BAB 28 {*Special Choi Yuju POV*}

126 22 5
                                    

"Apa-apaan ini?"

Aku terperangah mendengar suara itu. Sebuah suara yang membuat semua akan berubah dalam sekejap mata. Ayah menghampiri kami, kemudian bergantian menatap kami dengan kilatan amarah siap meledak.

"Ayah, aku... " ucapku menggantung. Aku tak tahu bagaimana aku menjelaskan semua ini. Sesuatu yang belum saatnya dijelaskan, kini ia seoalah menuntut ingin mendengar sekarang juga. Ayah menggeleng-geleng tak habis pikir. Kecewa karena aku telah melanggar larangannya yang mati-matian ia jaga dan ia percayakan padaku.

"Kau...? Berani sekali kau melakukan semua ini!" Ayah menampar Yoseob keras, membuat pria itu nyaris terjungkal ke belakang. "Apa kau puas sudah mengacak-acak masa depan putriku, Huh"

"Ayah! Cukup!" Teriakku histeris. Tangisku kian memecah melihat pemandangan menegangkan ini. Yoseob diam terpaku tertunduk. Memegangi bekas tamparan yang terasa panas dan memerah.

"Selama ini kau membohongi Ayah? Padahal Ayah sangat percaya bahwa kau mendengarkan apa yang Ayah katakan."

"Tapi Ayah, situasinya tak seperti yang Ayah pikirkan?"

"Situasi apa yang kau maksud?" Ayah menatapku dengan tatapan menyalahkan. "Apapun alasannya, berbohong tetaplah berbohong. Dan kalian memerankan dengan baik. Berpura-pura hanya menjadi sekedar teman dan tetangga, tapi kenyataannya..."

"Ayah... aku mohon jangan seperti ini." Pintaku memohon. Semua yang diucapkan mungkin akan membuat banyak hati terluka.

"Maafkan aku, Paman. Semua ini memang salahku." Yoseob angkat bicara.

"Tentu saja semua ini salahmu! Jadi, kau tau apa yang mesti kau lakukan?"

"Tapi Paman. Bisakah Paman mempercayaiku? Sedikitpun aku tak ada niat untuk merusak masa depan putri anda. Paman, kami saling menyayangi. Aku mohon, berikan aku sedikit peluang untuk membahagiakan Yuju."

Aliran darahku terasa dingin berdesir ketika mendengar ucapan Yoseob. Aku menatapnya penuh rasa campur aduk. Juga perwakilan rasa bersalah untuk Ayah, sebab Ayah mungkin akan membuatnya terluka.

"Kalian ini masih bocah ingusan. Tidak faham soal perasaan atau apapun. Asal kalian tahu perasaan kalian mungkin hanya perasaan main-main. Tak ada niat murni untuk membahagiakan, yang ada hanya untuk kesenangan."

"Ayah... Yoseob Oppa bukan pria seperti itu! Dia..."  Sergahku segera 

"Terus saja kau membelanya," Ayah membentakku. Sesuatu yang jarang sekali kutemukan saat bersamanya.

"Bukan seperti itu maksudku."

"Ayah hanya meminta kau untuk tidak berpacaran sampai sekolahmu selesai, hanya itu saja. Apa sulit menuruti permintaan Ayah yang satu ini?"

"Masalahnya, aku sulit menutupi perasaan ini."

"Putuskan hubungan kalian!" Ucap Ayah dingin. Suasana semakin terasa seperti laut kutub selatan bersama sepoi angin yang menggugurkan daun-daun kering.

Aku menggeleng kuat-kuat, menatap Yoseob yang juga sama memancarkan ketidak sanggupannya untuk mengakhiri yang tidak seharusnya berakhir. Bola matanya memancarkan linangan air mata yang mati-matian ia bendung dikelopak.

Ayah menyeretku pergi dari taman itu. Memaksakan langkahku hingga aku tersuruk-suruk. Dengan perasaan murkanya, ia tak mau tahu bahwa kekasarannya membuat lenganku terasa sakit. Aku berusaha meronta, tapi apa daya, kekuatannya jelas lebih besar ditambah lagi ia sedang diambang murka. Di saat seperti inilah sikap arrogant Ayah telah terlihat.

Aku menatap Yoseob penuh rasa sesal. Kebahagiaan yang baru kami bangun kini terpaksa runtuh dalam sekejap mata. Entah apa yang akan Ayah lakukan padaku setelah ini, sebab mungkin ia merasa tak dihargai saat seorang anak melanggar petuahnya yang amat ia percaya.

I Think I Love You (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang