24

5.2K 608 58
                                    

"Rena, ada yang mau aku tanyakan."

Saat ini Diva dan Rena tengah berada di mal hendak belanja keperluan bayi Diva yang akan segera lahir sekitar sebulan lagi. Rena baru saja tiba di Jakarta.

"Hmmm..nanya apa?"

Diva terlihat ragu untuk bertanya, karena dia takut jawaban Rena malah akan menyakiti hatinya.

"Mmm...waktu pertama kali kamu ketemu atasan kamu di Jerman, kamu bilang Malik lagi pingsankan? Memangnya dia sedang sakit atau apa?"

Rena menatap tajam Diva karena heran dengan pertanyaan Diva. "Kenapa kamu nanya tentang Mr. Malik? Kamu kenal?"

"Sebenarnya, Malik itu mantan suamiku." Jawab Diva lirih.

Rena terkejut. "Apaa!?"

"Kamu gak salah dengar kok. Malik memang mantan suamiku. Dan bayi yang kukandung adalah anaknya."

"Jadi...jadi...astagaaa...Diva. Kamu serius?"

"Iya, serius."

"Kenapa kalian berpisah padahal kau sedang mengandung anaknya."

"Dia menceraikanku demi wanita lain." Jawab Diva lirih.

Rena terlihat bingung dengan pernyataan Diva. Karena setahunya....."Maksud kamu gimana, Div?"

"Sudahlah, aku tak ingin membahasnya lagi. Toh kami sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi."

"Tapi Div, Mr. Malik...."

"Kubilang gak usah membahasnya lagi, Ren. Aku gak mau tahu tentang dia lagi."

Rena menatap Diva dengan pandangan bingung. Tapi Rena sebenarnya juga tidak begitu tahu apa yang terjadi. Satu hal yang dia tahu, Mr. Malik sedang tidak dekat dengan wanita manapun saat ini. Dia tidak pernah melihat Mr. Malik menggandeng wanita.

"Oke, tenanglah. Kamu gak usah emosi gitu dong. Tapi aku rasa kamu salah paham, Diva."

"Aku gak salah paham kok. Aku melihat sendiri dengan mata kepalaku, Malik dan wanita itu bersama dalam satu kamar di hotel."

"Ooww..maaf. Aku gak tahu Mr. Malik sampai begitu. Ya sudah, kamu gak usah mikirin laki-laki pengkhianat itu kalau begitu. Tapi soal dia sakit atau tidak, aku juga gak tahu sih. Memang kulihat wajahnya sangat pucat waktu itu. Dan terakhir aku melihatnya sudah empat bulan lalu. Mr. Malik tidak pernah lagi terlihat datang ke hotel."

"Bodo ahh...ayo belanja lagi. Aku tinggal beli stroller kembar nih."

Setelah Diva selesai belanja, mereka berjalan keluar menuju parkiran di basement. Tapi tiba-tiba Diva hendak buang air kecil.

"Rena, kamu duluan ke mobil ya. Aku mau buang air kecil nih. Maklumlah, kalau udah hamil besar gini bawaannya mau pipis terus."

"Gak mau ditemani?" Tawar Rena.

"Ihh..kayak anak kecil aja ke toilet ditemani. Udah, kamu duluan aja. Sebentar kok."

"Ya udah. Aku masuk mobil duluan ya."

Diva berjalan ke toilet di area parkir meninggalkan Rena yang menuju mobil mereka diparkirkan. Tapi tiba-tiba mulut Diva dibekap dan dia diseret oleh dua orang entah ke arah mana, lalu dimasukkan ke dalam mobil van hitam dengan kaca yang sangat gelap.

Diva berusaha meronta, tapi tiba-tiba tubuhnya lemas dan pingsan. Sebelum pingsan dia sempat mendengar salah seorang dari mereka menyebut sebuah nama yang dikenalnya.

**

Malik sudah terlihat jauh lebih baik dari beberapa bulan lalu. Tadinya dia hampir menyerah dengan penyakitnya, tapi sebuah informasi dari utusannya 4 bulan lalu tentang kehamilan Diva, Malik jadi sangat bersemangat untuk hidup lebih lama. Maka berbekal informasi dari sepupunya, Hardibrata, Malik berangkat ke Sumbar, di daerah Pariaman, untuk melakukan pengobatan tradisional. Syukurlah akhirnya pengobatan itu membuahkan hasil. Malik terlihat segar dan akan segera berangkat menuju Jakarta untuk menjemput Diva dan calon anaknya. Altan pun sudah sangat merindukan mamanya itu. Hampir tiap hari Altan menanyakan mama dan adiknya.

Utusan yang dibayar untuk menjaga Diva sedang cuti pulang kampung. Malik tidak peduli apakah Diva sedang menjalin hubungan dengan pria lain seperti yang di dengarnya di telepon waktu itu. Dia tak akan mengijinkan Diva menikah dengan pria lain, apalagi Diva mengandung anaknya.

"Pak, mobil sudah siap, kita harus segera berangkat supaya tidak ketinggalan pesawat." Ucap Asistennya mengingatkan Malik.

"Baiklah."

Malik dan asistennyapun pergi menuju bandara. Tujuan keberangkatan mereka adalah Jakarta.

**

Sudah hampir satu jam Rena mencari Diva, tapi Diva tidak juga kelihatan. Setelah setengah jam tadi Diva tak juga datang ke tempat mobil mereka diparkir, Rena mulai cemas, apalagi saat ini Diva sedang hamil besar. Dia sangat khawatir.

Rena sudah hampir nangis karena Diva tidak tampak dimana2 dan saat dihubungi ternyata ponselnya juga tidak aktif. Akhirnya Rena memutuskan menelepon Davi.

Sambil terisak Rena menjelaskan keadaan. "Davi...hikss...Diva hilang. Cepat ke sini...aku takut...hiks...."

Setengah jam kemudian Davi datang dengan wajah panik. "Diva belum juga ketemu, Ren?"

"Hiks...belum, Dav. Gimana nih. Ini sudah lebih dari satu jam. Aku udah minta tolong satpam juga tadi untuk cari Diva."

"Kita juga gak mungkin lapor polisi kalau belum 24 jam. Begini saja, aku akan temui menejer mal dan minta dilihatkan CCTV."

"Ah, ya benar. Aku tadi kok gak kepikiran ke sana."

Davi dan Rena menjumpai menejer mal dan mereka dipersilahkan untuk mengecek CCTV. Dan mereka memang melihat bagaimana Diva diculik oleh dua orang memakai penutup wajah supaya tidak dikenali. Davi geram melihatnya, entah siapa yang sudah menculik Diva dan entah apa alasannya. Sementara Rena jadi histeris melihat adegan penculikan Diva.

"Kita harus lapor ke polisi kalau begini." Ujar Davi. "Kalau mereka menculik untuk mendapatkan tebusan, harusnya mereka sekarang sudah menelepon."

"Kalau gitu ayo kita segera lapor, Dav. Aku takut Diva kenapa-napa."

Davi dan Rena pun berangkat ke kantor polisi. Rena menghubungi ayah Gunawan agar segera menyusul ke kantor polisi.

Di kantor polisi Davi sudah menceritakan kronologi penculikan Diva. Tak lama kemudian ayah Gunawan datang dan tampak panik.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Rena, Davi." Tanya Gunawan cemas.

"Saya juga tidak tahu, Om. Tiba-tiba saja ada orang menculik Diva saat dia ke toilet."

"Ya Allah...selamatkan anak dan calon cucuku." Doa Gunawan.

"Kami akan segera melakukan pencarian." Ucap Polisi.

"Tolong, Pak. Temukan anakku. Dia sedang hamil besar." Mohon Gunawan ke Polisi.

**

Malik dan asistennya turun dari mobil. Malik menatap rumah ayah mertuanya yang terlihat sepi. Malik melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul lima sore.

Mungkin Ayah Gunawan belum pulang dari kafe, batin Malik.

Tiba-tiba Malik mendengar tangisan anak kecil dari dalam rumah. Ah, itu pasti Oliv. Aku sangat rindu dengan putriku itu.

Malik mengetuk pintu. Berharap Diva lah yang membuka pintu. Tapi ternyata harapannya tak terkabul. Yang membuka pintu adalah seorang wanita paro baya yang sedang menggendong anak kecil yang sedang nangis.

"Babam.....huaaaaa....." Anak kecil itu langsung mengulurkan tangannya ke arah Malik. Malik pun menyambut uluran tangan kecil itu dan membawanya ke dalam pelukannya dengan erat. Dia sangat rindu kepada putri kecilnya yang merupakan duplikat Diva.

"Cup...cup...diam sayang. Babam udah datang mau jemput Oliv dan Anne."

Mata besar dan berair itu menatap wajah Malik dengan muka cemberut.

=============

31052019

Saya mau jelasin nih soal pengobatan Malik yang bisa sembuh dari kanker getah beningnya.

Itu bukan mengada-ada loh, karena ini cerita fiksi. Tapi itu terjadi dengan tetanggaku. Dia kena kanker getah bening parah, tapi tak pernah putus asa berobat tradisional, sampai akhirnya dia ketemu sama orang yang pas untuk mengobati kankernya, ya di daerah Pariaman. Dan sudah lebih dari sepuluh tahun sejak berobat di sana, dia sampai sekarang masih hidup dan sehat. 😊

D I V ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang