8 | Sudah Lama Tidak Bertemu Kakek Siman

117 20 1
                                    

G E M A | Sudah Lama Tidak Bertemu Kakek Siman

(Part 8)

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

"Pertemuan pertama hanya awalan. Yang paling penting adalah bagaimana cara kita mempertahankan komunikasi setelah pertemuan itu berakhir."

Gema, 2017


Pagi sekali semua anak OSIS bersiap berangkat dengan mengendarai motor masing-masing. Memang kendaraan tidak jadi masalah karena sudah difikirkan dengan matang dan rata-rata mereka membawa Yamaha V-ixion di tambah satu mobil pikap yang membawa sembako.

Semua motor sudah berjajar di depan halaman sekolah, mirip seperti geng motor yang hendak berangkat menuju arena balapan. Perjalanan lumayan jauh dan ada beberapa jalan yang memicu adrenalin namun sudah diantisipasi dengan penggunaan kendaraan itu.

Mirip seperti touring. Tas carrierr pun jadi tempat barang yang lumayan diandalkan. Briefing sudah jadi hal penting untuk meninimalisir resiko di perjalanan nanti. Mereka semua berkumpul menyerupai lingkaran.

Daniel, sebagai ketua OSIS dia memimpin briefing dan berdoa di antara anggota-anggotanya.

"Iren ntar kamu bonceng Alif ya, trus Gigi bonceng sama Ferry, Keysa sama Rangga, trus.... Reno sama aku ntar di depan mimpin jalan. Yang lainnya sama kayak daftar yang dulu kita bahas, pokoknya laki-laki bonceng perempuan. Kecuali aku sama Reno." kata Daniel yang membolak-mbalik kertas.

"Bentar bentar. Kenapa nggak Rangga sama kamu aja. Kan Rangga yang sering traveling, jadi dia tau banyak jalan." Reno menyangkal.

"Nggak usah protes deh. Ini udah ditentuin rapat lusa lalu. Lagipula banyak juga yang tahu jalan termasuk Keysa, kan di sana deket villa bokapnya Keysa. Yang tahun lalu ikut baksos di sana pasti juga tau lah," jelas Daniel.

"Tapi...."

"Udahlah Ren, jangan kayak anak kecil. Terima aja. Toh kan kamu nggak ikut rapat terakhir jadi nggak bisa nentuin siapa sama siapa," jelas Keysa.

"Atau jangan-jangan kamu pengen modusin aku," tambah Keysa lagi, lagaknya seperti orang yang pandai menerka atau menebak.

"Idih geer, aku tuh kasian sama kalian, Rangga kan jarang bawa motor takutnya kalian tuh kenapa-napa."

"Hkk hmm..." Rangga tiba-tiba batuk, sepertinya batuk barusan sengaja dibuat-buat. "Btw meski aku jarang bawa motor bukan berarti aku nggak bisa mengendarai motor dengan baik dan benarr," sontak Rangga mengatakan semuanya. Matanya melirik ke arah Reno sebagai tanda bahwa dia membalas perkataan Reno.

Memang Rangga sengaja menekankan pada kata "benar" agar semua tahu bahwa dia bisa mengendarai motor. Meski bisa dihitung berapa kali dia pernah mengendarai motornya. Tapi sejauh ini memang Rangga tidak pernah mengalami musibah apapun saat berkendara. Semuanya aman.

"Udah ayo, barang-barang buat baksos udah di taroh di mobil pikap semua kan? Jangan sampe ketinggalan ya."

Daniel melihat ke beberapa anak, "Vina?"

"Iya apa Dan?"

"Tolong di cek untuk terakhir kali ya, kamu yang megang list nya kan?"

"Udah aman Dan, aku yang jamin. Kasian tuh Vina lari kesana sini."

"Oke, kamu yang tanggung jawab ya Ren."

"Iyaa, udah lah santai aja men."

"Yaudah kalo gitu sebelum berangkat alangkah baiknya kita berdoa bareng-bareng dulu."

Daniel mengkomando, memimpin doa sebelum semua anak berangkat menuju panti jompo yang akan dituju nantinya.

"AMIN"

"Eits tos dulu dong."

Seperti kegiatan organisasi pada umumnya, yang mana biasanya diawali dengan tos bersama dengan seluruh tim untuk menambah semangat dari masing-masing anggota. Mereka tentu juga melakukannya.

Tujuan akhir mereka bertempat di Puncak Bintang Bukit Moko, sebuah kawasan wisata hutan pinus yang terletak di Malang bagian utara.

Belakang panti jompo bahkan merupakan perkebunan teh yang luas dan lumayan menyejukkan mata. Butuh sekitar 1,5 jam untuk sampai di sana.

Cuaca di Malang pagi ini sangat cerah, mungkin karena hujan sudah menumpahkan kesedihannya semalam. Masih ada sisa-sisa bukti di beberapa pinggir aspal jalan yang sedikit penuh dengan kubangan air. Aroma pagi Malang juga sangat melekat, membuat semua orang entah itu orang asli Malang atau bukan pasti akan betah berlama-lama. Sejuk sekali.

Perjalanan mereka lebih mengasikkan lagi saat akan mendekati lokasi panti jompo. Semua orang pastinya menyukai jalanan pegunungan yang teduh dibalik pohon-pohon besar. Apalagi ketika mengendarai sepeda motor, sedikit memacu adrenalin akan lekuknya jalan tapi terpuaskan dengan pemandangan indah apalagi awan ketika pagi belum naik.

•••

Tidak berapa lama mereka sampai di tempat tujuan.

Pemilik yayasan sudah mempersiapkan kedatangan anak-anak SMA ini dengan menyambut hangat semuanya di depan pintu. Ini adalah acara tahunan yang tujuan pasti salah satunya adalah panti jompo di sini. Selain karena lokasinya lumayan dekat dengan sekolah dibanding panti jompo lain, panti jompo ini butuh lebih banyak bantuan karena tempatnya yang sulit dijangkau kendaraan besar, mengingat kondisi jalan yang tidak memungkinkan.

"Eh mbak Sasa, ikut lagi to tahun ini?" Sapa Kakek Siman pada Keysa yang sangat antusias sekali dengan kedatangan anak-anak.

Sebenarnya dengan kedatangan anak-anak inilah yang menjadi obat bagi semua kakek dan nenek di panti ini. Pastinya mereka bisa merasakan kehadiran seorang anak atau cucu sehingga setidaknya rasa sepi itu bisa hilang.

Mengingat latar belakang kehidupan Kakek Siman yang ditelantarkan oleh anaknya sendiri karena tidak mau merawat dirinya. Diusianya yang sudah tiga perempat abad ini dia sungguh hanya ingin hidup bahagia saja. Tidak peduli lagi tentang bagaimana kabar anaknya. Anak kandungnya sendiri pun pasti sudah melupakannya.

Keysa menjadi salah satu pelipur kesedihan dari kakek satu ini. Dia sudah lumayan tau dengan kehidupan yang Kakek Siman ceritakan. Kakek Siman sudah dianggap kakek Keysa sendiri.

"Kekkk, apa kabar? Sehat-sehat kan kek? Darah tinggi kakek nggak kambuh lagi kan kek?" Keysa mendekat mencium tangan kakek tua itu. Memeluknya erat beberapa detik kemudian dilepasnya lagi.

"Baik Mbak Sa, nggak usah khawatir, kakek sehat. Mbak Sa gimana?"

"Ya tentu baik dong kek, seperti yang kakek lihat hehehe." Keysa tersenyum kecil menatap laki-laki tua di depannya itu.

Dari raut muka Kakek Siman sebenarnya tidak terlihat sudah berumur. Dia sangat bugar sekali dibandingkan penghuni panti yang lain. Bahkan terkadang yang paling banyak mengumpulkan daun teh adalah Kakek Siman ini. Tinggi Kakek Siman kira-kira 150 centi meter, setara dengan tinggi sebahu Keysa. Sehingga terkadang Keysa membungkuk saat berbicara sambil berdiri.

"Ohya kek, punya cerita apalagi? Sasa mau dengerin dong," rengek Keysa.

Sebenarnya panggilan Sasa sedikit asing bagi teman-teman Keysa. Di panti jompo ini, nama Keysa kadang sulit diucapkan oleh kakek dan nenek-nenek. Sekalipun bisa, Keysa akan menjadi Kesa dalam pelafalannya. Maka dari itu mudahnya menurut Keysa lebih baik dipanggil Sasa saja.

"Tentu-tentu, ayuk ke pendopo belakang. Sambil liat ijo-ijo hahaha."

"Yuk kek!"

bersambung...

GEMA (PROSES REVISI) - Bacaen sampai page 21 duluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang