Claudia membuka matanya perlahan-lahan. Aldo sedang duduk di sisinya, tersenyum saat melihatnya membuka mata. Claudia bingung. Tempat ini begitu asing. Ada jarum yang ditusukan di tangannya, ada selang yang melekat di sana.
Ada di mana dia? Kenapa ada Aldo di sini? Apa yang terjadi?
"Bagaimana perasaan lu sekarang?" tanyanya begitu lembut, sangat lembut. Claudia sungguh tidak menyangka, ia kira ia akan dimaki dan diejek, ternyata Aldo menanyakannya dengan begitu lembut. Perasaan hangat itu kembali muncul.
"Ini di mana?" tanya Claudia lemah.
"Rumah sakit."
"Hah? Kok bisa?"
"Luka di tangan lu itu yang bikin lu ada di sini."
Claudia terdiam, menunduk dan merasa bersalah. Ia berpikir sebentar kemudian ketakutan karena menyadari satu hal, ayahnya akan membunuhnya. Ia sudah menghabiskan uang untuk biaya rumah sakit, ayahnya akan memukulinya!
"Nggak usah khawatir, semua udah beres. Tenang aja."
"Kenapa elu bisa ada di sini?"
"Clarisa. Dia yang kasih tahu. Dia nelpon ke rumah lu, Kakak lu bilang lu masuk rumah sakit, dia langsung telepon ke rumah gua dan kasih tau kalau lu masuk rumah sakit. Dia baru aja pulang."
"Oh." Claudia mengangguk bodoh kemudian kembali bertanya, "Kenapa lu nggak pulang?"
Aldo diam. Claudia merasa tidak enak, mengira salah bertanya.
"Pacar lu mana?" tanya Aldo.
"Udah putus." Jawab Claudia singkat. Aldo hanya mengangguk.
Aldo berpikir cukup lama sampai kemudian memutuskan untuk menanyakan suatu hal penting kepada Claudia, "Di, gua tau apa yang bikin lu jadi begini. Tadi gua ke sini, ketemu keluarga lu, kakak lu cerita semuanya."
Claudia terdiam, tetap menyimak perkataan Aldo. Ia tidak takut, ia tidak cemas, pria ini selalu membuatnya nyaman dan aman. Aldo memberinya kehangatan yang tidak pernah ia rasakan saat bersama siapapun.
"Gua ngerti tindakan lu, gua juga ngerti kalau lu sama sekali nggak ada maksud buat bunuh diri karena gua percaya, lu cewe yang kuat, lu tegar."
Claudia tersipu.
"Tapi gua juga tau kalau lu udah cukup lemah. Lu nggak setegar di luarnya. Karena itu gua mau tanya satu hal sama elu."
Aldo menelan ludah dengan gugup, "Kalau gua minta lu untuk nikah sama gua, lu mau?"
Claudia terbelalak lebar. Mulutnya ternganga tak mampu bicara, ia merasa tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Aldo melamarnya? Benarkah barusan Aldo sedang melamarnya? Tidak, dia tidak boleh mempercayai orang ini. Bagaimana bisa tidak mempercayai orang ini? Orang ini adalah orang yang selalu hadir saat dibutuhkan, ia selalu ada dan menghibur, bagaimana bisa untuk tidak mempercayainya?
"Lu bercanda kan?" tanya Claudia berdebar.
Aldo menggeleng. Tidak ada sediit pun senyum di wajahnya, Claudia mulai yakin kalau Aldo sedang tidak bercanda. Ia bertanya lagi untuk meyakinkan dirinya,
"Nikah, maksudnya nikah yang...yang...yang begini?" tanyanya menyatukan dua buah telunjuknya hingga berdempetan. Aldo tertawa ditahan kemudian mengangguk.
"Do, Do gua nggak yakin. Gua tahu kalau lu baik sama gua tapi, tapi, tapi gua butuh waktu buat berpikir. Gua bingung Do."
Aldo tersenyum, tangannya menggenggam ringan tangan Claudia yang ada di sisi ranjang, dengan lembut ia berkata, "Gua akan tunggu. Pikirin aja semua baik-baik. Gua tahu apa yang akan lu pertimbangkan, apa yang akan lu cemaskan tapi percaya deh, gua akan mengatasi semuanya. Asalkan satu hal yang paling gua nggak tau bisa lu kasih tau, sisanya gua akan tanganin buat elu. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Hati yang Terluka
Genel KurguSalahkah kami jika kami merindukan kasih sayang dan perhatian orangtua? Salahkah kami jika kami mencoba menarik perhatian mereka dengan mencoba berbagai cara? Salahkah kami jika pada akhirnya kami mungkin menyerah karena lelah? Mama, papa, dimana ka...