2⃣1⃣

2.9K 739 216
                                    


"Terima kasih sudah datang, hyung." Ujar Hyungseob dengan sedikit teredam, sementara tangannya semakin mengeratkan pelukan mereka.

Pria manis itu bisa merasakan kalau Woojin menggeleng pelan di dekat kepalanya, "aku yang berterima kasih karena kau sudah menunggu sejauh ini."





"Ekhem! Lama tidak bertemu, Woojin-ssi."

Woojin baru tersadar bila ada orang lain yang menghampirinya, atau lebih tepatnya mengikuti Hyungseob. Perlahan pelukan erat mereka meregang, "ah, iya, lama tidak berjumpa juga, Jungjung-ssi. Hyungseob sering membicarakanmu." Ujarnya tersenyum ramah.

"Benarkah? Sayang sekali, Hyungseob jarang membicarakan tentangmu kalau bersamaku." Jungjung ikut tersenyum ramah padanya. Sementara yang dibicarakan tidak beralih dari sisi Woojin, pinggang kecilnya dirangkul lengan kekar milik sang pilot.

Mereka bertiga terdiam cukup lama, sampai Woojin tidak tahan waktunya terbuang hanya untuk ini, "Kalau kau tidak ada keperluan lagi, aku permisi, Jungjung-ssi."

Direktur itu menggerakkan jari telunjuknya seirama dengan kepalanya yang menggeleng, "jangan terburu-buru begitu. Bagaimana kalau mampir di mansionku sebentar? Kau tahu mansion, kan? Tempat yang sangat luas bagi seorang supir sepertimu, bahkan kau juga bisa memarkirkan 500 mobil di sana."

Sudut bibir Woojin perlahan tertarik ke atas mendengar ucapan pria berdarah china itu, "Jungjung-ssi, apa memang biasanya kau sombong seperti ini?"

"Mungkin kau yang terlalu sensitif, Woojin-ssi. Jangan iri padaku, gajiku hanya 25 juta setiap bulannya. Sangat sedikit, kan?" Ujar Jungjung sambil membenarkan posisi jasnya.

"Kau tahu, Jungjung-ssi? Gajiku bahkan jumlahnya keterbalikan dari milikmu, tapi tidak sekalipun aku mengumbar semua yang kumiliki."

Jungjung sejenak membisu, ia berpikir bahwa seorang supir dengan gaji 52 juta adalah lelucon konyol yang sama sekali tidak lucu.

"Woojin-ssi, aku tahu kau seseorang yang kurang mampu. Tapi tipuan belaka seperti itu membuatmu semakin rendah."

Rahang Woojin secara otomatis mengeras menahan amarah, entah mengapa ucapan Zhu Zheng Ting barusan membuatnya ingin melemparkan sebuah tinju.


"Sajang-nim, tidak seharusnya kau bicara seperti itu. Kau tidak berhak menilai rendah tinggi seseorang seenakmu, Woojin hyung tidak seperti yang kau pikir. Apa boleh kami pergi sekarang? Kurasa pembicaraan ini tidak ada yang penting." Hyungseob yang terdiam daritadi akhirnya bersuara. Ia tidak mau hari-harinya bertemu dengan Woojin terganggu, belum tentu bulan depan mereka sempat bertatap wajah. Mengingat mereka baru saja terpisah selama 7 bulan.

Woojin menatap pria manisnya dengan lembut, ternyata Hyungseob juga ingin buru-buru pergi dari hadapan direktur menyebalkan itu. Tangannya mengeratkan rangkulan pada pinggang si mungil.




Mata pria berdarah China itu menyipit kala menyadari perlakuan Woojin pada Hyungseob. Senyum diwajahnya perlahan berubah datar, "yang kutahu kalian tidak berpacaran, bukankah perlakuannya padamu terlalu posesif, Hyungseob-ssi?" Ujarnya sambil menunjuk tangan Woojin yang berada pada pinggang pegawainya.

Hyungseob kebingungan dilempar pertanyaan yang di luar perkiraannya, ia sendiri juga bingung harus menjawab apa, "A-ah, iniㅡ"






"Rencananya kami akan berpacaran mulai hari ini, tapi kau malah menundanya dengan menahan kami di sini. Jadi kali ini aku dan Hyungseob benar-benar harus pergi, karena aku tahu kau tidak mau melihatku menyatakan perasaan padanya. Kalau begitu, selamat sore." Woojin segera menggiring Hyungseob ke motor, mengabaikan direktur YH Company dan ekspresi kaget dari kelinci mungilnya.

Jelas saja Hyungseob terkejut, Woojin mengatakan hal barusan dengan santai sementara jantungnya berpacu cepat secara tiba-tiba. Ia bahkan tidak menyangka Woojin akan mengungkapkan perasaannya hari ini, jelas-jelas pertemuan mereka secara langsung bisa dihitung jari, sisanya hanya lewat pesan.














"Kau masih belum bisa menetralkan detak jantungmu, bunny?" Jari Woojin mengangkat dagu Hyungseob dengan lembut.

Mereka berada di ruang tengah apartement si mungil yang sedari tadi masih menunduk dengan semburat kemerahan dipipi dan telinganya sementara jantungnya masih berdegup tak karuan.

"Ja-jangan menyentuhku dulu, h-hyung. Itu membuatku semakin gu-gugup." Pria mungil itu menepis tangan Woojin pelan dan kembali menundukkan kepalanya.

Pria yang lebih tua terkekeh pelan tangannya kembali terulur, kali ini untuk mengacak rambut bayi kesayangannya, "kau tetap saja menggemaskan."

"Hyuuuungg," kelinci manis itu merengek pelan, "menyebalkan." Gerutunya.


Woojin tersenyum senang, rasanya sudah lama ia tidak melihat wajah menggemaskan ini. Semakin sering dilihat, semakin bertambah keimutan pada pria berusia 24 tahun itu. Sepertinya Woojin harus meneraktir Daehwi karena sudah mengenalkannya pada Hyungseob. Meski ini sudah lewat berbulan-bulan dari hari kencan buta mereka.

"Menyebalkan? Yasudah, kalau begitu aku pulang saja." Ujar Woojin sambil berdiri dari sofa.

"Nggg~ jangannn." Hyungseob menahan Woojin dengan menggelayut dilengan kiri sang pilot dan memanyunkan bibir pink cherry miliknya.

Pria mungil itu sangat menggemaskan di mata Woojin, semua ekspresi yang ditunjukkan Hyungseob membuat orang-orang tidak akan percaya kalau pria itu berumur 24 tahun. "Jangan memasang wajah seperti itu, aku jadi tidak tega membiarkan kelinci imut ini tinggal sendirian di rumah." Pria berkulit tan itu memeluk Hyungseob dengan erat.

Seiring dengan kehangatan yang menjalar ditubuhnya, Hyungseob menenggelamkan kepalanya di pelukan Woojin. "Jangan pergi lagi, aku masih merindukanmu."

Woojin mengangguk pelan, "jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?" Hyungseob mendongakkan kepalanya untuk menatap pria yang lebih tinggi.

"Jawabanmu. Aku sudah bilang akan mengungkapkan perasaanku hari ini, jadi sekarang apa jawabanmu?"

Hyungseob kembali memanyunkan bibirnya, "Ish, hyung bahkan belum bicara apa-apa daritadi."




Manik keduanya saling bersitatap, pandangan Woojin semakin melembut seiring dengan senyuman hangat yang terukir. Tangannya masih melingkar di pinggang pria mungilnya, "aku sayang padamu."


Hyungseob hampir tersedak ludahnya sendiri, selama ini ia hanya mendengar ucapan itu lewat telfon atau membaca pesan, tapi kali ini ia mendengarnya secara langsung dengan nada yang terkesan lembut dan dalam, "a-aku juga sa-sayang padamu, hyung." Ujarnya malu.

"Terima kasih sudah mau bertahan demiku, aku mencintaimu, jadilah kekasihku." Woojin berucap penuh keyakinan, senyuman tak luput dari wajahnya. Tatapannya masih menatap pria mungil dipelukannya dengan lembut.

Tanpa sepatah katapun Hyungseob menganggukkan kepalanya, ia ikut tersenyum lebar dengan manik bulatnya yang tergenang air mata haru di sana.

"Aku mencintaimu, sungguh." Woojin menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Hyungseob, menghirup aroma vanilla dan raspberry khas si mungil. Sementara Hyungseob kembali menyamankan kepalanya pada dada Woojin. Rasanya mereka terlalu cepat mengambil keputusan, tapi kenyataannya butuh penantian lama untuk sekedar mengungkapkan perasaan.

ㅌㅂㅊ

ㅌㅂㅊ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[√] Blind Date; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang