GEMA|13

123 15 2
                                    

"Pa, Ma?" panggil Reno dengan suaranya yang parau.

"Kamu sudah sadar nak?" tanya tante Lisa yang sedari tadi duduk di samping kanan Reno.

Reno tahu bahwa dia tidak sedang berada di kamarnya. Dia di rumah sakit dan dia tau itu. Isi kepalanya berusaha mengingat apa yang menyebabkan dia harus di rawat. "Aku pulang aja ma." Ucapnya sambil berusaha bangun.

"Reno, kamu jangan keras kepala. Dulu papa udah bilang kalau kamu akan berobat ke Singapura. Sekarang udah saatnya Reno. Kamu harus sembuh."

"Tapi pa,.." sela Reno.

"Papa sudah urus semuanya, termasuk sekolah kamu. Besok kita akan berangkat sama-sama. Dokter udah mengurus berkas-berkasnya."

Mata Reno melihat seisi kamar, berusaha mencari di mana letak jam di ruangan itu. "Huftt" Dia merebahkan badannya lagi setelah mengetahui sudah pukul tujuh malam.

"Ayolah nak, jangan keras kepala seperti ini. Kondisimu semakin memburuk apabila tidak segera ditangani," tante Jeslyn mencoba merayu, berusaha agar anaknya bisa berobat dan sembuh.

"Tapi ma, Keysa masih butuh aku."

"Memang saat memperjuangkan suatu, beberapa hal harus dinomor-duakan. Tapi jangan pernah menomor-duakan kesehatan. Keysa akan membaik selang beberapa saat, lalu kamu? Mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya saat tau bahwa sahabatnya telah mengorbankan hidup demi menjaga dia. Bagaimana, masih tetap bersikukuh untuk tidak pergi ke Singapura?"

Reno tidak membalas. Kali ini orangtuanya benar. Dia harus sembuh. Setelah dia sembuh, dia bisa menjaga Keysa. Tiba-tiba Reno teringat akan bagaimana kondisi Keysa sekarang. Berusaha mencari ponselnya yang entah ditaruh di mana ponsel miliknya itu.

"Ma handphone aku mana?"

"Ya di ruang tamu dong Ren. Mama nggak kepikiran buat bawain ponsel kamu lah."

"Duh gimana ya." Reno memikirkan suatu cara agar bisa mengetahui keadaan Keysa. Mana mungkin dia pergi ke ruangannya dengan membawa infus di tangan. Yang ada malah semua orang berfikir yang tidak-tidak tentangnya. "Ma aku boleh pinjem handphone mama?"

"Iya nggak papa, ini," Tante Lisa menyodorkan handphone yang dia pegang. Reno menggeser-geser layar berusaha untuk menemukan sesuatu.

"Mama nggak punya nomornya Keysa? Tante Jeslyn? Om Frans?"

"Sebenarnya ada tapi handphone mama kan minggu lalu baru aja kena virus yang kiriman di grup arisan itu, jadi semua data terhapus."

"Papa punya?"

"Kayanya kalo Om Frans punya deh, tapi ngak tau masih aktif atau nggak. Papa jarang kontak juga." Om Bram merogoh kantong sisi kiri, mengusap ponsel beberapa saat kemudian menunjukkan kontak bertuliskan "Pak Bram".

"Nih."

"Nomor yang anda tuju sedang tidak akif atau sedang di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."

"Nggak aktif lagi." Reno memikirkan satu cara agar bisa menghubungi Tante Jeslyn dan menanyakaan keadaan Keysa. "Mama ada grup arisan di komplek? Tante Jeslyn masuk di grup itu kan?"

"Oh iya ya. Ada ada, coba kamu cek whatsapp mama Ren."

Dia mengecek grup whatsapp milik ibunya beberapa saat lalu meletakan handphone di dekat telinga. "Halo, tante?"

"Iya halo, Lisa?"

"Bukan, ini Reno tante. Aku minjem handphone mama."

"Oh Reno, tante tadi udah kirim pesan ke kamu kan? Tante kira pesannya belum masuk, soalnya tante belum sempet nelpon kamu tadi. Keysa udah sadar kok. Kata dokter sekarang kondisinya lebih baik dari kemarin. Kamu istirahat aja nggakpapa. Udah ada Kelvin dan temen-temennya kok di sini."

GEMA (PROSES REVISI) - Bacaen sampai page 21 duluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang