GEMA|14

90 16 0
                                    

"Jangan bermain-main dengan rindu. Nanti malah rindu yang bermain-main denganmu."

Reno Aditya, 2018


"Docter, patient is critis," suster yang memeriksa keadaan Reno tiba-tiba berteriak dan keluar menuju ruangan dokter tepat beberapa meter di sebelah ruangan Reno.

"What happen doctor John?" tanya Ayah Reno setelah menunggu beberapa menit sebelum dokter John keluar dan menjelaskan semuanya bahwa kemoterapi kali ini memberikan efek yang sangat besar terhadap kondisi Reno. Tubuhnya melemah.

Setelah selesai berbicara dengan dokter, Om Bram dan Tante Lisa menuju ruangan Reno dan mendapati anaknya sudah sadar.

"Are you okay Ren?"

"I'm okay mom," Reno mengulas senyum. "Jangan khawatir ma, aku masih kuat kok."

Beberapa saat kemudian Tante Lisa bergegas menuju pintu, tangan kanannya meraih pegangan pintu hingga terbuka. Langkahnya buru-buru, tanpa disadari bahwa Om Bram mengikutinya.

Tepat beberapa langkah dari ruangan Reno, dia menyadari bahwa suaminya mengikuti dia. Dia berbalik, melipat kedua tangannya. Tatapan tajam menghadap ke depan berubah jadi isak tangis.

"Maa." Om Bram memeluk Tante Lisa. "Udah ma. Reno pasti sembuh."

Tante Lisa melepas pelukan suaminya, "Udah sebulan pa Reno di sini. Mau sampe kapan?"

"Sampe Reno sembuh ma. Ayo lah ma jangan sedih terus kayak gini. Saat- saat seperti ini yang bisa kita lakuin cuma sabar, kita berdoa terus buat Reno ma."

Sudah satu bulan Reno dirawat di Lassalle Changi Hospital, sebuah rumah sakit terkenal di Singapura. Tempat di mana Reno menjalani kemoterapi dan berbagai macam perawatan intensif agar dia sembuh dari kanker otak yang dideritanya. Rambutnya sudah hilang, kini kepalanya botak, sama seperti waktu dia berumur tujuh tahun saat dia terobsesi dengan avatar.

Lucu ketika dulu waktu kecil kepalanya yang botak terkena sinar matahari saat upacara, maka seketika panas seolah bertambah karena ada dua matahari kata kawan sepermainannya. Sekalipun itu, Reno tak pernah terusik.

Di atas tempat tidur, Reno terlihat memainkan handphone miliknya. Tidak peduli tangan kirinya sedang diinfus dan menyulitkan gerak-gerik jari-jarinya. Entah ini pesan singkat ke berapa yang Reno sudah kirim untuk.

Reno bisa saja menelpon Keysa dan menanyakan bagaimana kabar Keysa, namun dia tahu bahwa nanti Keysa pasti akan bertanya mengapa Reno pergi ke Singapura. Dan itu akan membuatnya berbohong lagi. Reno tidak ingin kondisi kesehatannya diketahui. Dia juga sudah memberitahu orang tuanya agar tidak menceritakan keadaannya kepada siapapun.

Berbaring di kasur rumah sakit membuatnya hampir mati kutu, tidak tau lagi apa yang harus dia lakukan. Sesekali memang ibunya mengajak berkeliling rumah sakit dengan kursi roda, tapi rute yang sama membuatnya kehilangan akal lagi untuk mengusir rasa bosan. Pada akhirnya salah satu hiburan hanya ponsel dan beberapa aplikasi social media lainnya. Sesekali postingan baru Keysa membuatnya yakin bahwa sabahatnya sedang baik-baik saja. Sakit ternyata saat chat tidak ada balasan namun orang yang di chat malah memposting di social media seakan tidak ada apapun.

"Ck," Reno melihat postingan Keysa yang baru saja muncul di instagramnya. Foto itu memperlihatkan Keysa sedang berada di lapangan basket dengan menunjukkan botol tumblr yang dia bawa. Foto Keysa tidak ada yang buruk, tapi laki-laki yang ada di dalam foto itu yang membuat buruk hatinya. Kelvin mengenakan jersey merah berada sangat dekat di samping Keysa. Keringat yang bergelayutan sudah dapat disimpulkan bahwa foto itu diambil sehabis dia main basket.

Tak lama kemudian Reno menutup teleponnya, "Brengsek," itu kata yang keluar sesaat setelah dia membanting handphonenya di atas kasur. Sejak saat itu, Reno tak lagi menghubungi Keysa. Yang dia lakukan hanya bisa menerka-nerka apakah Keysa benar-benar melupakannya. Membencinya, atau bahkan tidak mau lagi bertemu dengannya. "Masak iya dia masih marah gara-gara pas di Puncak Bintang dulu?" Pertanyaan itu selalu muncul bahkan menghantui dirinya. Membuat dia ingin segera kembali ke Indonesia.

Mendengar Dokter meramalkan usia Reno tidak akan lama lagi. Tidak membuat Reno menyerah sedikitpun, dia percaya bahwa kemustahilan itu akan menjadi mungkin di tangan Tuhan.

"Jangan sedih ma, pa. Jangan khawatir, Reno bukan anak kecil lagi," ucap Reno ketika dulu pertama kali menjalani kemoterapi. Perkataan itu benar. Beberapa minggu kemudian Reno dinyatakan sembuh dari kanker otak. Dia berhasil mempertanggungjawabkan perkataannya.

Tidak ada yang bisa memastikan kematian akan menjauh. Bahkan orang-orang yang memperkirakan kematian itu semakin dekat malah semakin tidak percaya ketika mengetahui bagaimana proses bertahan dari kematian itu. Faktanya bukan baru kali ini kanker otak bisa disembuhkan meski kemungkinan sembuh itu sangat kecil. Di dunia ini sudah pernah ada beberapa orang yang sembuh. Dan itu fakta.

Satu minggu setelah Reno dinyatakan sembuh total, dia akhirnya kembali ke Indonesia. Tidak ada yang berubah, kecuali Keysa. Kehadiran Reno kembali di sekolah membuat semua orang terkejut, sebab sudah sekian lama dia tidak masuk sekolah.

Tidak ada yang berubah, Reno tetap menjadi pria tampan yang disukai banyak anak perempuan. Apalagi adik kelas. Badannya yang tegap dan tinggi mampu menghipnotis para wanita yang sedang dilewatinya. Dia juga ramah. Berbeda dengan Kelvin yang kaku dan menakutkan meski faktanya Reno dan Kelvin sama-sama tampan. Tapi Reno lebih asyik dan dia tidak sombong saat disapa. Ya begitulah Reno. Idaman katanya.

"Reno!!" panggil Bu Ani dari kejauhan yang sudah mengetahui kehadiran Reno pagi itu.

"Iya bu?" Reno menengok ke belakang mencari datangnya suara.

"Silahkan ke ruangan saya sebentar"

"Iya bu" Reno mengangguk tersenyum. 


Bersambung...

GEMA (PROSES REVISI) - Bacaen sampai page 21 duluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang