BAB 02

332 47 5
                                    

Di Distrik Mapo, di sebuah Rumah yang sederhana beraksitektur tradisional korea Yuju tinggal bersama Ayahnya. Hanya tinggal berdua, pasalnya ibu Yuju Sudah meninggal beberapa tahun yang Lalu. Tuan Choi berjualan ramen di Kedai pinggir jalan .

Yuju berdiri di teras depan Rumahnya. Berkali-kali ia menengok ke arah kejauhan, seolah ia sedang menunggu seseorang. Dengan pakaian santai yang dikenakanya malam ini, gadis itu memasukkan Satu tanganya dalam saku , sedang tangan yang lainya mengutak-atik ponsel yang sedari tadi begitu membosankan menurutnya.

Ia tersenyum dan segera memasukkan Ponselnya ke dalam saku ketika ia melihat pria paruh baya itu berjalan ke arahnya sembari menenteng kantong plastik berwarna hitam .

"Ayah!" seru Yuju, sementara seseorang di sana terlihat tersenyum dan menghampiri Yuju.

"Kau telat pulang 10 menit." Yuju melirik jam tangannya sejenak.

Pria itu terkekeh dengan sikap dan kebiasaan putrinya yang setiap hari mengaturnya dan mengharuskan selalu tepat waktu .

"Apa yang Ayah bawa? Yuju menengok isi di dalam kantong itu .

"Sup tulang sapi. Apa kau sudah makan?" Tanya Tuan Choi pada Yuju sembari berjalan masuk .

"Wahh... kebetulan aku memang sudah lapar dan kebetulan sekali aku sudah membuat nasi hangat." Yuju berceloteh .

"Oh ya? jadi kau menunggu Ayah karena kau lapar. "

"Tidak, tapi karena mencium aroma sup inilah aku jadi lapar. Hmmm ...." Yuju memejamkan matanya, menghirup serta menyesap dalam-dalam aroma sedap itu .

"Sudah kau jangan berkhayal! lebih baik kau segeralah makan!"

"Bagaimana jualan Ayah hari ini? Apa semua lancar?" ucap Yuju sembari menggelayutkan tanganya manja pada lengan Ayahnya .

"Apanya yang lancar? Kau tau tadi hampir ada kekecauan di kedai Ayah. Mulai dari ada seorang preman yang meminta ramen gratis  secara paksa dan juga .... " Tuan Choi mulai bercerita tentang kejadian yang dialaminya seharian ini. Mereka masuk ke dalam rumah dan bercerita panjang lebar .

****

Pria itu menatap bangunan rumah mewah itu dari luar gerbang besi. Ia tertegun dengan kenyataan bahwa kini rumah itu bukan lagi tempat tinggalnya. Tempat tinggalnya yang serba dengan segala kecukupan, segalanya yang ia inginkan pasti  dengan cepat bisa ia miliki.

Dan disaat Yang Yoseob masih menenatapi Bekas Rumahnya,  Berbeda dengan sang Ibu yang kini sedang kerepotan karena barang-barang yang dibawanya. Koper,  tas serta Segala barang barang penting itu diseretnya sendiri. Ia begitu terlihat seperti  kelelahan karena sedari tadi hanya dia sendiri yang  melakukannya. Terlebih-lebih ketika ia melihat sikap Acuh putranya itu. Bagaimana tidak? Sebagai pria yang tenaganya lebih kuat, seharusnya ia membantu meringankan beban Ibunya, tetapi ia hanya bersedekap dengan memasang wajah Angkuhnya. Terbiasa hidup berkecukupan serta selalu dimanja membuat Yoseob memelihara sifat buruknya.

"Ayolah Yoseob, kau bantu Ibu membawa semua ini!" Pinta Sang Ibu.

Yoseob malas melakukan sesuatu. Ia tetap diam tak mau tahu kini Sang Ibu sedang butuh bantuannya.

"Sudah kubilang aku tidak ingin pindah dari rumah ini!" Ucapanya dengan nada Angkuh dan jutek.

"Kau ini sudah cukup mengerti untuk masalah seperti ini bukan? " Nyonya Yang berharap putranya dapat mengerti keadaan keluarganya saat ini.

"Kemarin aku sudah menurut untuk pindah Sekolah,  dan sekarang harus pindah Dari Rumah ini, lalu besok apalagi?"

Yoseob memprotes keras keputusan sepihak dari ibunya. Sementara itu Nyonya Yang  menghela nafas dalam-dalam. Ia sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran Anak semata wayangnya itu. Tapi sedikit banyak ia masih bisa memaklumi semua itu. Yoseob  kini masih menginjak usia 17 tahun. Usia dimana pola pikiran seorang remaja yang masih melekat dengan sifat egoisnya.

I Think I Love You (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang