Seorang gadis tengah berlari. Tubuh rampingnya bergerak cepat. Napasnya terdengar tak beraturan. Degup jantungnya berpacu cepat seirama dengan kecepatannya berlari.
"Hei kau jangan lari, Altha!" teriak seorang pria berbaju zirah keperakan. Pria itu terus berlari mengejarnya sembari memegang sebilah pisau.
"Tidak. Aku tidak boleh tertangkap," gumam Altha. Peluh keringatnya mulai mengucur deras.
Gadis itu semakin memacu kedua kakinya untuk berlari lebih cepat. Bahkan kini dia lupa jika tengah menggunakan gaun.
Gaun hitam yang sangat indah sebenarnya jika Altha tidak mencoba berlari di antara semak pepohonan di hutan itu.
Terus, dia mempercepat langkahnya. Semak belukar yang mengganggu perjalannnya, dihantam begitu saja. Dipikirannya hanya ingin selamat dari kejaran pria itu.
Sejujurnya dia tidak mengenal pria itu. Tapi nalurinya justru terus menyuruhnya untuk belari. Berupaya agar dia tidak tertangkap dari kejaran pria berbaju zirah itu.
"Aku harus selamat," batin Altha. Bola matanya bergerak memindai cepat. Mencari celah untuk tempat bersembunyi.
"Dimana?" Dia kembali berpikir sendiri. Rasa cemasnya semakin membuncah. Peluh di pelipisnya terus mengalir deras.
GOTCHA!
Gadis itu melihat sebuah rumah kecil. Rumah kayu yang tampak tidak dihuni oleh satu pun makhluk hidup.
Lebih cepat.
Dia melebarkan langkah kakinya. Berharap seseorang akan menyelamatkannya. Atau justru menghilang dari kejaran pria itu.
Derap langkah kakinya berhenti. Gadis itu kini tengah berdiri di depan rumah kayu itu.
Tangan mungilnya segera bergerak memainkan gagang pintu rumah itu.
"Tak terkunci!" gumamnya girang di sela-sela hembusan napas lemahnya.
Krieett
Pintu yang terbuat dari kayu itu terbuka. Altha begitu kegirangan akan selamat dari kejaran pria tak dikenal itu. Dia bergerak cepat memasuki rumah itu.
Sial, sebuah sinar putih menyilaukan matanya.
"Aahhh!" Altha kemudian hilang ditelan sang cahaya.
***
Dua orang pemuda berada di sebuah ruang kerja berwarna putih dengan hiasan bingkai foto yang berjajar rapi dan menggantung di dindingnya. Di bawah bingkai itu terdapat sebuah meja dan kursi kerja dengan papan nama menghiasi mejanya.
Di tengah ruangan sebuah meja dengan sofa hitam mengelilinginya. Demian dan Felix tengah duduk berdampingan di sana berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang mengenakan pakaian formal berwarna hitam.
"Jadi Tuan Demian dan Felix, selamat datang di Sekolah Bangsawan Ilargia." Pria itu membuka suaranya.
"Terima kasih atas sambutannya," Felix membalas seraya tersenyum.
Sementara Demian masih saja memasang raut wajah datarnya. Hanya saja dia sedikit berdeham untuk merespon sambutan dari sang pimpinan sekolah.
"Jadi kapan kami akan mulai belajar?" Demian membuka suara. Terdengar nada tak suka di dalam setiap kata yang dia lontarkan.
"Secepatnya. Semua bangsawan harus dikumpulkan terlebih dahulu. Karena bangsa iblis dan werewolf belum hadir," ucap sang pemimpin sembari tersenyum. Terlihat eye smile menghiasi wajahnya yang memasuki usia renta.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONCHILD : The Vampire's Legend
VampireAltha tersesat memasuki sebuah hutan terlarang setelah dikejar beberapa penjaga wilayah perbatasan. Gadis itu terjebak di wilayah makhluk-makhluk immortal yang tak boleh diketahui manusia awam dan mengalami kehilangan sebagian memori. Demi menyelama...