18-DICIOTTO

5.8K 419 7
                                    

SALIVA Altha tertelan sempurna setelah melihat sosok pria paruh baya di hadapannya. Pria itu menatap penuh selidik seakan menelanjangi gadis berwajah oval itu. Tak memberikan kesempatan untuk Altha menenangkan diri.

Detak jantung gadis itu berpacu tak beraturan. Bukan akibat berlari tetapi gugup menatap pria berjas hitam di depannya. "Maafkan saya, Pak. Tapi saya melihat ini hanya seperti pintu biasa,"cicitnya pelan.

Alis berwarna hitam milik pria itu saling bertaut. Lalu dipicingkannya mata ke arah gadis di hadapannya, mengisyarakatkan keheranan. Sementara itu, Altha terlihat sibuk meremas pakaiannya.

Sejenak pria itu terkekeh dan digantikan dengan dehaman pelan. "Kenapa kau begitu cemas, Nak? Ini hanya pintu biasa."

Altha mendongak. Ditatapnya pria di hadapannya. Air mukanya membentuk ekspresi tak percaya kemudian ikut tertawa garing menimpali pria tersebut.

"Ayo segera masuk, Nak. Kurasa acara pelantikan akan segera dimulai, bukan?"

Altha mengangguk. Gadis itu bergerak mundur beberapa langkah, mempersilakan pria tersebut untuk masuk terlebih dahulu. "Silakan, Pak," tawarnya sopan.

Seulas senyum muncul di wajah pria yang tampak berusia tiga puluh tahunan tersebut. "Terima kasih," balasnya penuh keramahan seraya berlalu meninggalkan Altha yang terpaku akan sosok pria tersebut.

"Sepertinya aku mengenal dia? Tapi dimana?"

Altha terus menatap punggung pria yang telah memasuki aula tersebut dengan wibawa. Namun matanya tiba-tiba menangkap siluet sosok perempuan. Sosok tak kasat mata yang berada di belakang pria tersebut.

"Apa itu? Hantu?" batinnya.

Sementara pikirannya melayang, gadis itu tak menyadari jika Anna telah berada di sampingnya. Berkacak pinggang dengan tatapan heran. "Kau melihat siapa?"

Anna mengikuti arah sorotan mata gadis di sampingnya. Nihil. Dia tak melihat siapapun kecuali keramaian aula yang diisi oleh anak didik tahun ajaran baru.

"Apa yang dilihat oleh manusia ini?"

Gadis berambut sebahu itu mengerutkan dahinya. Kemudian menggeleng pelan melihat kelakuan Altha.

"Ilargia kepada Altha. Apakah kau mendengarkanku, Nona?"

Tak ada sahutan dari Altha. Gadis itu masih tenggelam dalam pikirannya. Membuat Anna begitu gemas ingin meneriaki tepat di telinga teman barunya.

Secara nekat, gadis berkebangsaan werewolf itu menepuk pelan pundak Altha, "Hei Altha. Kau masih hidup bukan? Jangan membuatku takut."

Kesadaran Altha seketika terlempar kembali ke dunia nyata. Kedua netranya menatap Anna yang tampak ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Sejak kapan kau berada di sini?" tanya Altha seperti bayi tanpa dosa.

"Oh ya ampun," ucap Anna jengah. Gadis itu mengusap wajahnya kasar lalu melipat kedua tangannya.

"Maafkan aku. Tadi ada seorang pria yang membuatku heran."

"Pria? Pria darimana? Tidak ada pria di sini. Hanya ada pemuda-pemuda tampan dari kelima bangsa."

"Tadi ada di sana," jawab Altha seraya menunjuk tepat ke arah dimana dia melihat pria yang beberapa menit lalu ditemuinya.

"Kenapa tidak ada pria tua tadi?"

"Hah, apa kau sedang berhalusinasi? Disana tidak ada apapun kecuali para peserta didik baru seperti kita."

"Tidak, aku melihatnya. Dia berada di sana tadi, Ann," sanggahnya.

MOONCHILD : The Vampire's LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang