"Kamu ngapain di situ."
Diva terkejut bukan main dan langsung menoleh. Wajahnya merah padam karena kepergok sedang mengintip di jendela. "Ehh...mmm...enggak ada apa-apa kok."
"Kamu kira aku yang pergi?"
Dengan mendecakkan lidah, Diva berjalan melewati suaminya. "Iiihh geer. Siapa mikir gitu." Namun tangan Diva dicekal saat melewati Malik. "Ihh..apaan sih. Lepasin!" Bentak Diva kesal membuat Malik terkejut. Diva belum pernah membentaknya selama ini. Bahkan bersuara keraspun tidak pernah.
"Kamu kenapa, Azkim?" Tanya Malik dengan lembut dan mencoba bersabar melihat tingkah labil istrinya akhir-akhir ini.
Jangankan Malik, Diva sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Dia begitu marah jika Malik dekat dengan wanita lain, terutama Firda. Tapi dia menolak jika dikatakan dia sedang cemburu. Cemburukan tanda cinta? Tidak! Aku tak ingin lagi jatuh cinta dan mencintai. Cukup dulu saja dia begitu sangat mencintai seseorang, namun sialnya dia dikhianati. Patah hati itu sangat mengerikan. Mungkin kalau tidak ingat masih ada ayah dan anak yang saat itu ada di perutnya, dia mungkin sudah bunuh diri.
Dan aku tak ingin merasakan sakitnya cinta lagi.
"Enggak ada apa-apa, Sayang." Diva mencoba berkata lembut agar suaminya tak lagi bertanya macam-macam.
"Ayo, duduk dulu. Ada yang ingin kubicarakan dengan kamu."
Mereka duduk di sofa berdampingan. Jemari Diva masih digenggam Malik sambil mengusap-usap punggung tangan Diva.
"Azkim. Aku harap kamu gak keberatan. Rencananya aku akan membuka cabang perusahaan di Jerman, dan berada di sana selama 3 bulan penuh."
Mata Diva membelalak. Terkejut mendengar berita yang begitu tiba-tiba. "Apa aku dan anak-anak ikut?"
Malik menggelengkan kepalanya, membuat Diva kecewa. "Kalian tetap di sini. Aku akan pulang sesekali untuk melihat kalian."
"Tapi, kenapa begitu lama di sana. Apa tidak bisa di wakilkan?" Ucap Diva sedih, entah kenapa dia sedih membayangkan akan berjauhan dengan suaminya selama itu.
"Tidak bisa, Azkim. Karena perusahaan itu baru di rintis. Aku harus mengawasinya sendiri hingga perusahaan itu sudah stabil."
"Tapi, bagaimana dengan perusahaanmu di sini? Siapa yang mengawasi?"
"Aku sudah bicara dengan Hardibrata. Dia yang akan mengurus perusahaan di sini dan juga kau."
Diva menghela nafas karena tiba-tiba saja dadanya terasa sesak. Membayangkan berjauhan dari suaminya kenapa begitu menyesakkan dada?
"Baiklah. Kapan kamu berangkat?"
"Tiga hari lagi."
"Aku dan anak-anak akan mengantarmu."
"Tidak! Mmm...maksudku, aku sendiri saja perginya. Kasihan anak-anak. Mereka masih kecil." Ucap Malik panik. Dia tak ingin Diva mengetahui bahwa sebenarnya dia pergi bukan untuk membuka cabang baru perusahaan. Tapi untuk terapi kankernya sebelum kankernya menjadi ganas. Dia ingin usianya lebih panjang dan hidup lebih lama bersama istri dan anak-anak mereka. Walau kemungkinan untuk membuat Diva hamil anak mereka bersama sangat kecil. Tapi dia tak ingin menyerah sebelum berjuang. Berjuang untuk hidupnya.
Itulah sebabnya dia semalam begadang dengan Firda. Firda memberitahunya bahwa dia punya saudara sepupu seorang dokter ahli kanker di Jerman. Firda membantunya menghubungi saudara sepupunya itu dan membuat janji pertemuan dengannya.
Diva mengernyitkan dahinya melihat Malik yang terlihat menyembunyikan seauatu. Ah, tapi setahunya suaminya selalu jujur kepadanya. Tidak mungkin dia membohonginya, bukan?
"Jadi, kau akan pergi sendirian?"
"Ya. Kau tak usah khawatir. Di sana sudah ada yang mempersiapkan segalanya."
Diva mengangguk.
"Kamu mau kemana dandan secantik ini, Azkim?" Malik memperhatikan istrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Mmmm....aku mau jalan-jalan tadinya. Tapi...."
"Aku ikut. Tunggulah, aku ganti baju dulu. Hari ini aku akan menemani kamu kemanapun. Tunggu ya." Malik bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan Diva yang tercenung.
Diva sebenarnya sangat bersyukur punya suami yang demikian lembut tutur katanya. Dan juga sangat menyayanginya dan anak-anak. Tapi sayang, Malik tak pernah sekalipun mengatakan mencintainya. Diva memutuskan jika sikap lembut Malik memang sudah pembawaannya, bukan karena Malik mencintainya. Mungkin cinta Malik sudah dibawa pergi oleh mendiang istrinya.
***
Tak bisa dipungkiri kalau Diva sangat senang berjalan-jalan berdua saja dengan suaminya. Ini adalah pertama kalinya sejak menikah mereka berjalan-jalan berdua saja tanpa anak-anak.
Malik mengajaknya belanja di butik-butik ternama. Mulai dari pakaian branded, sepatu branded, sampai perhiasan. Dan kejutan terakhirnya, Malik membawanya ke sebuah restoran mewah untuk dinner romantis.
Di restoran itu hanya ada mereka berdua dan diiringi dengan pemain biola yang memainkan lagu-lagu romantis. Dada Diva bergetar melihat perlakuan suaminya.
"Terima kasih, Azkim. Sudah bersedia menyempurnakan hidupku. Aku menyayangimu."
Ya, hanya menyayangi, bukan mencintai. Apakah cintanya kepada almarhum istrinya begitu dalam hingga tak tergantikan? Pikir Diva lesu.
Diva hanya tersenyum lemah menanggapi ucapan suaminya.
==========
29032019

KAMU SEDANG MEMBACA
D I V A
Storie d'amorePRIVAT ACAK!! FOLLOW DULU SUPAYA BISA BACA LENGKAP 🤗 Diva adalah seorang gadis yang sangat cantik jelita, pintar dan bertubuh seksi. Diva adalah sosok wanita sempurna namun kehidupan cintanya tidaklah sesempurna dirinya. Diva mempunyai seorang keka...