Sejak Aldo merusakan hp Claudia, ia selalu menyapa gadis itu setiap mereka bertemu, memang hanya sekedar basa-basi karena bagaiamana pun juga mereka sudah saling kenal, tapi tetap saja Claudia merasa risih. Sebisa mungkin ia ingin menghindari pertemuan dengan Aldo. Ditambah lagi masalah dihapusnya sms yang ada di hp Aldo, semua itu membuat Claudia merasa bersalah. Ia sudah meminta maaf, Aldo pun juga tidak mempermasalahkannya namun Claudia semakin tidak enak. Pria itu sudah mau memperbaiki hp-nya yang rusak, meminjamkan hp-nya yang mahal, dan memaafkannya yang sudah berlaku seenak hati namun kebencian Claudia pada Aldo sulit dihapuskan.
Setiap melihat Aldo, ia seakan melihat berbagai perselingkuhan yang dilakukan pria itu dan perselingkuhan-perselingkuhan lainnya yang akan dilakukan pria itu dalam bayangannya sendiri. Claudia semakin merasa harus menghindari dari Aldo sekalipun Clarisa masih terus mendesaknya untuk mendekati Aldo dan menggali informasi mengenai Aldo. Claudia kesal tapi tidak bisa menolak, entah apa sebabnya. Sejak dulu ia sadar kalau dirinya sulit sekali mengatakan "tidak" kepada orang lain. Apapun yang mereka minta dan apapun yang mereka suruh, ia selalu menyetujuinya sama seperti permintaan Clarisa yang hanya membuatnya kelabakan.
"Hai." Sapa Aldo saat mereka berpapasan di tangga kampus.
"Hai." Balas Claudia gugup.
Kenapa bisa ketemu dia sih? Emang nggak ada orang lain lagi di dunia ini selain dia?
"Kayaknya kita sering ketemu di sini ya?" ujar Aldo ramah sambil melemparkan senyumnya yang menggoda. Claudia hanya bisa tersenyum kecut, mengabaikan jantungnya yang berdetak tidak karuan, Aldo mengamatinya, "Kenapa? Masih nggak enak karena sms itu? Udah nggak apa-apa, gue nya aja udah nggak mempermasalahkan, masa pelakunya masih mempermasalahkan? Tenang aja, itu bukan sms penting kok. Ya?"
Claudia tersenyum dan menganggukan kepala dengan cepat. Tidak mampu berbicara apa-apa, hanya ada kata maaf yang disimpan dalam hati.
"Duluan ya? Ada kelas nih. Daah.." ujar Aldo sambil berlari menaiki tangga dan mengusap puncak kepala Claudia dengan lembut sehingga membuat seluruh rambutnya berantakan. Claudia mengikuti kepergian Aldo dengan matanya. Pria itu memang lebih tua 2 tahun darinya. Sekarang ia sedang skripsi, sebentar lagi ia lulus dan jika itu terjadi, berarti Clarisa tidak akan ada kesempatan untuk mendekati Aldo lagi. Itu berarti Claudia bisa menggunakan alasan itu untuk menolak keinginan Clarisa. Mungkin ini ide yang bagus. Claudia melangkah pergi. Berusaha melupakan nada suara Aldo yang mendayu-dayu lembut di dalam isi kepalanya.
Claudia tidak habis pikir, apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan dirinya? Suara Aldo yang begitu lembut seakan merayu dan membuatnya merasa begitu tenang tidak pernah hilang dari kepalanya. Rasa ini membuat Claudia merasa cemas dan takut. Ia tidak ingin jatuh cinta dengan pria itu. Ada banyak hal yang membuatnya tidak bisa bersama Aldo. Hal-hal yang sangat masuk akal! Dan pikiran ini membuatnya tidur larut malam.
Baru saja ia melihat mimpi samar yang tampak indah, saat tiba-tiba Claudia dibangunkan oleh telepon tak dikenal. Matanya masih mengantuk. Kepalanya masih terasa berat. Hari ini hari Kamis, kuliahnya dimulai pukul 10 siang dan itu berarti dia masih bisa tidur sampai pukul 8 dan sekarang? Sekarang baru pukul 7! Siapa yang kurang kerjaan menelponnya jam segini?
"Halo?" jawab Claudia dengan suara yang serak.
"Halo? Ini Claudia ya?" tanya orang di seberang sana. Kening Claudia berkerut. Suara pria. Siapa? Dia tidak pernah ada kenalan pria apalagi sampai menelpon ke hp-nya. Suaranya seperti tidak asing namun juga terasa agak asing, suara yang.... Ah, membuat jantungnya selalu berdetak tidak karuan, suara yang mengganggu isi kepalanya dan membuatnya tidur larut malam dan bermimpi dengan indah. Bukan karena orangnya, bukan karena ketampanannya, tapi suaranya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Hati yang Terluka
General FictionSalahkah kami jika kami merindukan kasih sayang dan perhatian orangtua? Salahkah kami jika kami mencoba menarik perhatian mereka dengan mencoba berbagai cara? Salahkah kami jika pada akhirnya kami mungkin menyerah karena lelah? Mama, papa, dimana ka...