Claudia melangkah gontai memasuki ruang kuliahnya. Semalam sulit sekali untuk tidur. Perasaannya begitu gelisah dan penuh debaran. Cemas karena kelakuan ayahnya yang mudah mengamuk, ditambah lagi teringat akan janjinya dengan Clarisa.
Hah!!
Claudia bingung bagaimana cara memulai perkenalan dengan Aldo, selama ini ia tidak pernah berusaha untuk dekat dengan lelaki mana pun. Lelaki terasa begitu mengerikan dalam hidupnya. Lelaki seperti neraka yang hanya memberikan penderitaan bagi kaum wanita dan itu terbukti dari kelakuan ayah yang pemarah, adik yang pemberang, dan perselingkuhan Aldo dengan wanita lain.
Seorang pria masuk ke dalam kelas, mengobrol dengan salah satu anak wanita yang duduk di kursi depan. Claudia memperhatikan dengan acuh tak acuh tapi tiba-tiba matanya langsung terbelalak lebar. Wajah itu, potongan rambut itu, semua sangat akrab di mata, Claudia sangat mengenalnya, itu Aldo, mantan Clarisa! Hah, senang cowo itu sekarang. Menebar cinta di sana sini. Merayu yang ini, menggombal di sana, dasar playboy! Cewe sial mana yang akan menjadi calon istrinya nanti? Claudia sungguh berharap agar Clarisa tidak menjadi salah satu calon yang akan menghabiskan hidupnya menderita bersama Aldo.
Semakin dipikir, kebenciannya kepada pria ini semakin meningkat. Bagaimana dia bisa kenalan dengan cowo yang dibencinya ini? Claudia semakin bingung. Ia tidak sanggup menyapanya, ia juga tidak berminat mendekatinya. Apa sebaiknya Claudia menyerah dan minta maaf kepada Clarisa? Saat sedang bingung berpikir, tatapan mereka bertemu tanpa sempat dihindari, Aldo melemparkan senyum ramah kepada Claudia. Gadis itu semakin kesal dan segera membuang muka, mengalihkan pandangannya ke atas buku di meja.
Selesai pelajaran Claudia segera keluar kelas dan memeriksa Hp yang selalu bergetar sepanjang pelajaran sampai ia merasa kesal dan gelisah. Clarisa. Dasar anak itu! Tidak sabaran dan tidak mengerti situasi! Memangnya dia di kampus cuman buat kenalan sama mantan cowonya yang playboy itu? 10 panggilan tak terjawab dan 5 sms, bayangin aja! Padahal sekarang masih jam 10 pagi. Anak itu benar-benar penasaran dan membuatnya semakin merasa bersalah jika harus membatalkan janjinya.
Ketika sedang mempertimbangkan tindakan selanjutnya yang harus ia ambil, matanya kembali menangkap kehadiran pria itu, kini dengan wanita yang berbeda. Huh!! Itu nggak aneh. Cowo itu sedang berjalan menuju tangga, ia terus mengikuti gerak pria itu dengan pandangan mata yang penuh curiga seakan berusaha untuk menyelidiki dan menunggu cowo itu melakukan sebuah kesalahan yang bisa dilaporkannya kepada Clarisa. Cowo itu menghilang dibalik tangga. Claudia menghela napas.
"Di, jalan yuk?" ajak teman-teman di kampusnya saat melihat Claudia berdiri seorang diri di depan kelas. Claudia tersenyum kemudian menggelengkan kepala dengan perasaan tidak enak.
"Sorry, kali ini gue nggak bisa ikut. Banyak kerjaan."
"Di rumah ya?" tanya salah seorang dari mereka.
Claudia mengganggukan kepala dengan cepat.
"Kalau gitu kita duluan ya." Ujar temannya yang lain. Ia kembali mengangguk kemudian melambai tanda perpisahan. Claudia mengikuti kepergian ke tiga temannya itu dengan tatapan mata menyesal. Ia ingin pergi dengan mereka. Jalan-jalan, menghibur diri, tapi dirinya memang sedang ada banyak urusan kuliah dan harus memasak karena ibu sedang tidak enak badan. Keempat kenalannya berjalan menjauh sambil berbisik.
"Urusan apa sih dia di rumah?" tanya salah seorang teman yang lain saat mereka merasa jarak mereka sudah cukup aman dari pendengaran Claudia, mereka tidak menyadari bahwa perasaannya sedikit sensitif untuk hal yang satu ini. Claudia tahu mereka sedang bergosip. Ia tahu kalau dia adalah topik mereka saat ini.
"Masa lu nggak tau sih?"
Gadis itu menggeleng dengan penasaran.
"Dia itu lebih bisa disebut pembantu daripada disebut anak tau. Bayangin aja, di rumah, dia yang nyuci baju, nyuci piring, masak, ngepel, ngurus adiknya, ngurus kakaknya, mana keluarganya ribut mulu lagi. Pusing deh gue. Kalau jadi dia, gua udah bunuh diri kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Hati yang Terluka
General FictionSalahkah kami jika kami merindukan kasih sayang dan perhatian orangtua? Salahkah kami jika kami mencoba menarik perhatian mereka dengan mencoba berbagai cara? Salahkah kami jika pada akhirnya kami mungkin menyerah karena lelah? Mama, papa, dimana ka...