21

3.7K 485 21
                                    

"Maaf, ibu silahkan menunggu di luar. Dokter akan menangani pasien."

"Tolong anak saya, Dok. Selamatkan anak saya." Ucap Diva disela isak tangisnya.

"Tentu, kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Diva dengan gelisah mondar-mandir di depan pintu UGD. Tangisnya tak bisa berhenti karena dia sangat mengkhawatirkan putri semata wayangnya. Apalagi ayahnya belum juga tiba untuk mendampinginya. Dia butuh sandaran untuk meringankan beban batinnya. Diva berpikir seolah cobaan tak henti mendatanginya. Mungkin ini balasan karena dia dulu pernah berbuat zina yang jelas-jelas dilarang oleh agama.

"Diva..."

Diva menoleh dan langsung menghambur ke pelukan ayahnya. "Ayah, Oliv....Yah...hiks...."

"Sabar, Nak. Berdoalah agar semua baik-baik saja."

"Mungkin ini hukuman untuk Diva, Ayah. Diva banyak dosa...hiks...."

"Sudahlah, Nak. Yang penting kamu bertaubat."

"Keluarga Olivia Zein?" Tanya seorang suster yang keluar dari ruang UGD.

"Kami, Sus." Jawab Gunawan dan Diva serentak.

"Kami perlu donor darah, golongan darah anak ibu B, dan stok rumah sakit saat ini cuma ada satu kantong saja. Sementara pasien memerlukan dua kantong. Tolong segera diusahakan."

Gunawan dan Diva saling berpandangan dengan wajah sedih, karena mereka sadar kalau golongan darah mereka A. Pastinya cuma ayah kandung Oliv yang golongan darahnya B.

Diva jadi menyesal karena kelalaiannya tidak menutup pintu kamar, anaknya merangkak keluar kamar saat terbangun dan mencarinya. Akibatnya anaknya jatuh dari tangga.

"Diva akan meneleponnya, Ayah. Demi keselamatan Oliv."

Gunawan mengangguk karena memang tidak ada lagi pilihan. Keselamatan cucunya lebih penting daripada egonya.

Dalam hati Diva berdoa semoga nomor telepon Davi belum diganti.

Pada dering ke empat telepon Diva diangkat.

"Diva....."

Ternyata Davi masih menyimpan nomornya. Syukurlah, batin Diva.

"Bisa datang ke rumah sakit....aku perlu bantuanmu, Dav. Pliss." Ujar Diva terbata-bata.

"Aku segera ke sana."

Diva merasa lega sekaligus takut akan bertemu Davi lagi. Kalau boleh memilih dia sebenarnya tak ingin bertemu Davi lagi.

Setengah jam kemudian tampak Davi berlari di lorong rumah sakit dan mendekati Diva dengan wajah panik. Dia mengira terjadi sesuatu dengan Diva. Tapi melihat Diva yang sepertinya tidak apa-apa, hanya kelihatan pucat saja, Davi pun lega.

"Ada apa, Diva, Ayah?"

Gunawan buang muka, tak sudi menatap Davi.

"A..aku..perlu darah kamu, Dav. Untuk anakku."

"Darahku?" Tanya Davi bingung. Kenapa Diva malah minta darahnya. Kenapa bukan minta ke ayah anaknya sendiri? "Kenapa bukan suamimu saja, Diva?" Lanjutnya penasaran.

"Karena Malik masih di Turki." Bohong Diva untuk menutupi yang sebenarnya.

"Bagaimana kamu tahu kalau darahku sama dengan darah anak kamu?"

Diva menggigit bibirnya karena merasa berat untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Keluarga Olivia Zein?" Syukurlah seorang perawat menyelamatkannya dari harus menjawab pertanyaan Davi. "Bagaimana, Bu. Sudah dapat pendonornya? Keadaan pasien sangat darurat."

D I V ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang