Yang Yoseob duduk bersandar dibingkai jendela dengan kaki yang menjuntai. Menatap jendela sebrang dengan wajah sendu penuh sejuta luka. Surat dari Yuju? Ia bahkan berkali-kali membacanya. Berkali-kali menatapinya hingga lembaran surat itu terlihat lusuh dan kusut.
Yuju juga menyelipkan alamatnya yang ada di Busan. Namun Yoseob seakan tak berkutik. Lagipula percuma saja jika benar Yoseob datang untuk menemui Yuju. Paman Choi akan menghalangi pertemuan mereka karena ia jelas menentang hubungan ini. Iya, Yoseob tahu bahwa Paman Choi tak sebenci itu pada dirinya. Ia begitu terobsesi dengan masa depan Yuju, begitu menyayangi putrinya sehingga ia menduga-duga Yoseob akan melakukan hal ia takutkan. Padahal sejatinya, Yoseob amat menyayangi Yuju. Seorang gadis yang telah merubah dan mewarnai hidupnya.
"Memikirkan apa?" Sebuah tangan lembut perlahan menepuk pundak Yoseob.
Yoseob serta merta tersenyum singkat ketika Ibunya datang menghampiri. Sejenak kemudian ia kembali menatap kosong jendela kamar sebrang yang telah pergi penghuninya. Bayangan Yuju tersenyum dan melambaikan tangan itu berputar seperti video klip.
Nyonya Yang amat paham apa yang dirasakan putra semata wayangnya. "Jangan terlalu terpuruk. Kau harus semangat!" Nyonya Yang mengepalkan tangan, menyalurkan semangat. "Perjalanan hidupmu masih panjang dan kau harus menjadi putra yang kubanggakan."
Yoseob merasa semakin rapuh melihat semua itu. Pria itu menatap ibu dengan linangan air mata tertahan, menuntut jawaban atas apa yang ia rasakan. "Ibu, Aku sangat mencintainya. Aku tidak sanggup menjalaninya."
"Bersabarlah! Semua tergantung ke mana hatimu berhaluan."
"Apa Yuju akan tetap mencintaiku hingga nanti takdir mempertemukan kembali? Bagaiman jika perasaan Yuju berubah?"
"Biarkan takdir yang menjawabnya nanti. Sekarang, pilihan ada di tanganmu. Kau memilih melupakan, atau mengenggam semua kenangan itu. Karena seberapa keras kita berusaha untuk bersama, tetap saja, takdirlah yang menentukan." Ucap Nyonya Yang dengan bijak.
"Takdir? Apakah sebegitu tergantungkah kehidupan kita pada yang namanya takdir? Kenapa harus takdir yang berkuasa menentukan jika kita juga memiliki hak untuk menentukan pilihan hidup."
"Memang sudah begitu seharusnya, Sayang. Jika manusia memiliki hak untuk menentukan, tetap saja takdir yang memegang keputusan. Jika manusia memiliki rencana yang tersusun, tapi Tuhan berhak merubah daftar itu tanpa kau menyangkanya . Sekarang apa kau paham?"
Matahari semakin meninggi di atas cakrawala. Cahayanya yang hangat dan berpendar-pendar menerobos masuk melalui jendela yang ia buka lebar. Yoseob kembali membelakangi Ibu, menatap kembali jendela sebrang yang tak lagi berpenghuni.
Rasanya sulit diterima jika kenyataanya harus seperti ini. Tapi semua yang dikatakan Ibu benar.
******
Sore hari Matahari hampir tumbang di kaki langit sebelah barat. Burung-burung pun mulai terbang pulang pada masing-masing sangkar pohon secara beramai-ramai. Kopi sore masih mengepul panas mengeluarkan aroma hangat nikmat. Berlembar-lembar koran yang datang pagi tadi tampak masih utuh tak tersentuh.
"Ayah, aku ingin ke pantai." Ucap Yuju secara tiba-tiba. Membuat Ayah batal menyeruput kopinya. Pria itu sedikit mencondongkan wajah, menatap anak gadisnya yang sedang berdiri di sisinya.
"Aku hanya ingin ke pantai. Jangan khawatir, aku tidak akan kabur menemui Yoseob." Ucap gadis itu terang-terangan menyindir. Seolah sengaja membuat Ayah merasa bersalah akibat hal yang telah ia lakukan pada Yuju.
Ayah mengangguk memperbolehkan, atau mungkin saja sedikit tak enak hati, karena apa yang ia lakukan sedikit merubah sikap Yuju padanya. "jangan pulang terlalu malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I Love You (✔️)
RandomStatus: Done √ Yang Yoseob X Choi Yuna {Yuju} 하이라이트 X 여자 친구 Yuju merasakan Harinya sial saat pertama kali bertemu Yang Yoseob, si murid baru yang angkuh dan menyebalkan. Kesialan itu semakin bertingkat saat fakta mengungkapkan bahwa Pria itu adala...