0⃣9⃣

2.7K 768 125
                                    

Setelah berkendara selama 8 jam, akhirnya para awak kabin beserta penumpang bisa menghirup udara bebas. Park Woojin dan pegawai maskapai lainnya turun dari pesawat setelah memastikan pesawat telah kosong. Mereka semua menuju penginapan yang telah disiapkan maskapainya.

Sesampainya di hotel, Woojin segera mengambil ponsel dari kopernya, menghidupkannya dan menunggu beberapa saat karena banyak notifikasi yang masuk.







34 panggilan tak terjawab.



Dan itu semua berasal dari satu orang. Lee Daehwi.



Woojin segera menghubungi adik sepupunya itu, takut kalau terjadi apa-apa. Tak selang beberapa lama, terdengar nada tersambung dari sebrang sana.

"YAK!!"

Woojin langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Pendengarannya terasa sehabis ditinju sesuatu, teriakan pria bermarga Lee itu tidak main-main. Bahkan lengkingannya tidak jauh beda dari suara perempuan.

"Gendang telingaku seperti baru saja ditusuk beribu jarum," keluh Woojin pada ponselnya dan tentu saja adik sepupunya itu pasti mendengar.

"Lalu apa itu artinya otak dan pikiranku sedang ditusuk beribu anak panah!? Sampai rasanya aku hampir mati."

Woojin mengerutkan dahinya, "Bicara apa kau?"

"Mana kutahu! Tanya saja pada duo-pilot-kembar yang membuat seorang mahasiswa berumur 20 tahun ini harus menahan malu dipandangi orang-orang karena sudah menggedor-gedor apartement bernomor 11. Ditambah lagi si pacar pilot kehitaman itu merajuk tak jelas padaku seharian." Daehwi menyambar tanpa memberi kesempatan untuk bicara, rasanya Woojin ingin menekan tombol mute pada layar ponselnya.

"Hyungseob merajuk? Kenapa?"

"Wuah! Lihat si kedelai hitam ini! Sebanyak apapun aku mengoceh, yang ditangkap telingamu hanya masalah tentang Hyungseob. Kau benar hyungku bukan, sih? Bahkan kau dan Jihoon tidak mengabari siapapun kalau kalian sudah pergi bertugas lagi. Lebih baik kalian berdua balik saja sana ke Busan!"

"Hei, bocah. Jihoon sudah bilang pada kedua orang tuaku kalau ia sedang bertugas, dan aku baru saja mau memberitahu mereka kalau aku sedang tidak di Korea. Jangan mengoceh terus, telingaku sakit." Keluh Woojin.

Terdengar suara geraman milik Daehwi dari seberang sana, "kau sama saja menyebalkannya seperti bule gila itu. Aku malas bicara denganmuㅡ"

"Aku juga." Potong Woojin.

"Ugh, urus saja sana Hyungseob-mu itu! Dia seperti gadis puber hari ini, otakku sampai lelah memikirkan sikapnya. Untung saja tadi ada pria tampan yang bisa membuat mood Hyungseob membaik."

"Pria!? Bagaimana ciri-cirinya?"

"Beralis tebal dan berpenampilan seperti orang kantoran."

"Astaga, orang itu lagi. Pasti Hyungseob memanggil orang itu dengan sebutan Sajang-nim, kan?" Woojin menirukan nada ceria Hyungseob kala menyebut kata Sajang-nim.

Daehwi terkekeh kecil di sana, "kau sudah bertemu dengan sainganmu ternyata. Berdoa saja agar Hyungseob tidak direbut darimu. Kau tahu, ada kalanya yang dicintai akan kalah dengan yang selalu ada."

"Apa maksudmu?"

"Hyung, kau seorang pilot, tentu saja akan berpergian jauh. Sedangkan orang yang disebut Sajang-nim itu adalah boss di kantor Hyungseob, tentu mereka akan bertemu hampir setiap hari. Kau paham maksudku, kan? Bahkan siang tadi Sajang-nim itu makan siang berdua dengan Hyungseob." Terang Daehwi.

"Telingaku seperti terbakar mendengar ocehanmu, kututup." Tepat setelahnya Woojin segera memutuskan panggilan duluan tanpa menunggu jawaban dari Daehwi.

Woojin melempar ponselnya ke tempat tidur dan berbaring sambil menghembuskan nafasnya kasar.



"Ada masalah, Kapten?" Mingyu yang sedang mengeringkan rambutnya bertanya pada Woojin. Ia baru saja selesai mandi.

"Kelinciku bermain dengan seekor singa, aku takut ia akan dimakan." Ujar Woojin pada teman satu kamarnya.

Mingyu mendudukan dirinya di tempat tidur yang satunya, "kau punya kelinci?"

Woojin menggeleng, "aku juga tidak yakin, ia bukan milikku, tapi rasanya seperti aku memilikinya."

"Kenapa tidak kau pelihara saja?"

"Aku takut tidak bisa menjaganya, mungkin ia akan merasa kesepian saat aku pergi bekerja begini." Jawab Woojin.

Mingyu menganggukan kepalanya paham, ada hening sejenak diantara mereka. Mingyu sepertinya sedang berpikir tentang sesuatu, matanya menerawang tak jelas.

"Aku punya seekor rubah di rumahku. Aku terkadang takut saat meninggalkannya sendirian di rumah, tapi entah bagaimana mata rubah itu bisa membuatku yakin kalau ia tidak apa-apa bila kutinggal. Selama aku bisa pulang ke rumah dengan selamat, ia akan dengan senang hati menyambutku di rumah. Dia sangat berbeda dari rubah lainnya." Terang pilot Kim itu, bibirnya melukiskan senyum manis. Entah apa yang ada dipikirannya.

"Mingyu hyung, aku cukup tertarik kita membicarakan tentang hewan peliharaan. Tapi sebenarnya yang kubicarakan tadi adalah tentang seseorang yang aku sukai, dan ia memang mirip seperti kelinci." Ucap Woojin.

Mingyu menolehkan kepalanya pada pilot bermarga Park itu, "aku juga tidak berbicara tentang rubah sungguhan. Aku membicarakan istriku yang memiliki mata seperti rubah."


Setelahnya kedua pilot itu tergelak karena topik pembicaraan mereka sendiri.


ㅌㅂㅊ

ㅌㅂㅊ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[√] Blind Date; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang