2 | Keysa Senang Reno Sadar

255 25 2
                                    

G E M A | Keysa Senang Reno Sadar

(Part 2)

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■


"Jangan sakit. Kamu yang selalu bilang itu ke aku. Sekarang kubalik. Jangan sakit. Aku yang bilang itu ke kamu."
Keysa Yolanda, 2017.


Ruang ICU masih sepi. Yang ada hanya suara detak jantung Reno dari mesin kotak di sebelah tempat tidur. Detak jarum jam sesekali ikut menyisip berusaha meramaikan keheningan. Ayah Reno merangkul istri di sampingnya yang berdiri dengan tatapan kosong seolah tidak percaya bahwa anaknya menderita kanker otak.

"Ren, mama gak habis pikir kenapa harus kamu," Ucap Ibu Reno yang tenggelam dalam rangkulan suaminya, matanya masih sembab, berulangkali tangannya menghapus sedikit demi sedikit air mata itu agar terlihat baik-baik saja jika tiba-tiba Reno siuman. "Kenapa nggak mama aja," tambahnya lagi.

"Udahlah Ma, Reno pasti kuat, dia kan kaya kakek, sama keras kepalanya, kepribadiannya pun sama. Papa yakin kalo kakek dulu bisa sembuh berarti Reno juga pasti bisa sembuh. Kita usahain yang terbaik buat Reno," balas ayah Reno, tangannya mengelus pundak kiri istrinya itu, berusaha menenangkan suasana.

"Dulu kakek cuma tumor kecil pa." Tante lisa terbenam dalam pelukan suaminya.

Terdengar suara panggilan telepon yang bunyinya berasal dari handphone di dalam jas laki-laki itu. Tangannya melepas rangkulan dan berusaha meraih ponsel miliknya. "Bentar ma, aku keluar dulu," katanya sambil berlalu pergi dari ruang ICU. Sesaat setelah dia menutup pintu dari luar, tiba-tiba dua orang berseragam putih abu-abu datang menghampirinya. Dia Rangga dan Keysa.

"Om Bramm," sapa Keysa yang hanya berjarak sekitar lima meter itu. Dia berlari kecil mendekati Ayah Reno. "Huh untung ketemu om di sini, kalo nggak bakal muter-muter terus kita," kemudian mereka langsung mencium tangan laki-laki itu.

"Reno masih di ICU. Kalian ke sana aja ya, om mau angkat telfon dulu," jelas ayah Reno cepat. Ponselnya memang sedari tadi masih berbunyi, untung suaranya tidak mengganggu. Dia lalu melangkah menjauhi dua anak itu menuju tempat lain.

"Oh iya, maaf om, kita ke sana dulu," kata Keysa sambil berlalu menuju ruang ICU. "Makasih om," ucapnya lagi sembari berjalan.

Sesaat setelah tangan Rangga mengetuk dan mendorong pintu, tiba-tiba wanita berpakaian putih hendak masuk menuju ruangan Reno juga. "Maaf kalian ada perlu apa dengan pasien?" tanya suster yang terlihat memegang data kesehatan.

"Kita temen Reno Sus."

"Mohon tunggu di luar sebentar ya, saya mau bicara dengan orang tua Reno di dalam. Oh iya untuk peraturan di rumah sakit ini, tidak bisa semuanya masuk ke ruang ICU namun nanti ketika sudah di pindahkan ke ruang inap, kalian bisa menjenguk."

"Ohh... Kalo begitu kita tunggu di sini aja Sus." Tangan Rangga mengayun ke depan mengarah ke pintu mempersilahkan suster itu menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu.

"Gimana Reno?"

Dua orang laki-laki berseragam sama tiba-tiba datang sesaat sebelum Rangga dan Keysa hendak duduk di kursi ruang tunggu di depan ICU. Nafasnya terengah-engah setelah berlarian.

"Loh. Kalian?" seru Keysa. "Habis dari mana? Kupikir kalian udah pulang."

"Kayak gak tau kita aja. Ya pasti ke markas dulu dong sambil ngopi dan mabar. Hehehe. Trus kita tadi dikasih tau Kelvin, katanya Reno masuk rumah sakit. Trus kita buru-buru ke sini deh," jawab Martin sedikit mengatur nafasnya.

GEMA (PROSES REVISI) - Bacaen sampai page 21 duluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang