BAB 25

129 23 1
                                    

Yuju pulang terlambat. Dua jam lebih lama dari waktu biasanya. Kepulangannya disambut dingin dan acuh tak acuh. Amat terlihat jelas dari raut wajah Ayah. Mendadak Yuju merasa bersalah karena telah memulai dan memancing masalah lantaran keinginannya agar terkabul.

"Ayah, maaf, aku pulang terlambat." Ucap Yuju lirih. Mendekat dan berharap Ayahnya mau melihatnya.

"Tidak apa-apa." Jawab pria itu alakadarnya tanpa mau menatap Yuju.

"Ayah... sebenarnya hari ini aku membolos." Yuju memilih Jujur, daripada ia harus menutupi kebohongan lagi, daripada harus membuat masalah lagi dan lagi.

"Pihak sekolah sudah memberi tahu." Lagi-lagi pria parubayah itu memasang mimik wajah datar dan lebih memilih menyalakan Televisi. Sibuk mengganti-channel dari pada melihat Yuju di sisinya.

Tatapan dan nada suara yang seakan berusaha untuk tidak peduli itu menandakan kemarahan Ayahnya yang sangat menakutkan. Kemarahan Tuan Choi yang terbalut dalam diam dan membuat suasana menjadi tak nyaman sekaligus terasa asing.Yuju tak tahu harus berbuat apalagi, ia membolos hanya sekedar aksi protes agar ia diijinkan melanjutkan kuliah ke Sanghai. Tapi ternyata hal itu semakin menyulut masalah menjadi lebih besar bagaikan api yang berkobar semakin meluas.

Jadi, apapun yang terjadi dan seberapa keras ia berharap, Sanghai hanya akan menjadi angan dan mimpi.

"Ayah, aku mau ke kamar." Pamit Yuju. Gadis itu menunduk berjalan menuju kamar. Matanya hanya bisa menahan butiran air yang telah berada di ujung pelupuk.

Sikap Ayahnya yang asing menurut Yuju membuat gadis itu kian menyesal karena memiliki keinginanan kuliah di Sanghai. Seharusnya benar kata Ayah, tak perlu lah kuliah sampai keluar negri jika di Korea ia masih bisa menggapai cita-cita.

Tapi faktanya hati yang berkeinginan untuk kuliah di Sanghai sangat kuat. Ini adalah angan-anganYuju bahkan sejak ia menginjak kelas satu SHS.

Yuju menyeret kakinya dengan langkah kian gontai. Melempat ransel sekolah ke sembarang arah. Kemudian ia duduk menghempas di atas kursi belajarnya. Dengan wajah lelah ia menumpuk kedua tangannya di atas meja sebagai sandaran kepala.

Setelah kemarin ia baru saja menyelesaikan masalah dengan Yoseob, sekarang giliran masalah dengan Ayah yang tak kunjung ia temukan jalan keluar.

*****

Sarapan pagi terhidang di atas meja dengan beberapa menu. Namun suasana masih sama seperti kemarin, Ayah tak banyak bicara, ah... bahkan ia tak bicara sepatah katapun. Pria itu benar-benar mengacuhkan putrinya dengan pura-pura sibuk melahap sarapannya.

Makanan yang tersaji dengan begitu lezatnya tiba-tiba terasa hambar ketika masuk ke mulut. Yuju ingin bertanya,begitu marah kah Ayah sampai keberadaanya sama sekali tak dianggap seperti patung. Ia rindu Ayah yang berisik dan mengomel ini itu ketika mereka bersama.

"Ayah... aku, " Yuju mengangkat kepala, menandakan bahwa ia ingin mengatakan sesuatu.

"Habiskan sarapanmu! Ayah sedang terburu-buru." Pria itu menyudahi makan pagi yang mungkin hanya masuk ke mulut beberapa suap. Secepat kilat mengambil langkah cepat meninggalkan Yuju. Amat jelas jika ia memang menghindar untuk berbicara dengan putrinya. Mendadak hati Yuju seakan terlempar entah ke mana.

Yuju kembali merosot dan lesehan di lantai. Sikap Ayahnya yang begitu angkuh tak ayal membuat kedua matanya sekonyong-konyong memanas. Tanpa ditemani Ayah, Yuju semakin tak berniat untuk memakan sarapannya pagi ini. Ia terbiasa saat makan selalu diperhatikan oleh Ayah.

Yuju keluar rumah, bersiap untuk pergi ke sekolah meski sebenarnya ia benar-benar tak semangat berangkat. Lagipula ia merasa sudah tak ada gunanya belajar dan berusaha mendapatkan peringkat pertama sejak kemarin, sebab impiannya untuk kuliah ke Sanghai benar-benar sudah menjadi larangan keras dari Ayah, dan ia tak tahu apa sebabnya mengapa Ayah bersikeras melarang keinginan Yuju.

I Think I Love You (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang