnya tidak suka, ia akan diam, tanpa menunjukan ekspresi apapun dan Alex tidak menyadarinya. Ia hanya perduli dengan kesenangannya, kesenangan karena Claudia sudah menuruti semua perkataannya. Senang karena berhasil menjadikan Claudia 'budaknya' dan ia akan memberikan ribuan kata sayang untuk didengar Claudia dan gadis itu tetap diam. Tidak terhibur dengan kata-kata sayang itu.
"Di, jangan ngelamun dong. Kamu mau nonton nggak sih? Aku itu ngajak kamu ke sini karena liat kamu suntuk, kalau kamu ngelamun terus, bagaimana kita bisa seneng-seneng?"
Claudia menatap Alex, "Sorry. Aku lagi ada masalah." Ujar Claudia berharap Alex menanyakan keadaan dirinya, masalahnya.
Alex hanya mendengarkan kemudian berkata, "Jadi kita nonton apa?"
Claudia tersenyum pahit dalam hati. Hal ini sudah biasa. Mereka memang pacaran namun tidak pernah berbagi cerita. Claudia dapat merasakan dengan jelas bahwa Alex sama sekali tidak tertarik dengan dunianya, bahkan tidak perduli dan tidak mau tahu. Bagaimana mereka bisa menjalani masa depan yang bahagia? Ya Alex memang bahagia, namun Claudia? Dia tertekan!
"Hmm, kayaknya film di studio 1 bagus deh. Udah lama aku nggak nonton film lucu. Break Up kayaknya lucu."
Alex mengamati poster itu. 3 detik ia memandanginya kemudian berlalu dari sana seakan-akan Claudia tidak pernah bicara dengannya, "Nggak ada film bagus, makan aja yuk, udah laper nih. Kita makan apa ya?" ujarnya sambil melangkah keluar bioskop 21. Claudia mengikutinya dengan pasrah.
Tadi bilangnya ngajak nonton karena gua suntuk, mana?
"Kamu mau makan apa?" tanya Alex sambil menoleh ke kanan kiri. Mall Puri Indah merupakan salah satu tempat yang paling nyaman dalam memilih makanan. Ada berbagai jenis makanan yang bisa dipilih di sana. Claudia mengamati sekelilingnya yang tidak terlalu ramai.
"Terserah kamu aja." Ujarnya seperti biasa. Claudia sudah bosan, ingin segera pulang namun ia tetap tidak bicara. Alex tidak pernah perduli dalam hal itu asalkan Claudia menurutinya. Ia tidak perduli dengan kesukaan-kesukaan Claudia, lagu favorit, film favorit, puisi konyolnya. Alex tidak pernah perduli sekalipun tulisan itu tergeletak di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Hati yang Terluka
General FictionSalahkah kami jika kami merindukan kasih sayang dan perhatian orangtua? Salahkah kami jika kami mencoba menarik perhatian mereka dengan mencoba berbagai cara? Salahkah kami jika pada akhirnya kami mungkin menyerah karena lelah? Mama, papa, dimana ka...