Altha menatap pantulan diri di cermin. Sedari tadi ia terus menatap tak percaya atas perubahan yang dilakukan. Penampilannya kini sungguh berbeda dari beberapa jam sebelumnya. Gadis itu terlihat cantik bagai putri bangsawan pada umumnya.
Rambut yang dulu terurai telah tergelung sempurna dipadukan dengan sepasang anting bermanikkan mutiara. Polesan di tubuhnya kian mempermanis penampilan gadis itu melalui sentuhan tangan ajaib Anna. Pun, gaun yang digunakan semakin membuat gadis itu tampak seperti seorang cassanova.
Hanya satu kata yang menggambarkan penampilannya kini; sempurna!
"Apa ini ... aku?" tanya Selena tak percaya. Matanya berbinar bahagia kala mematut diri di cermin.
"Tentu saja. Sudah kubilang, kau harus percaya padaku. Walaupun wajahmu masih pucat tapi aku berhasil membuatnya lebih segar."
Kedua ujung bibir merah muda Altha tertarik ke atas. Gadis itu sungguh puas dengan hasil yang diberikan Anna. "Terima kasih, Ann," ucapnya tulus.
"Bukan masalah. Lagipula, ini adalah hobiku," balas saudari Alex itu diselingi kekehan kecil.
"Hobimu adalah sesuatu yang menyenangkan. Bagaimana jika kau menjadi seorang penata rias?"
Hening. Anna tersenyum simpul ke arah Altha. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan. "Seorang bangsawan memiliki penata riasnya. Jadi, kami tak diperbolehkan menjadi seperti itu."
"Tapi kau mau melakukannya, bukan?" Altha sedikit menggoda temannya itu, "kalau mau, kau bisa menjadi penata rias selama bersekolah di sini."
"Kurasa Dad akan membunuhku jika tahu aku begitu," balas Anna di sela kekehan getirnya.
Anna memang cukup tahu diri untuk memilih tidak menjadi penata rias. Harga diri bangsa werewolf cukup dipertaruhkan jika ia terus keras kepala memilih impiannya. Bukan hanya menjadi penata rias, namun juga penata busana. Pun ia adalah sorotan kedua setelah ayahnya.
Di sisi lain, Altha memandang perubahan ekspresi Anna. Gadis itu menangkap atmosfer tak menyenangkan di lingkungan sekitarnya. "Ah, begitu."
"Oh iya, siapa pasanganmu?" sambung Altha seraya berharap suasana hati temannya membaik.
"Pasangan?"
Anna berupaya mencerna pertanyaan Altha. Gadis itu berpikir sejenak hingga akhirnya menepuk pelan dahi. "Astaga, pasangan! Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya," teriak Anna panik, "Altha maafkan aku tapi aku terlambat menemuinya."
Tertawa kecil. "Tidak apa-apa. Temuilah dia."
"Baiklah. Aku pergi!"
Dengan mengambil langkah seribu, Anna berlalu. Ia meninggalkan Altha sendirian yang kini kembali memandang sendu ke cermin.
Menghela napas pelan, Altha menyentuh pelan cermin tersebut. Namun tak berselang lama, kepala gadis itu mendadak sakit. Beberapa kejadian mengenai dirinya datang tanpa permisi di dalam kepala gadis itu.
"Arghhh," erangnya pelan.
Sontak, gadis itu mendadak memundurkan tangannya. Napas terengah-engah.
"Apa yang terjadi padaku?" batinnya berperang dengan akal sehat gadis itu.
"Tidak. Ini hanya sakit kepala biasa."
Altha berusaha mencari benda sebagai tumpuannya berdiri. Tangannya mengerat pada meja di dekatnya. Kepalanya semakin terasa dihantam berulang kali.
Lamat-lamat pandangannya mengabur seiring dengan keseimbangan tubuh yang terkikis oleh rasa sakit itu.
Altha terus menggeleng lemah. Ia tak boleh tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONCHILD : The Vampire's Legend
VampireAltha tersesat memasuki sebuah hutan terlarang setelah dikejar beberapa penjaga wilayah perbatasan. Gadis itu terjebak di wilayah makhluk-makhluk immortal yang tak boleh diketahui manusia awam dan mengalami kehilangan sebagian memori. Demi menyelama...