Berbagi

15 1 0
                                    

Hari ini mereka bertiga kembali berkumpul seperti biasanya. Sudah sebulan sejak mereka bertemu untuk yang pertama kalinya. Kini mereka sudah lebih akrab, lebih dekat, dan lebih saling memahami. Diam-diam setiap orang dari mereka berpikir kalau pertemuan ini adalah takdir yang disusun Tuhan untuk menolong mereka yang sudah semakin terpuruk. Seorang teman sejati memang membawa kebahagiaan yang tidak terkira karena itu malam itu juga mereka bertiga langsung bersyukur kepada Tuhan karena bukan hanya diberi seorang teman tapi dua orang teman sekaligus. Bukan hanya teman yang bisa diajak bercanda seperti yang selama ini biasa mereka alami, tapi juga teman yang bisa diajak berbagi duka seperti saat ini.

Kadang saat sedang iseng, Claudia suka menyinggung-nyinggung masalah awal mereka saat bertemu, "Inget nggak? Waktu itu muka lu berdua ancur abis." Ujarnya sambil terpingkal-pingkal tidak dapat menahan tawa,"Rambut lu semua berantakan. Gua rasa lu semua pasti nggak bisa ngebayangin itu kan?"

"Udah-udah." Putus Clarisa, "Jangan diungkit lagi, malu ah."

"Lu masih punya urat malu?" sambung Camelia iseng, "Gua kira udah pada putus semua." Dan mereka bertiga akan kembali tertawa terbahak-bahak bersama. Berkat kejadian itu, persahabatan mereka terjalin dan mereka tidak menyesal. Kamar Clarisa begitu indah menurut Claudia, menjijikan menurut Camelia. Hampir seluruh interior kamar itu berwarna pink muda. Clarisa bangga dengan hal itu sampai Camelia melontarkan pendapatnya yang pertama dan terakhir itu.

"Menjijikan banget warnanya sih?"

Clarisa langsung cemberut. Sebuah meja belajar berada di seberang lemari besar yang bisa memuat seluruh anggota keluarga Claudia. Di lemari itu ada 3 buah kaca yang panjangnya hingga menyentuh bagian bawah lemari. Ranjang ukuran besar bertengger di antara kedua benda itu. Claudia terkagum-kagum menatapnya.

Ia berjalan perlahan berkeliling kamar Clarisa sambil menelusuri foto-foto yang ada di seluruh kamar. Di sana tampak jelas foto Clarisa bersama kekasih pujaannya sebelum mereka berpisah, Aldo. Ia terbelalak, keningnya ikut berkerut dalam.

"Ini cowo lu Ris?" tanyanya nyaris tak percaya.

Clarisa mengangguk perlahan. Ia meletakan minuman untuk mereka bertiga di atas meja belajarnya, "Kenapa?" tanyanya bingung melihat ekspresi wajah Claudia yang mencurigakan.

Claudia menggeleng pelan, "Kayak gue tau aja, pernah liat di mana gitu, gue nggak inget. Apa gue yang salah ya?"

"Kalau cowo cakep, pasti bawaannya emang pernah liat, kali-kali aja, jadi liat beneran, iya nggak?" timpal Camelia yang sedang duduk dengan santai di atas tempat tidur Clarisa.

Claudia menepuk paha Camelia dengan pelan dan duduk di lantai, "Bukan begitu, beneran deh rasanya gue kenal. Apa di kampus ya? Atau emang gue yang gelo?"

"Emang kampus lu di mana?"

"Untar"

"Beneran lagi, Aldo emang kuliah di sana." Jawab Clarisa dengan bersemangat, "Lu ambil jurusan apa?"

"Ekonomi." Jawab Claudia acuh. Tangannya mencomot kue yang ada di depan mata. Lapar rasanya, lagi pula kuenya menggugah selera. Bolu yang baru saja selesai dibuat ibu Clarisa, ehm, rasanya enak.

"Pantes aja lu pernah liat, Aldo juga ekonomi. Berarti lu emang pernah ketemu dia." Ujar Clarisa dengan histeris, tidak perduli pada bolu di depan matanya. Kebahagiaannya melimpah ruah tanpa sebab yang jelas. Camelia memandanganya bingung.

"Terus kenapa? Lagiankan anak ekonomi seabreg-abreg, emangnya 2 orang doang?" tanya Camelia menyambung pembicaraan, "Bukannya lu berdua udah putus?" tanyanya lirih.

Clarisa terdiam. Perasaan sakit yang selama ini masih sering dirasakannya tiap malam kembali muncul karena pertanyaan Camelia. Hingga sekarang Aldo tidak pernah lagi menghubunginya, pria itu seperti menghilang ditelan bumi. Clarisa sudah sering mencoba menghubunginya, menelpon handphonenya, mengirimkan sms permintaan maaf, mencari ke kampusnya, sampai mendatangi rumahnya, namun Aldo tidak ada. Ia benar-benar seperti ditelan bumi. Clarisa putus asa dan akhirnya ia bertemu ke dua sahabat barunya sehingga lukanya terobati perlahan-lahan dengan kehadiran mereka.

Sekeping Hati yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang