BAB 09

170 27 0
                                    

Lembaran kertas itu ditatapnya dengan seksama. Terlihat raut wajahnya yang sulit diterka saat ia membaca apa yang ada di dalam tulisan itu. Semua seolah membuatnya bingung dan berkali-kali membuat alisnya nyaris menyatu. Pria itu kemudian membuka jendela kamarnya, berdiri sambil menatap kosong jendela di sebrang sana yang masih tertutup rapat.

"Kenapa kau sulit untuk dimengerti? Siapa sebenarnya orang yang kau sukai, siapa yang sudah menyakitimu hingga kau harus seperti ini kepadaku?"

Yoseob terus saja bergumam seorang diri menatap jendela kamar itu. Berharap seseorang di sana membuka jendelanya. Tentang perdebatan semalam rasanya ia ingin menyelesaikan semua. Semua harus jelas dan ia harus tau kenapa sikap Yuju menjadi sulit untuk dipahami. Padahal Yoseob sudah berusaha untuk tak peduli, ia berusaha mengabaikan semua itu, tetapi ia tak bisa. Bayangan Yuju seolah terus menghantuinya dan membuat pria itu tidak bisa tenang jika belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Kau melamun? Pantas saja sedari tadi Ibu memanggilmu tidak ada sahutan." 

"Maaf, Bu. Aku tidak mendengarnya."

"Kalau sudah selesai Lekaslah keluar!  Ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu."

Yoseob mengangguk. Ibunya melihat ada lembaran kertas di atas meja belajar Yoseob. "Apa ini?" Wanita itu terlihat hampir menyentuh kertas yang ada di meja tersebut.

"Bukan apa-apa, itu tugas bahasa dari sekolah. Aku baru menyelesaikannya pagi ini." Yoseob langsung melipat kertas itu sambil nyengir.

"Kau ini, seharusnya PR itu selesai kemarin malam."

"Maaf, Ibu, Aku ketiduran."

Nyonya Yang hanya berdecak menggelengkan kepala melihat kebiasaan putranya itu.

Yoseob menyimpan kertas itu kedalam guci  yang terletak di atas nakas. Pria itu kemudian keluar dari kamar dan mengekor pada sang ibu.

*****

Ketika sampai di sekolah, Yoseob langsung mencari  keberadaan Yuju. Belum sempat mencari, Yoseob sudah melihat Yuju  duduk manis di dalam kelas. Gadis itu pura-pura tak peduli dengan kedatangan Yoseob. Matanya menunduk dan tangannya sibuk menulis.

Yoseob duduk di tempatnya menjajari Yuju. Berkali-kali ekor matanya melirik gadis yang kini tak peduli dengan keberadaanya. Pria itu ingin mengatakan sesuatu. Tetapi ia takut jika semua itu malah akan membuat sifat sensitif Yuju muncul lagi.

Sampai beberapa menit suasana terasa lengang.  Dan Yoseob masih belum juga membuka suara. Sementara di dalam kelas hanya ada mereka berdua yang seharusnya bisa bebas berbicara. Tetapi kedua mulut itu sepertinya lebih memilih bungkam. Hanya terdengar dentaman jarum jam di dinding dan juga suara goresan pena Yuju yang beradu dengan kertas.

"Kau sedang menulis apa?" Yoseob akhirnya membuka suara dengan melontarkan pertanyaan sebagai alasan.

"Deary." Jawab Yuju seadanya. Nada bicaranya tampak terdengar bahwa ia malas berurusan dengan Yoseob.

"Maaf jika semalam aku mengatakan sesuatu yang membuatmu sakit hati."  Ucap Yoseob dengan raut wajah penuh arti.

"Tidak masalah."

Mendengar jawaban Yuju yang alakadarnya, Yoseob seolah beringsut tak berani untuk mengajak gadis itu bicara lagi. Berkali-kali matanya melirik canggung pada gadis di sebelahnya, yang kini seolah sama sekali tak menganggap keberadaanya.

Semua terasa berbeda entah karena alasan apa. Yoseob lebih suka dengan Yuju yang cerewet, Yuju yang judas dan Yuju yang kadang sikapnya membuatnya kesal. Ia lebih suka dengan Yuju yang selalu membuatnya tersenyum tanpa alasan. Tetapi sikapnya yang kini lebih cenderung pendiam, tatapannya terlihat angkuh dan ia seolah menghindar ketika harus bertatap muka dengan Yoseob. Hal yang sama sekali tak dapat ia mengerti dengan perubahan sikap Yuju padanya.

I Think I Love You (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang