Guruh menggelegar di kejauhan. Rana masih membelakangi sumber suara yang baru saja membuatnya seakan membatu. Suara deheman menyentak keterpakuan Rana. Dia menoleh. Mendapati pria yang disangsikan nya berdiri tegak terguyur hujan.
Ini seperti adegan sinetron...
Rana melupakan judulnya...
Rana meraih payung merah dengan tangan kirinya lalu memegang dengan kedua tangannya. Membuka payung itu pelan. Kakinya melangkah menuruni undakan. Menyusur lantai batu menuju pria yang membuatnya seperti sekarang.
"Apa kabar?" Rana termangu. Memayungi Declan Leandro yang terlihat sudah kuyup.
Rana menunduk. Lalu mendongak lagi meyakinkan hatinya. Angin kencang berhembus membuat payung terasa semakin berat. Rana mengerjap saat tangan besar Declan membantunya menggenggam pegangan payung. Rasa tersengat sesuatu yang sama. Seperti waktu itu.
"Apa kabar Kirana?" Declan mengulangi lagi pertanyaannya. Dengan bahasa Indonesia yang sedikit aneh terdengar di telinga Rana. Rana menatap Declan yang bergerak merapat padanya. Dan hati Rana kian berdesir. Hujan bahkan tak mampu meredam degup jantungnya yang berlalu.
Declan menatap manik mata gadis di depannya. Menatap kedalaman mata yang memancarkan rasa khawatir.
"Aku ingin makan pasta dengan bola-bola daging...sekarang."
Declan mengernyit. Lalu tertawa pelan. Tak menyangka justru kalimat itu yang keluar dari mulut Rana.
"Baiklah. Tunggu di teras, okay. Aku akan membelinya untukmu."
Declan meraih bahu Rana dan membimbingnya ke arah teras. Memastikan Rana duduk dengan nyaman di kursi teras dengan mengatur bantal sofa. Rana terdiam saat Declan masuk ke rumah dan kembali dengan selimut tebal dan menyelimuti pinggang hingga kakinya.
Declan tersenyum. Meraih payung dan berjalan menuruni undakan. Rana masih menatap punggung Declan hingga menghilang di balik tembok gapura.
Rana menarik selimutnya. Tersenyum simpul dan memukul keningnya pelan. Dia datang. Declan datang walaupun semua belum menemui kejelasan. Setidaknya untuk Rana yang masih menebak-nebak akan bagaimana Declan nanti.
Rana menguap. Tapi dia berusaha menegakkan bahunya. Hari jelas sudah merambat menjadi malam. Hujan tak sederas tadi namun masih menyisakan gerimis yang cukup banyak. Rana merebahkan kepalanya ke sandaran sofa dan mengangkat kedua kakinya yang dingin ke atas sofa. Rana terbatuk lagi. Dan lagi hingga hatinya yakin bahwa dia harus ke dokter pagi-pagi sekali. Atau malam ini juga kalau memang batuknya semakin menjadi. Rana melamun. Hampir terlelap ketika sebuah tangan dingin menyentuh lengannya. Mata Rana mengerjap. Mendapati Declan yang berbalut baju setengah kering membawa bungkusan dan meletakkannya di meja.
"Pastamu." Declan menyentuh pipi Rana dan mengelusnya pelan.
Rana terbatuk.
"Makanlah. Lalu minum obat. Aku sudah membelinya di apotek tadi."
"Obat?"
"Kau batuk sedari tadi. Makanlah sekarang selagi hangat." Declan meraih bungkusan dan membukanya. Aroma pasta dengan bola daging menyeruak dan perut Rana segera bereaksi hebat. Rasa lapar yang mendera hebat.
Rana menatap Declan yang tertawa pelan.
"Sepertinya pasta ini terlihat lebih menarik di banding aku..."
Rana menghela napas pelan.
"Makanlah. Aku perlu mandi...atau kau mau aku menemanimu makan?"
Rana menggeleng dan mendorong Declan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET OF BILLIONAIRE'S GIRLFRIEND (Sudah Terbit)
RomanceSUDAH TERBIT Ketika kau mengandaikan dirimu menjadi Alpha yang menemukan Lunanya. Dan ketika Lunamu tak sesuai tipikalmu. Apa yang akan kau lakukan? Caleb William Leandro Ketika takdir merubah jalan hidupmu menjadi seorang Tuan Puteri. Apa yang akan...