Awal dan.... Akhir?

14 0 0
                                    

Camelia menatap televisi. Tulisannya yang berjudul 'Arti sebuah senyuman' sudah tayang di salah satu siaran televisi swasta. Awalnya ia sangat bangga. Ia menelpon Claudia dan Clarisa untuk memberitakan kesuksesannya. Mereka menonton bersama, berbagai pujian terlontar dari mulut sahabat-sahabatnya. Camelia terasa melayang. Banyak orang yang sudah memujinya, namanya terpampang di berbagai layar televisi. Ia begitu giat, begitu bersemangat. Setiap ada waktu luang ia pasti mengetik dan menghasilkan karya baru yang luar biasa. Dalam waktu kurang dari setahun, ia berhasil menerbitkan 4 buah buku dan 3 buah film.

Diantara banjir pujian itu, pujian dari sahabatnya merupakan salah satu hal yang paling berharga. Ia hanya perlu menunggu orangtuanya tahu dan mungkin mereka juga akan memujinya. Ia tertegun menatap laptopnya. 5 bab tulisan barunya sudah selesai dan kini ia sedang bingung mencari inspirasi untuk bab 6nya. Ia ingin sesuatu yang berbeda, sesuatu yang memukau, yang tidak seperti biasa. Camelia mengeluarkan sebungkus rokok. Kini ia hanya merokok kalau sedang bingung mencari inspirasi, perlahan-lahan ia mulai mengurangi kebiasaannya merokok dan minum-minuman keras. Semua itu berkat kata-kata Claudia yang selalu menggema di kepalanya. Tidak boleh merokok!!

Camelia baru saja menyelipkan rokok itu di bibirnya saat matanya tertuju pada selembar karton besar di dinding kamarnya. No Smoking. Tulisan yang sangat sederhana ini dibuat begitu rupa hingga tampak begitu indah. Tentu saja orang yang bisa melakukan hal itu hanyalah Clarisa. Anak itu memang berbakat di bidang yang satu ini. Ia membuat tiga peringatan yang sama dan ditempel di tiga sisi dinding kamar Camelia kecuali di atas tempat tidur. Camelia tersenyum mengingat teman-temannya. Itu satu-satunya hiburan baginya di kala sulit. Ia kembali memasukan rokok itu ke dalam bungkusnya. Diketuk-ketukan jari telunjuknya di atas meja, mencari ide yang menarik.

Suasana begitu hening, padahal hari masih sore. Camelia ingat, sudah sangat lama ia tidak bertemu dengan teman-temannya. Sudah lama sekali ia tidak menghubungi mereka dan setiap mereka menghubunginya, ia selalu sedang sibuk. Camelia merasa bersalah, merasa begitu rindu dengan mereka. Pandangannya tertumpu pada hp yang ada di sisi kiri laptopnya. Haruskah ia menghubungi mereka? Siapa yang sebaiknya ia hubungi? Claudia atau Clarisa? Atau ia akan menguhungi keduanya? Apa yang harus ia bicarakan?

Camelia mengalihkan pandangan ke laptop yang hanya memunculkan layar word yang masih putih bersih, hanya ada tulisan 'Bab 6' di sana. Camelia kembali berpikir. Ah, nanti aja deh. Mereka pasti mengerti kalau ia sibuk. Mungkin juga mereka sedang sibuk. Camelia mengetik beberapa kata di sana kemudia dihapus kembali. Tidak menarik. Ia kembali menuliskan kata yang baru, tapi setelah jadi satu paragraf, ia kembali menghapus semua kalimat itu. Camelia mulai kesal. Di mana otaknya sekarang?

Suara sebuah mobil memasuki pekarangan rumah membuatnya terkejut. Dijulurkan lehernya menatap ke bawah. Mobil ayahnya. Camelia menatap jam tangan di tangan kirinya. Baru jam 05.00 sore, ada apa ya? Terdengar pintu mobil ditutup dengan keras kemudian pintu rumah dibuka.

Hening.

Camelia menajamkan pendengaran. Tidak terdengar apapun, ia pun kembali sibuk dengan pekerjaannya. 10 menit kemudian terdengar suara mobil yang lain memasuki pekarangan rumah. Camelia terkejut, kali ini mobil ibunya. Ada apa sih sebenarnya?

Ibunya masuk dengan cepat dan berteriak keras begitu berada di dalam rumah,

"Teddy!! Jelasin semua sekarang!!"

Tidak ada suara. Ibunya kembali berteriak,

"Jangan pura-pura tuli!! Aku tahu hubungan kamu sama perempuan murahan itu sejak lama!! Aku udah curiga!! Kalau bukan karena aku sayang sama kamu, aku nggak akan diam saja diperlakukan kayak begini, aku selalu nunggu. Nunggu kamu sadar sama kesalahan kamu, tapi apa? Kamu semakin menjadi-jadi. Kamu mulai berani nggak pulang. Kamu pikir kamu hebat?"

Sekeping Hati yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang