AMETTA berjalan pelan. Indera penglihatannya terus memindai, mencari keberadaan kamarnya. Gadis bermanik hijau tersebut terlihat serius mencocokkan nomor yang ada di kunci kamarnya dengan hiasan di setiap pintu berwarna coklat di asrama Sekolah Bangsawan ini.
"Ah, dapat!" ucapnya antusias.
Perlahan, gadis itu membuka pintu kamar yang akan dihuni untuk beberapa tahun ke depan. Entah siapa teman sekamarnya, tetapi ruang tersebut telah terisi dengan beberapa barang yang terlihat tersusun rapi.
Gadis itu memantapkan langkah kakinya, menilik kamar yang berisikan dua buah tempat tidur queen size dengan masing-masing sebuah lemari dan meja belajar di dekatnya.
Kini tubuhnya telah berada tepat di sebuah tempat tidur yang masih terlihat rapi tanpa hiasan barang-barang dari dalam kopernya.
"Kira-kira siapa teman sekamarku ya?" tanyanya monolog seraya duduk di atas tempat tidur empuk berwarna hitam tersebut.
Di sela gumaman pelannya, samar-samar Ametta mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Sebelah alisnya menukik tajam, mencoba untuk berfokus kepada suara yang mengganggu pendengarannya.
"Kurasa teman sekamarku sudah mulai bersiap untuk kelas pertama," ujarnya seraya terkekeh pelan.
Segera, gadis itu bangkit dan mulai membereskan perlengkapan yang telah berada di dalam kopernya. Disusunnya satu per satu seragam sekolah yang akan digunakan di dalam lemari berwarna coklat di seberang tempat tidurnya.
Oh, baby, why don't you just meet me in the middle
I'm losing my mind just a little
So why don't you just meet me in the middle?
In the middle, no noSenandung kecil dari bibir mungil Ametta terdengar merdu.
Baby, why don't you just meet me in the middle?
Oh yeah, I'm losing my mind just a little
So why don't you just meet me in the middle?
Oh, in the middleKekasih Garvin itu terus bersenandung tanpa memperdulikan jika kini tengah diperhatikan dengan seksama oleh teman sekamarnya.
Baby-y-y, why don't you just meet me in the middle, baby?
I'm losing my mind just a little
So why don't you just meet me in the middle, middle?
In the middle, middle...."Wah, suaramu merdu sekali," puji seorang gadis bertubuh ramping yang kini tengah menggunakan bathrobe berwarna biru.
Sontak Ametta menoleh. Rasa keterkejutan tak dapat dihilangkan dari wajah manisnya. "Halo, kau sudah mandi?" tanyanya gugup.
Gadis itu terkekeh pelan. Satu per satu langkahnya mendekat ke arah Ametta yang tampak mencoba menetralisir rasa kikuknya. "Tentu saja! Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Ametta." Sahabat David itu memberikan uluran tangan kepada teman sekamarnya, "Dan namamu?"
"Oh, namaku Brianna Dalton. Kau bisa memanggilku Anna."
"Nama yang cantik," puji Ametta tulus.
Anna terkekeh pelan. Sesekali rambut basahnya bergerak seirama bahunya yang bergetar. "Namamu juga cantik. Secantik orangnya."
Ametta tersipu malu. Gadis itu segera menyampirkan rambutnya ke bagian belakang telinga. Sejujurnya gadis itu masih merasa canggung untuk bertemu orang-orang baru. Sifatnya yang tertutup dan pemalu membuatnya tak terbiasa untuk berkenalan dengan lawan bicaranya.
"Emm, Anna, kau berasal dari bangsa mana?"
Ametta mencoba mencari topik. Gadis itu sadar jika terus-menerus menjadi seorang yang pemalu tidak akan membuatnya memiliki banyak teman. Terlebih, sejauh ini temannya hanya David.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONCHILD : The Vampire's Legend
VampireAltha tersesat memasuki sebuah hutan terlarang setelah dikejar beberapa penjaga wilayah perbatasan. Gadis itu terjebak di wilayah makhluk-makhluk immortal yang tak boleh diketahui manusia awam dan mengalami kehilangan sebagian memori. Demi menyelama...