Clarisa

33 1 0
                                    

Gadis berambut panjang dan sedikit ikal ini masih terisak-isak di dalam kamarnya. Sakit. Sedih. Takut. Cemas. Gelisah. Semua hal itu bercampur bergulung di dalam hatinya. Sang ibu yang kebingungan baru saja keluar dari kamarnya, sehabis berusaha menenangkan Clarisa yang sudah mulai menangis sejak siang hari, sejak pulang dari kampus. Ibunya tidak keberatan saat Clarisa membentak-bentaknya, tidak keberatan saat Clarisa mengamuk tidak karuan, tidak keberatan saat Clarisa berteriak keras meminta ibunya keluar dari kamarnya. Ibunya memang sangat memanjakan anak satu-satunya itu.

Sebenarnya hari ini adalah hari yang indah. Clarisa sudah pacaran dengan Aldo sejak sebulan yang lalu. Ia senang sekali, tidak ada hari-hari yang lebih indah dari hari-hari yang ia lewati bersama dengan Aldo. Pria itu begitu baik, begitu pengertian, begitu berperasaan, begitu romantis, begitu tampan sampai Clarisa merasa tidak akan ada pria yang lebih sempurna lagi dari Aldo. Dia adalah segalanya bagi Clarisa. Dunianya.

Akan tetapi hari ini Aldo membatalkan janji kencan dengannya, ada urusan kata Aldo. Clarisa kecewa, padahal ia sudah merencanakan semuanya untuk kencan mereka. Ia sudah memilih baju selama berjam-jam, ia sudah memikirkan kejadian yang kira-kira akan terjadi saat kencan, ia sudah begitu bersemangat dan membatalkan janji dengan temannya, ia begitu bahagia. Tapi yang membuat Clarisa menangis bukanlah hal itu. Malam sebelumnya ia sudah berjanji kepada ibunya untuk membeli beberapa keperluan rumah seperti sikat gigi, sabun mandi, sabun cuci, dan pengharum ruangan. Ia berencana membeli semua benda itu saat ia kencan dengan Aldo, siapa yang menyangka ternyata rencananya gagal total. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi seorang diri. Siang itu udaranya tidak terlalu panas, makanya Clarisa memutuskan untuk berjalan kaki perlahan-lahan. Langkahnya dibuat seringan mungkin. Angin berhembus membelai wajahnya yang manis. Beberapa helai rambutnya berterbangan. Sebenanya cuaca seperti ini begitu cocok untuk kencan berdua. Clarisa mendesah kecewa.

Ia berbelok. Memandang sekelilingnya dengan pandangan tak acuh. Tidak ada pikiran apapun yang menarik untuk dipikirkan, tidak ada benda apapun yang menarik untuk dilihat. Mungkin tanpa kehadiran Aldo di sisinya, semua terasa tidak menarik. Sekali lagi Clarisa mengesah. Andai kata Aldo ada di sisinya, andai kata Aldo sedang bersamanya, andai kata...Clarisa terpaku. Aldo?! Oh, itu nggak mungkin. Tapi itu benar-benar Aldo! Pria itu ada sekitar 3 meter di depannya. Sedang berjalan bersama seorang wanita di sisi kanannya. Aldo? Ia tidak percaya. Clarisa tidak percaya. Aldo mengkhianatinya?

Mereka baru berpacaran selama sebulan dan Aldo sudah mengkhianatinya? Clarisa merasa hatinya remuk seketika. Diamati setiap gerakan Aldo dengan seksama. Ia berjinjit perlahan diantara orang-orang yang ramai di sekitar pertokoan itu, berusaha mengikuti Aldo dari belakang. Aldo sedang tersenyum pada wanita itu, senyumnya begitu lembut, begitu menghibur. Aldo tidak pernah memberikan senyuman seperti itu kepada dirinya, pikir Clarisa cemburu. Hatinya sakit, sakit sekali, ingin rasanya segera menghampiri mereka dan memukul wajah wanita perebut kekasih orang itu. Ia melangkah lebih cepat.

"Aldo!!" serunya keras. Beberapa orang ikut menoleh ke arahnya. Aldo dan wanita itu juga menoleh. Alis mata Aldo terangkat, terlihat sekali kalau ia begitu terkejut. Tidak menyangka kalau akan ketahuan selingkuh barangkali.

"Risa, ngapain kamu di sini?" tanya Aldo cepat. Gadis di sisinya mengerutkan kening, tatapannya terasa begitu menyebalkan. Clarisa tidak menyukainya. Gadis itu memandang Clarisa dengan takut-takut. Tunggu aja giliran loe nanti!! Ancam Clarisa dalam hati.

"Ngapain? Harusnya aku yang nanya begitu sama kamu!!" seru Clarisa marah, "Ngapain kamu di sini sama cewe ini? Selingkuh? Kamu salah tempat Do!! Kalau mau selingkuh jangan di sini, sana cari tempat lebih jauh lagi!!"

"Risa!!" Aldo menatapnya marah, "Apa kamu nggak bisa tenang sedikit? Malu diliat orang." Bisk Aldo tegas saat menyadari bahwa ada beberapa pasang mata yang memandang mereka dengan rasa penasaran.

Sekeping Hati yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang