25 ; Menanti (2)

38 3 1
                                    

Akhirnya bisa update setelah lama fakum karena fokus jadi maba. Sambil baca bisa sambil dengerin lagu diatas, biar feel-nya lebih dapet. Happy reading!    


    "Jarak kita memang sedekat nadi, tapi jarak hati kita malah sejauh matahari."

[.]

06.30

     "Wah! Cuacanya cerah ya," ujar Shandy berusaha mencairkan suasana. 

      Tapi yang terjadi tidak seperti yang diharapkannya, semua tetap diam. Shandy menghela napas pelan, cowok dengan tinggi lebih dari seratus enam puluh sentimeter tersebut mulai lelah karena terjebak dengan diantara dua orang yang "membeku". Cowok itu melirik seseorang yang berada di samping kanannya, Alden dengan sisi arogan yang baru dilihatnya. 

      Cowok itu seakan tenggelam dalam dunia komik, hanya sibuk membaca dengan dagu terangkat, namun Shandy melihat pancaran mata tersebut kosong. Shandy seratus persen yakin cowok itu tidak membaca komik dan hanya membalik-balikkan halaman dengan pikiran yang entah kemana. Kesal dengan tingkah Alden yang bertindak seolah tidak terjadi apa-apa, Shandy memutuskan untuk melihat ke samping kirinya. Melihat bagaimana tingkah sang penyebar happy virus. 

        Tak jauh berbeda dengan Alden, Azzam tengah membaca buku biologi sembari menghafalnya dengan serius untuk ulangan minggu depan. Shandy mengusap wajahnya frustasi, keadaan Azzam bahkan lebih buruk dibanding Alden. Cowok itu tau betul ketika Azzam benar-benar tertekan ia akan melampiaskannya dengan belajar. Dalam keadaan normal, cowok itu tak akan pernah sudi membaca maupun menghafal buku, cowok itu benar-benar tidak menyukai yang namanya belajar. 

        "Nih, minum." Dari arah berlawanan, Deka muncul dan melempar tiga kaleng minuman soda secara bergantian ke Azzam, Shandy dan Alden. Ketiga cowok tersebut dengan spontan menangkap kaleng minum tersebut. 

        "Makasih, Ka. Untung lo datang, kalau nggak gue pasti udah jadi patung batu disini," sarkas Shandy. Dengan rasa kesal yang masih membuncah, cowok itu membuka minuman kaleng tersebut dan meminumnya dengan sekali teguk. 

         Tak jauh dari tempat Shandy berada, seorang perempuan berdiri sembari mengatur napas. Perlahan-lahan kakinya melangkah menuju Shandy dan kawan-kawan. Hingga perempuan itu telah berada di depan mereka, keempatnya masih tak sadar karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Azzam dan Alden yang masih berdiri dengan membaca buku dan komik, Deka yang berada di depan keduanya yang sibuk memainkan game diponselnya, dan Shandy yang sedang berdiri bersandar di dinding dengan memejamkan kedua matanya. Cowok itu ingin menjernihkan pikirannya.  

          "Al, gue mau ngomong sama lo." Suara bergetar tersebut membuat keempat cowok tersebut menoleh. 

          "Auqi," lirih Shandy. Matanya melirik Alden yang hanya diam dengan ekspresi datar. Sepersekian detik kemudian cowok tersebut menutup keras komiknya dan melangkah menjauh. 

          "Jadi... cuma sampai disini persahabatan kita?" 

          Langkah Alden terhenti. Cowok itu membalikkan badannya dan memberikan senyum miringnya. 

         "Jangan tanya gue, tanya ke diri lo sendiri. Apa lo masih pantes jadi sahabat gue setelah apa yang lo lakuin? Apa Alma nggak cukup buat lo sampe lo rebut Auqi dari gue?" 

Cinta atau Drama? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang