BAB 04

227 36 3
                                    


Suara burung camar di ranting pohon bersahutan dari dahan ke dahan. Tuan Choi bersenandung pelan sembari menata sarapan di atas meja. Sejak Ibu Yuju tiada, pria paruhbaya itu terpaksa harus menjalani dua peran sekaligus. Menjaga, merawat dan membesarkan Yuju dengan sepenuh hati. Ibu Yuju meninggal ketika Yuju berusia 8 tahun. Sejak saat itu Yuju dan sang Ayah berjanji untuk saling menjaga, bahkan pikiran untuk mencari sosok pengganti sedikitpun tak terlintas. Karena pada nyatanya pikiran itu hanya terfokus untuk masa depan Yuju.

"Ah... Ayah!" Suara teriakan Yuju yang melengking itu memenuhi setiap penjuru rumah. Ia berada di kamar mandi. Ayah pikir Yuju berteriak karena ada kecoa atau hewan lainnya. Ia pun tak menyahut, pria itu kembali bersenandung dan menata makanan di atas meja.

"Ayah!!" Yuju kembali berteriak. Tuan Choi berdecak menggelengkan kepala. Putrinya itu sungguh merepotkan dan juga cerewet.

Ia menghampiri sumber suara itu. Yuju sudah ada di luar kamar mandi dengan rambut penuh busa. Mata Yuju sepenuhnya tertutup karena busa shampo itu.

"Kenapa air tiba-tiba mati?" Tanya Yuju.

"Ah iya! Ayah lupa belum membayar tagihan air." Tuan Choi menepuk dahinya.

"Lalu bagaimana dengan rambutku? Aku harus membilas dengan apa?" Nada bicara Yuju terdengar jengkel. Ini situasi yang amat ia benci.

"Ayah ingat di dalam kulkas ada air mineral."

"Dalam kulkas? Itu pasti sangat dingin." Yuju mengernyit.

"Lalu apa kau mau seperti itu terus?"

Yuju menggeleng. Ayahnya benar, tidak mungkin ia seperti ini, sementara ia harus bergegas pergi ke sekolah untuk ujian tes terpilih.

Yuju terlonjak ketika teringat Kata ujian. Tidak mungkin ia melewatkan satu moment yang ia tunggu dari tahun ke tahun. Semangatnya untuk mengikuti olimpiade Matematika berkobar-kobar. Tahun ini ia ingin kembali menjadi perwakilan Sekolah Hanyoung.

"Ayah, mana air mineral itu?" Ucap gadis itu meraba  jalan di depannya, persis seperti orang buta yang lupa tak membawa tongkat.

"Kau tunggu di sini, Ayah akan mengambilkan untukmu!"

Beberapa detik Ayah Yuju kembali dengan tangan kosong.

"Ayah mendapatkan air itu?"

Tuan Choi menggeleng "Dalam kulkas hanya ada sebotol Anggur dan juga sari jeruk."  Ucapnya dengan ragu.

"Ayah, aku harus segera berangkat ke sekolah!" Ucap Yuju kecewa.

Ayah Yuju nampak diam dan berfikir. Dan terciptalah ide brilliant di kepalanya. "Ayah punya jalan keluar." Ucapnya sembari menarik lengan Yuju. Sementara Yuju hanya pasrah ketika dirinya terbawa arus sang Ayah. Tetapi sebelum itu Yuju mencuci mukanya dengan sisa air di kran wastafel.

Mereka berhenti tepat di depan pintu rumah tetangga sebelah. Satu-satunya bala bantuan ketika seseorang dalam keadaan genting hanya tetangga terdekat saja.

Tuan Choi nampak menekan bel rumah itu. Butuh waktu berkali-kali untuk memanggil sang penghuni rumah yang berada di dalam sana. Dan beberapa saat seorang wanita paruh baya keluar membuka pintu gerbang tersebut.

"Selamat pagi Nyonya Yang, maaf kami menganggu kegiatan pagi di rumah anda." Ucap Tuan Choi merasa bersalah.  "Bisakah putriku meminjam sebentar kamar mandi di rumah anda? Kebetulan air di rumah kami sedang sedikit bermasalah dan ia harus segera berangkat ke sekolah."

Nyonya Yang tersenyum senang "tentu saja boleh. Silahkan masuk!" Ia mempersilahkan Yuju dan juga Ayahnya masuk ke dalam

"Terima kasih, Bibi." Yuju menganggukkan kepalanya.

I Think I Love You (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang