GEMA | 16

102 15 4
                                    

Beberapa menit setelah bel berbunyi sebagian kelas memang sudah ada guru. Sehingga pelajaran akan segera dimulai. Pagi itu Reno berjalan menuju ruang kelasnya, 11 IPA 2. Yang ruangannya berseberangan dengan kelas 11 IPS 1. Tidak lain merupakan kelas dari Kelvin.

Namun beruntung sekali area itu karena kelas mereka dibatasi beberapa larik kolam dengan air mancur yang membuat siswa-siswa tidak bisa menyebrangi atau melangkahi kolam tersebut. Kecuali kalau mereka mau basah kuyup.

Selain itu Kelvin dan Reno tidak bisa berkelahi di sana. Itulah yang membuat area itu beruntung. Sebab apabila sekali berkelahi, mereka tidak segan-segan menghancurkan apapun di sekelilingnya. Membuat semua orang ngeri apabila melihatnya. Kelas Reno ternyata sudah ada guru. Sepertinya belum cukup lama, sebab terdengar suara "Wa'alaikumsalam Warroh Mattulohi Wabarakatuh," sebagai balasan dari ucapan salam Pak Eko. Guru bahasa Indonesia saat itu.

"Permisi pak," ucap Reno sambil mengetuk pintu. Semua orang melihat ke arahnya. Terkejut bukan main bahwa seorang Reno Aditya telah hadir kembali setelah sekian lama.

"Reno?" Sontak semua kelas mendadak ramai.

"Kemana aja Ren?" tanya Dodi.

"Masih inget sekolah?"

"Hahahaha"

"Sudah sudah, jangan ribut," kata Pak Dodi berusaha menenangkan suasana. Beliau lalu mendekati Reno. "Silahkan masuk Ren," tambahnya lagi.

"Siap pak," jawab Reno sembari melangkahkan kaki ke arah kursi duduknya di belakang. Namun belum sempat melangkah "Eitsss," ucap Pak Dedi menghentikan langkah Reno.

"Plis jangan disuruh bersihin toilet di gudang belakang pak. Seremmm."

"Hahahaha." Semua anak di kelas itu tertawa. Kecuali Keysa.

"Apaan sih, garing," gumam Keysa. Namun suaranya di dengar oleh Iren.

"Gayamu sok tegar padahal ambyar hahaha," kata Iren sambil sedikit terkekeh. Sesaat dia mengingat sesuatu lalu dengan cepat dia menoleh ke arah Keysa.

"Kenapa ngelihatin aku kayak gitu? Serem tauk," ucap Keysa sedikit memiringkan badan dan membuatnya sedikit menjauh dari Iren. Tatapan mata Iren semakin terfokus ke arah Keysa. Seperti tatapan tajam yang mematikan. Wajahnya sedikit dia majukan agar bisa melihat wajah Keysa dengan jelas. Seolah sedang memastikan bahwa kawannya baik-baik saja. "Mau ngecek jantungmu aja, copot nggak?"

Keysa menghela nafas panjang. Kini posisinya sudah seperti semula.

"Irennnn!"

"Lepas jaketmu. Sudah bel masih aja pakai jaket. Dikira pangkalan ojek." Kata Pak Dodi

"Iya pak iya."

Setelah melepaskan jaket dan memasukkannya ke dalam tas, Reno meneruskan langkah yang sempat terhambat tadi. Melihat sedikit ke arah tempat duduk Keysa. Memastikan bahwa dia sangat bahagia akan kedatangannya. Tapi ternyata tidak. Buktinya senyum sama sekali tidak terlihat. Yang sebenarnya terjadi adalah kebisuan. Reno pun hanya diam. Tidak mengucap salam rindu untuk Keysa. Apalagi menyapa, tidak. Reno tidak melakukan itu. Dia hanya diam. Diam dengan fikiran yang dipenuhi ingatan, kebimbangan, dan segalanya. Reno sedang tidak baik hari ini.

"Kukira kamu benar-benar berubah jadi orang asing. Sekarang aku mengerti.

Perempuan itu kalau cemas lucu sekali. Dia pura-pura bersikap dingin agar disapa lebih dulu."

Reno Aditya Bramastyo

"Hah? Mama," Reno terkejut saat mengetahui ibunya ada di ruangan Bu Ani. Hari itu sepertinya banyak sekali panggilan ditujukan kepadanya, termasuk urusanya dengan kepala sekolah yang sempat tertunda pagi tadi.

Di tutup lagi pintu yang barusan dibuka. Lalu dengan berbagai pikiran yang muncul, dilangkahkan kakinya pelan-pelan. Sambil menganalisa sesuatu tentang kemungkinan yang akan terjadi.

Tante Lisa tidak menjawab. Dia hanya tersenyum menyambut Reno dari tempat duduknya.

"Duduk Nak," ucap Bu Ani mempersilahkan.

"Makasih Bu." Dengan sedikit ragu dan penuh tanya, dia duduk di samping ibunya. Sejenak

Suasana jadi sedikit hening. Tapi sedikit, sebab di luar banyak suara anak-anak sedang bercengkerama. Maklum, masih waktunya istirahat.

"Ada apa ya bu?" tanya Reno memecah suasana.

"Begini nak," kata Bu Ani. Beliau menghela nafas panjang dan meneruskan perkataannya. "Ibu sudah tau semuanya dari mamamu." Akhirnya Bu Ani menyelesaikan perkataannya meski berat.

Reno tersenyum. Dalam hati dia berkata, "Sudah kuduga."

"Semenjak tidak masuk sekolah, banyak sekali materi yang terlewati. Tapi ibu sudah bilang ke mama kamu supaya menambah jadwal les. Nanti kamu bisa tanya Keysa juga perihal materinya." Reno tersenyum tipis mengingat Keysa. Dia saja masih bingung mau menyapa bagaimana.

"Saya udah menduga Bu," jawab Reno.

"Jaga kesehatan ya, Nak,"

Entahlah, semua orang di ruangan itu tersenyum. Padahal berita buruk itu bisa saja menghapus senyum mereka. "Berapa lama kamu divonis kanker?" tanya Bu Ani.

"Sejak pertengahan tahun lalu."

Kepala sekolah di hadapannya itu tersenyum lagi. Senyum yang tidak henti tersirat. Matanya bersinar bukan karna iba atau kasian pada Reno. Tapi beliau bangga. "Bukan Reno kalo tidak sekuat ini." Tambahnya.

Hari pertama Reno masuk sekolah sudah membuat fikiran Reno jadi sedikit kacau. Lebih kacau tepatnya setelah Keysa sama sekali belum menyapanya. Sebelum ke kelas Reno tidak melupakan rencananya untuk menemui Kelvin. Sudah diduga bahwa Kelvin sedang duduk di depan kelasnya dengan menyilangkan kaki. Mirip seperti bos dengan beberapa anak buah di dekatnya. Apalagi bajunya yang compang-camping masih saja tidak berubah.

Berbeda dengan Reno, dia memang sedikit nakal. Tapi dia tidak separah Kelvin. Reno bisa menempatkan dirinya di manapun dia berada. Dan di sekolah, dia harus mematuhinya. Apalagi dia anak OSIS.

Dibandingkan Kelvin, Reno lebih penyayang. Dibandingkan Kelvin pula, Reno lebih jagoan.

Dia pernah menjuarai Kejuaraan Taekwondo saat SMP dulu. Meski hanya setingkat provinsi. Tapi kemampuannya sudah sangat luar biasa. Selain game, dia suka olahraga. Kecuali sepak bola. Mungkin karena dia tidak jagoan di lapangan asli, tapi arena game Playstation. Ya begitulah Reno.

Saat perjalanan menuju kelas Kelvin. Tiba-tiba bel tanda istirahat selesai berbunyi. Itu artinya rencana Reno menemui Kelvin ditunda. Kelvin yang mengetahui kehadiran Reno di sekolah hanya bersikap pura-pura tidak tahu. Seolah tidak terjadi apa-apa.

"Tunggu aku di gerbang sekolah," gumam Reno sambil berlari menuju ruang kelasnya. Dia tahu bahwa Kelvin sedang melihatnya. Maka dari itu pandangan mereka sempat saling bertemu. Seolah mata mereka bertengkar dari jauh.


Bersambung... 

GEMA (PROSES REVISI) - Bacaen sampai page 21 duluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang