24-VENTIQUATTRO

5.2K 396 10
                                    

FELIX mendengus pelan. Ruangan yang terasa sunyi seakan berbanding terbalik dengan tingkah pemuda berkacamata itu.

Sedari tadi, ia terus mondar-mandir layaknya setrikaan. Pun, air mukanya jelas menunjukkan kecemasan berlebih.

Sesekali ia memijat pelan pelipisnya. Bukan karena sakit, melainkan pusing dengan kelakuan Demian.

Sejak lima belas menit lalu, Demian tak kunjung kembali ke kamar. Padahal Felix tahu persis jika Demian tak pernah berminat untuk berlama-lama dengan Altha. Bahkan di otak Felix kini hanya berisikan asumsi negatif mengenai apa yang akan terjadi. Lebih-lebih ia takut jika Demian bersikap nekat untuk mengancam Altha.

"Ah mana mungkin dia berbuat seperti itu," gumam Felix seraya mengenyahkan pikirannya.

Lelah bergerak, dihempaskan tubuhnya ke kursi belajar di kamar tersebut. Lalu tangan kekarnya dengan sigap menopang dagu dan menatap pemandang dari balik jendela kamar.

"Ah sial! Aku harap dia tak membuat masalah atau Dad akan menceramahiku."

Lagi, Felix tak bisa berbuat banyak apalagi Demian mengunci pikirannya untuk dihubungi dari jarak jauh. Tentu, semakin menyulitkan Felix untuk mengambil keputusan hingga akhirnya bertingkah frustrasi.

Sedetik kemudian, pemuda bermarga Ramiro itu mengacak rambutnya pelan. "Ayolah, tenangkan dirimu," ucapnya, "di mana ponsel? Kurasa ini cara terbaik dibanding memasuki asrama putri."

Dengan cekatan, Felix mencari kontak Demian dan menghubungi sahabatnya itu.

"Jika tak mengangkat, maka kupastikan malam ini dia tertidur di Kutub Utara," umpat Felix seraya mendengar nada sambung.

Mulanya, ia tak kunjung mendapat respon hingga di nada sambung terakhir, Demian mengangkat teleponnya.

"Kau di mana, Beruang?" cecar Felix dengan nada kesal.

"Kenapa?"

Felix memutar bolanya.

"Astaga, bahkan dia hanya bertanya 'kenapa?'" maki Felix dalam hati.

"Kau bilang kenapa? Astaga, apa kau sedang melakukan hal nekat kepada tunanganmu itu?"

Terdengar helaan napas dari seberang. "Jaga ucapanmu, pemuda mesum!"

"Jadi, kau sekarang di mana?" Felix mengabaikan umpatan kesal dari Demian. Pikirannya saat ini ingin menemui pangeran vampire itu.

"Aku ... sedang mengamati pemandangan," jelas Demian, "karena aku ingin ke Kutub Utara lalu menenggelamkan spesies menyebalkan."

Felix menjauhkan sebentar ponsel dari telinganya. Pemuda itu tampak heran dengan ucapan Demian. Rasanya, ada yang tak beres dari penjelasan sahabatnya barusan. Seakan penerus kerajaan vampire itu mengetahui umpatan Felix beberapa waktu lalu. "Siapa yang kau sebut spesies menyebalkan?"

"Kau!" hardik Demian dengan suara menggelegar.

Sontak Felix membalikkan badan. Kelopak matanya beberapa kali berkedip hingga sadar jika Demian tengah menatap tajam. Jika diandaikan, netra pemuda itu seakan mengeluarkan laser yang siap membuat tubuh Felix lumer bak lilin.

"Kau sejak kapan di sana?" tanya Felix terbata-bata. Tangannya refleks menggosok tengkuk.

Masih dengan tatapan tak bersahabat, Demian menaikkan sebelah alisnya. "Menurutmu?"

Tertawa canggung. "Mana aku tahu," balas Felix.

Sungguh, pemuda itu ingin menenggelamkan dirinya ke dalam danau. Ia begitu khawatir jika Demian mendengar umpatannya, atau tepatnya bercandaan bernada kesal.

MOONCHILD : The Vampire's LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang