2

5.2K 450 13
                                    

Dengan baik hati Tuan Malik mengantar Diva pulang ke rumahnya. Ponselnya tadi dimatikan setelah melihat panggilan pertama dari Davi. Saat ini dia tidak ingin bertemu Davi. Dia masih sangat marah dan sakit hati karena telah dikhianati. Dia sudah memberikan seluruh jiwa raganya kepada Davi, tapi inilah yang didapatnya.

Syukurlah di rumah tidak ada orang. Kelihatannya ibu dan ayahnya belum pulang dari kafe. Saat ini dia ingin sendiri saja.

Dalam hati Diva bertekad tidak akan ada lagi air mata yang bisa keluar. Cukup sudah dia menangis, menangisi lelaki pengkhianat itu. Namun tekadnya ternyata tidak sekuat itu, karena air matanya masih terus mengalir.

Diva menghidupkan ponselnya setelah berbaring di tempat tidurnya. Sebuah pesan masuk.

Kita harus bicara. Datanglah malam ini ke apartemen.

Diva langsung melempar ponselnya ke tempat tidur dengan kesal. Pengkhianat itu boleh menunggunya di apartemen sampai hari kiamat. Dia tidak akan datang, batin Diva.

💖💖💖

"Diva, kamu tidak masuk kerja lagi hari ini. Apa kamu masih sakit, Sayang? Kamu terlihat sangat pucat." Tanya Lisa, ibu Diva.

"Iya, Bu. Diva masih gak enak badan." Jawab Diva lesu.

"Kamu ada masalah dengan Davi, Sayang? Jangan bohong. Ibu tahu kamu ini bukan sakit biasa, tapi sakit hati."

Diva tidak tahan untuk tidak menangis. Dipeluknya ibunya erat sambil sesenggukan. Ibunya membelai rambut Diva.

"Sayang, jika Davi adalah jodoh kamu, dia akan menjadi milikmu. Tapi jika dia bukan jodohmu, ikhlaskanlah, nak. Allah pasti punya rencana yang lebih indah untukmu. Pagi ini ibu dan ayah melihat di koran kalau sabtu ini Davi akan bertunangan."

Diva sangat terkejut dan menatap ibunya dengan perasaan hancur.

"Sabar ya, nak. Allah pasti sudah menyediakan jodoh yang lebih baik darinya untukmu." Ujar Lisa dengan suara tercekat. Dia sangat memahami bagaimana perasaan anaknya saat ini. Hatinya pasti hancur berkeping-keping. Kesakitan anaknya adalah kesakitannya juga.

Diva bingung memikirkan masa depannya yang tidak pasti. Akan sulit baginya menerima pria lain karena hatinya sudah penuh dengan nama Davi, apalagi dia sudah tidak perawan lagi, dimana bagi pria Indonesia hal itu masih sangat penting. Bagaimana mungkin ada pria yang akan menikahiku kelak jika mereka tahu aku sudah tidak perawan lagi, batin Diva miris.

"Taraaaaa.....ayo kita nikmati sop buntut buatan chef Gunawan." Teriak ayah tiba-tiba dari arah dapur.

Itu ciri khas ayahnya jika ingin menghibur anggota keluarganya yang sedang sedih. Menurutnya, makan sop buntut panas-panas dan sambal dari cabe rawit yang pedas, sangat ampuh menghilangkan stres.

"Ayo anakku, istriku, yang paling cantik di dunia, kita nikmati hidangan spesial pagi ini." Ujar Ayah yang tiba-tiba sudah muncul di depan Diva dan ibunya yang sedang duduk di ruang tv.

Ibu dan Diva tersenyum sambil mengusap air mata mereka.

Kemudian ayah berdiri diantara Diva dan ibunya. Ayah memeluk bahu kedua wanita yang sangat dicinta dan pujanya. Wanita yang sangat cantik dan sangat mirip wajahnya.

"Aigooooo....jangan bersedih terus. Dunia belum kiamat, dan pria di luar sana masih banyak dan salah satu dari mereka akan membahagiakan putriku. Percayalah. Pria brengsek seperti itu tidak pantas ditangisi. Putriku berhak mendapat yang terbaik. Dia tidak pantas untukmu, Sayang. Ayo kita makan."

Ayahnya memang kocak, dan selalu bisa menghibur dan memberi semangat baru.

"Siap, ayah!" Teriak Diva dan Losa bersamaan.

D I V ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang