3⃣1⃣

3.1K 726 151
                                    

Mobil minimalis itu terparkir di depan bangunan luas yang dihiasi beberapa patung taman di halamannya. Banyak hal menarik yang bisa dijadikan spot foto di sini, tapi bukan itu tujuan Jihoon membawa Hyungseob ke sini.

"Pernah ke sini sebelumnya?" Tanya Jihoon setelah keduanya turun dari mobil.

Pria mungil itu terpesona melihat pemandangan di sekitarnya, mulutnya bahkan tidak berhenti berdecak kagum. "Aku tidak pernah tahu ada tempat seperti ini."

"Kalau begitu seterusnya kau harus sering-sering ke sini, untuk mengenal Woojin lebih dekat." Jihoon tersenyum melihat Hyungseob yang masih mendongakkan kepalanya memandangi patung pesawat dengan ukuran yang cukup besar.

Museum penerbangan. Di sinilah Jihoon membawa Hyungseob untuk mengenal adik kembarnya. Semalam setelah berbicara di apartement pria mungil itu, Jihoon meminta Hyungseob untuk meluangkan waktunya di hari minggu. Ia berencana untuk memperkenalkan dunia penerbangan yang sangat dicintai Woojin pada si mungil.

Karena kenyataannya Hyungseob bukanlah orang penuntut dan egois seperti yang Jihoon kira, hanya saja pria mungil itu terlalu mudah salah paham pada perkataan orang lain. Hyungseob bisa saja bersikap dewasa, asal seseorang memberitahunya secara to the point dan tidak berbelit.

"Jangan terlalu lama memandangi pekarangan ini, di dalam museum masih banyak yang harus kau lihat." Jihoon meletakkan kedua tangannya pada bahu Hyungseob dan mendorong pelan si mungil untuk memasuki pintu museum.

Mereka berjalan di lorong museum yang dipenuhi dengan berbagai jenis-jenis pesawat, mulai yang hanya berupa layang-layang hingga pesawat tempur. Jihoon menghentikan langkahnya ketika melihat salah satu pesawat yang terbuat dari kayu, terdapat gambar seekor burung pada papan deskripsi pesawat itu. Hyungseob yang berjalan di sampingnya ikut berhenti.

"Ini adalah pesawat pertama dengan bentuk sempurna yang menggunakan konsep penerbangan pada burung. Bentuknya dibuat menyerupai burung yang melebarkan sayapnya ketika sedang terbang." Telunjuk Jihoon menunjuk deretan huruf pada papan deskripsi, senyum tetap terukir di bibirnya.

Hyungseob hanya mengangguk dengan paham.

"Woojin dulu menyukai burung, ia bilang suatu saat nanti ia akan terbang seperti burung. Dan dia berhasil mewujudkan ucapannya dengan menjadi seorang pilot. Bukan hanya membawa dirinya terbang sendirian, tapi Woojin mampu membawa orang lain ikut terbang bersamanya ke langit." Manik Jihoon melirik Hyungseob yang sedang menatapnya, memastikan kalau pria itu memahami apa yang dia katakan.

"Kemarilah, aku akan menunjukkan hal lain." Jihoon melangkahkan kakinya duluan untuk memimpin jalan, sementara si mungil mengikutinya sambil sesekali bertanya.

Keduanya menyelusuri seluruh ruang pada museum yang sangat luas itu, tidak terlewat sedikitpun. Jihoon memberi tahu semua hal yang membuat Woojin jatuh cinta pada dunia penerbangan hingga rela merantau jauh dari orang tuanya demi menjadi seorang pilot. Jihoon juga menceritakan tentang betapa hebatnya Woojin lulus tes simulasi penerbangan dalam percobaan pertamanya, berbeda dengan Jihoon yang harus mengulang berkali-kali. Banyak yang Hyungseob ketahui tentang cinta pertama seorang Park Woojin sekarang. Dia juga sudah mulai mengerti mengapa Jihoon sangat ingin mempertahankan Woojin di dunia penerbangan, karena kenyataannya perjuangan Woojin sangat besar untuk mencapai cita-citanya.

Sedih memang, tapi Jihoon berkata, "jika nanti Woojin meninggal karena kecelakaan pesawat, aku harap tidak ada seorangpun yang menangisinya. Karena bagaimanapun juga, Woojin telah pergi bersama kebahagiaannya. Dunia penerbangan adalah kebahagiaan terbesarnya." Jihoon tersenyum tipis.

"He-hey, tapi tetap saja aku tidak akan rela kalau dia meninggal karena itu. Kuharap dia justru selalu menerbangkan pesawat dengan aman. Sudahlah, jangan menangis." Ujar Jihoon sedikit panik. Hyungseob baru saja menitikkan air matanya.

[√] Blind Date; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang