Sial.
Satu kata yang mewakili semua perasaan Woojin. Kencannya baru saja gagal karena seorang pria yang mengaku sebagai direktur di perusahaan tempat Hyungseob bekerja itu memilih untuk melihat festival bersama mereka.
Memang ia tidak jadi menjadi supir pria berdarah China itu, tetapi Zhu Zheng Ting dengan hebatnya ikut berjalan kaki dan menjadi penengah antara Woojin dan Hyungseob. Hingga akhirnya kedua rekan kerja itu berjalan mendahului Woojin yang moodnya mendadak buruk.
Woojin sendiri menyesal telah memperkenalkan dirinya sebagai seorang supir, pasalnya Jungjung selalu saja menyinggung hal itu. Seharusnya ia dengan bangga menunjukan lencana bintang dengan kedua sayap di masing-masing sisi dan tanda pangkat berupa empat garis emas. Kedua lambang itu dengan jelas mempertegas kalau Woojin adalah seorang PIC (Pilot In Command), pemimpin tertinggi dalam struktur penerbangan.
Mungkin Jungjung akan langsung memandang Woojin takjub, dan mungkin beberapa pesawat yang dinaiki pria berdarah China itu pernah dioperasikan oleh Woojin. Memikirkannya saja membuat Woojin menyeringai tanpa sadar.
Mood Woojin semakin buruk setelah ia sampai di apartementnya. Ia sendirian di apartement, tidak ada teman mengobrol sama sekali. Saudara kembarnya sedang bertugas, entah ke daerah mana yang jelas masih di lingkup Korea Selatan. Tidak seperti Woojin yang bertugas di daerah antar benua.
"Astaga, siapa pula Zhu Zheng Ting itu." Woojin menghempaskan badannya ke kasur. Setelah dikurung dua hari oleh Jihoon, penderitannya masih berlanjut dengan hadirnya orang lain dikencan hari ini.
Tidak bisa ia bayangkan kalau saat bekerja nanti Hyungseob didekati oleh atasannya. Lagi-lagi Woojin menyesal karena menyuruh Hyungseob mengambil pekerjaan di perusahaan itu.
✈✈✈
Drrt. Drrt. Drrt. Drrt.
Woojin terbangun karena getaran dari ponselnya yang mengganggu. Ia meraih ponsel dari bawah bantalnya. Tanpa menatap layar, Woojin menekan tombol hijau."Haloㅡ"
"Selamat malam, Kapten. Maaf mengganggu di larut malam begini, besok pagi kau diminta bertugas menggantikan Ong Seungwoo, kondisinya sedang tidak sehat untuk bertugas,"
Woojin sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, melihat kontak yang baru saja menghubunginya.
Supervisor Hwang.
Rupanya seorang supervisor yang menghubunginya di tengah malam begini. Woojinpun mendekatkan lagi ponselnya ke telinga untuk berbincang dengan Hwang Minhyun yang bertugas mengatur jadwal penerbangan pilot.
"Spesifikasinya?" Tanya Woojin.
"AAR B772 HL7742, Amerika Utara, pukul 9.15 pagi, bandara Internasional Incheon."
Woojin mengangguk paham ketika Minhyun menyebut kode pesawat yang akan dikendarainya. "Siapa yang menjadi Co-Pilot?" Tanyanya.
Terdengar suara deheman dari seberang sana, "tidak ada second officer, Kapten. Kim Mingyu mendampingimu sebagai first officer."
"Baik, terima kasih atas informasinya. Selamat malam, Minhyun-ssi"
"Selamat malam, Kapten."
Tutt.
Woojin kembali meletakkan ponselnya di bawah bantal, ia menghela nafas sebentar. Sebenarnya dia sendiri sudah menduga kalau hari liburnya tidak akan genap satu minggu penuh. Lagipula sudah biasa bila pilot yang sedang berlibur diminta untuk menggantikan pilot lain bila kondisinya tidak cukup baik untuk melakukan penerbangan.
Woojin beranjak dari tempat tidurnya, mengambil banyak baju dan keperluan lainnya lalu memasukkannya ke dalam koper yang sering digunakannya ketika bertugas. Tak lupa ia menyiapkan seragamnya, memasangkan lencana dan tanda pangkat kebanggaannya.
Pukul 1.01 pagi Woojin kembali tidur, ia juga sudah memasang alarm untuk membangunkannya. Tugasnya sedang menunggu 8 jam dari sekarang.
✈✈✈
Hari ini Hyungseob berencana untuk tidak keluar rumah sama sekali. Tidak, lebih tepatnya ia menunggu seseorang untuk mengajaknya keluar. Seperti hari-hari sebelumnya.
Namun sepertinya penantian itu harus ia tepis, karena orang yang ditunggu-tunggunya bahkan belum membalas pesan yang dikirimnya semalam. Padahal pesan itu berisi tentang permintaan maaf karena direkturnya kemarin ikut serta diacara jalan-jalan mereka.
Jangankan membalas, pesannya saja belum dibaca oleh orang itu.
'Apa mungkin Woojin hyung marah lalu memblokir line-ku?' Pikirnya.
Hyungseob menggelengkan kepalanya, Woojin tidak mungkin melakukan hal kekanakan seperti itu. Pasti. Hyungseob yakin itu.
Atau tidak?
Pria mungil itu kembali menggelengkan kepalanya, mengusir seluruh pikiran negatif yang ada diotaknya. Bisa saja Woojin masih tertidur. Lagipula sekarang masih jam 6, masih terlalu pagi untuk menyerah. Mungkin Woojin akan membalas pesannya sebentar lagi.
2 jam.
Apa-apaan ini? Kenapa pria itu belum juga membalas pesan?
'Kutelfon sajakah? Tapi bagaimana kalau dia sibuk?'
Hyungseob menggelengkan kepalanya lagi, 'dia sedang dalam masa liburnya, tidak mungkin sibuk. Kalau begitu kutelfon sajalah.'
Hyungseob membuka kontak Woojin di ponselnya, menimang-nimang lagi sebelum pada akhirnya menekan tombol dial.
Setelah mendengar suara tersambung sebanyak empat kali, akhirnya panggilan itu diterima orang diseberang sana.
"Ya?"
Hyungseob langsung tersenyum sumringah mendengar suara bariton dari pria itu, meski hanya sebuah kata. "Hyung, apa kau membaca pesan dariku semalam? Kenapa tidak dibaㅡ"
"Jangan menggangguku."
Tutt.
Tunggu. Apa yang baru saja terjadi?
Hyungseob bahkan tediam untuk mencerna kata-kata dari pria maskulin itu. Hanya dua kata, tetapi sangat menohok. Pria mungil itu bahkan tidak tahu apa yang salah. Ia belum selesai bicara tapi telfon sudah ditutup.
ㅌㅂㅊ
Model pesawat yang dikendarain Woojin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Blind Date; JinSeob
Fanfiction[WATTYS 2019] Park Woojin × Ahn Hyungseob Tentang seorang pilot, editor, dan kencan buta mereka. ✈bxb, boys love ✈Bahasa baku ✈Rated T [15-04-2019] #1 in Jinseob Start from 01.02.2018 to 09.04.2018 ===== Kebijakan pembaca di tangan sendiri ⚠Tidak su...