MENTARI pagi mengintip malu di balik bola-bola kapas bernama awan. Cahaya kuning keemasannya mulai menerangi setiap inci bagian di bumi. Memaksakan kembali setiap makhluk di planet berpenghuni ini untuk segera melanjutkan aktivitasnya.
Berbeda dengan makhluk lainnya, di sebuah ruangan terlihat jelas seorang Demian masih tertidur pulas. Dia masih sibuk berkutat dengan alam mimpinya. Sesekali dia tertangkap basah sedang tersenyum di kala kesadarannya belum kembali ke alam nyata.
"Apa yang dipikirkan orang ini? Tersenyum-senyum sendiri," ujar Felix seraya membenarkan kacamatanya.
Sejak lima belas menit lalu, Felix memang telah berada di kamar Demian untuk membangunkan kawan karibnya tersebut. Namun seperti biasa, dia selalu tidak berhasil membangunkan Demian.
"Hei beruang kutub. Bangun! Hari ini kita sudah mulai memasuki masa pendidikan."
Tak ada respon khusus dari Demian. Pemuda itu malah semakin erat memeluk gulingnya.
Felix bersidekap lalu memutar bola matanya. "Oh astaga, jika saja aku bukan tangan kananmu, aku begitu tersanjung jika menendangmu ke Antartika."
Pemuda itu mengedarkan pandangan ke kamar Demian. Mencari sesuatu yang dapat berfungsi membangunkan sahabatnya itu. Bahkan satu per satu barang di kamar milik pangeran vampir itu diperhatikannya dengan seksama.
"Apa yang dapat membangunkan Beruang Kutub sialan ini?" gumamnya seiring dengan ketukan di pintu kamar Demian.
Refleks, Felix menoleh ke sumber suara. Alisnya terangkat sebelah. Kali ini dia kebingungan dengan ketukan pintu tersebut.
"Siapa yang berani mengetuk kamar Demian? Bahkan tak seorang maid pun mau masuk jika tak ada izin khusus dari Demian."
Suara ketukan pintu kembali mengalun indah di telinga Felix. "Ya, masuk."
"Felix?" sebuah suara lembut terdengar setengah berbisik membuat sang empu menoleh ke sumber.
Terlihat kepala Altha menyembul demi memastikan jika sosok yang dipanggil berada di dalam. Bahkan karena ekspresinya yang ragu-ragu, membuat Felix terkekeh pelan.
"Apa yang kau lakukan disitu, Altha? Kemari lah," ajaknya.
Air muka Altha tampak ragu. Dia tahu jika ini adalah kamar Demian yang begitu sangat tidak menyukai kehadirannya. "Apa tidak apa-apa?"
Lagi, Felix terkekeh. Dilihatnya Altha yang memunculkan raut wajah kebingungan. "Ayolah, tidak apa-apa. Lagipula aku tahu jika kau membawa sarapan khusus untuk Demian dari para maid, bukan?"
Altha melongo.
"Bagaimana dia bisa tahu jika aku membawa sesuatu?"
"Tanpa kau beri tahu pun, ini adalah aktivitas yang biasa dilakukan para maid, Nona Muda."
Canggung. Gadis muda itu tersenyum kikuk dan mencoba memasuki area pribadi milik tunangannya. Selangkah demi selangkah dia tapakkan di ubin berwarna gelap tersebut, mendekati Felix yang tengah berdiri di dekat tempat tidur Demian.
Gadis itu melirik sekilas ke arah Demian yang terlelap lalu menatap nampan yang sedari tadi dipegangnya. "Aku membawa sarapan pagi untuknya."
"Silakan ditaruh di atas nakas saja."
Altha mengikuti arah pandangan Felix. Didekatinya nakas berwarna abu-abu yang terdapat sebuah bingkai foto di atasnya. Lalu menaruh pelan nampan yang berisi tuna sandwich dan chamomille tea.
"Ah, ini adalah teh kesukaan Demian," celetuk Felix tiba-tiba, "Sepertinya aku lapar. Bisakah kau membantuku membangunkannya?"
Gadis berambut pirang itu menoleh. Dia terkejut atas permintaan Felix. "Tapi...," sanggahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONCHILD : The Vampire's Legend
VampireAltha tersesat memasuki sebuah hutan terlarang setelah dikejar beberapa penjaga wilayah perbatasan. Gadis itu terjebak di wilayah makhluk-makhluk immortal yang tak boleh diketahui manusia awam dan mengalami kehilangan sebagian memori. Demi menyelama...