MENTARI mulai menampakkan wujudnya dari peraduan. Pancaran cahayanya perlahan menjadi alarm alami di berbagai silsilah kehidupan di bumi. Memaksa setiap pemilik raga untuk segera terjaga dari lelapnya malam. Kebahagiaan adalah alasan utama kehadirannya demi terus menyinari sejengkal demi sejengkal planet yang dihuni oleh berbagai makhluk antar dimensi.
Namun, tak semua makhluk menyukai kehadiran sang mentari. Beberapa di antara mereka justru memilih untuk melanjutkan tidur setelah merasa kelelahan akibat beraktivitas di malam hari. Sebuah rutinitas yang menentukan kelangsungan hidup. Berburu darah. Entah itu manusia atau hewan.
Vampire.
Makhluk berkulit putih nan dingin yang melegenda sebagai dongeng sebelum tidur di kalangan manusia. Sosok yang digambarkan memiliki paras rupawan dan hidup berada di antara milyaran manusia. Tentu tak seorang pun menyadari keberadaan mereka. Fisik mereka telah berevolusi seperti manusia pada umumnya.
Tak ada gigi taring yang menonjol layaknya cerita yang dikisahkan dari zaman ke zaman. Tak ada sisi penakut terhadap sang mentari pada mereka. Pun tak ada kisah korban mereka tewas mengenaskan dengan dua lubang menganga di leher.
Semua telah berubah sesuai perjanjian. Meninggalkan sosok abadi itu bersama makhluk lain yang terus dikisahkan sebagai dongeng pengantar tidur.
Seperti dua vampire yang tengah berada di sebuah ruangan dengan didominasi warna hitam. Salah satu tengah duduk menatap lembut ke arah lawan bicara. Sesekali sosok itu tersenyum seakan mencurahkan segala kasih sayang di dalam hatinya.
"Demian," ucap seorang wanita vampire paruh baya kepada anak lelakinya.
Sang anak yang tengah terbaring, menatap tepat ke arah sang pemilik suara. "Iya, Mom. Ada apa?"
"Kau tak ingin tidur?" tanya lembut sang wanita, "Pasti kau kelelahan karena belajar berburu bersama Dad dan Mom, kan?"
"Sebenarnya ingin, Mom. Tapi tak bisa. Aku ingin dibacakan sebuah cerita," rengek sang anak kepada ibunya.
Mendengar permintaan sang anak, wanita itu tersenyum. Baginya, tak ada yang lebih menyenangkan selain membuat anaknya bahagia, sekalipun membuat buah hati semata wayangnya tertidur lelap.
"Baiklah. Mom akan menceritakan sebuah dongeng kepadamu," ucapnya seraya mengelus puncak kepala sang anak, "ini mengenai cerita turun-temurun bangsa vampire. Legenda kisah Sang Rembulan."
"Ah, ceritakan kepadaku, Mom!" teriak si kecil antusias, membuat sang ibu kembali menyunggingkan sebuah senyuman.
Kata per kata, wanita itu rangkai demi menceritakan kisah yang selalu menjadi legenda di dalam bangsa kaum penghisap darah tersebut. Membuat sang anak sesekali menyahut bahkan bertanya demi menuntaskan rasa penasaran. Hingga di akhir cerita, sang anak telah mendengkur pelan diiringi pernapasan yang teratur.
Kembali, wanita itu mengulum senyuman. Rasa tulus dan cinta terhadap si buah hati tergambar jelas dari air mukanya.
"Aku menceritakan kepadamu kisah yang mungkin bisa saja terjadi, Nak," bisik wanita itu pelan. Kemudian dia mengecup dahi dan mengelus kepala sang anak sepenuh hati. Tak lupa menyelimuti sang jagoan kecilnya agar semakin terbuai oleh alam mimpi.
Di tengah kesibukan merapikan tempat tidur sang anak, samar-samar wanita itu mendengar ketukan pintu dari luar ruangan luas milik anaknya tersebut.
"Masuk," titah sang wanita seraya duduk anggun layaknya seorang wanita bangsawan.
Derit pintu mengalun merdu, mengisi kesunyian di kamar milik Demian. Tampak di balik pintu, seorang pria paruh baya menggunakan setelan pakaian berwarna merah-hitam tengah menunduk hormat kepada sang wanita yang kini tengah serius menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONCHILD : The Vampire's Legend
VampireAltha tersesat memasuki sebuah hutan terlarang setelah dikejar beberapa penjaga wilayah perbatasan. Gadis itu terjebak di wilayah makhluk-makhluk immortal yang tak boleh diketahui manusia awam dan mengalami kehilangan sebagian memori. Demi menyelama...