8 - Wedding Night?

2.3K 102 0
                                    

"Aku tidak akan menyentuhmu," ujar Kevin pelan.

"Apa?" Tanya Popor, suara Kevin terdengar tidak jelas di telinganya.

"Aku tidak akan menyentuhmu. Aku tahu kamu belum siap. Aku juga masih butuh waktu," Kevin mengulangi perkataannya tadi dengan suara lebih keras. Ia tahu dari tingkahlakunya masih ada keraguan di hati Popor. Ia sendiri juga masih perlu menata perasaannya. Ia menyukai Popor, namun rasa sakit akibat harga dirinya yang terluka seakan mengintimidasinya.

Popor menatap Kevin tanpa ekspresi. Ia mengangguk pelan. Jujur ia sangat lega Kevin dapat mengerti perasaannya. Seperti yang ia katakan sebelumnya di taman, sebenarnya ia belum siap menjalani kehidupan berumah tangga. Ia butuh waktu untuk mengenal Kevin lebih dalam lagi. Namun di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sesungguhnya ada bagian kecil yang menginginkan suaminya itu.

Kevin lalu melangkah memasuki kamar Royal Suite yang besar dan sangat mewah tersebut. Saat ia melepaskan sepatunya, tiba-tiba Popor berjalan setengah berlari terburu-buru melewatinya. Ia bahkan hampir tersandung.

"Hei pelan-pelan! Mau ngapain sih?" Tanya Kevin heran. Rupanya Popor langsung menempelkan wajahnya ke pintu kaca besar di samping kamar. Ia terlihat sangat bersemangat, lalu membuka pintu kaca itu dan berjalan menuju balkon.

"Vin, sini deh!" Sahut Popor dari luar. Kevin tersenyum kecil dan berjalan mendekati istrinya.

"Indah banget Vin! Lihat deh!" Seru Popor saat Kevin sudah ada di sampingnya.

"Kamu itu kalau udah tertarik sesuatu langsung deh lupa semuanya," Kevin menggelengkan kepala melihat tingkah Popor.

"Habis bagus banget Vin pemandangannya. Liat deh, kamar kita tinggi banget! Tuh mobil aja jadi sekecil itu," seru Popor tanpa memalingkan pandangannya dari pemandangan indah di depan matanya.

"Kamu suka ketinggian ya? Bagus sih bagus, tapi buka dulu dong sepatunya," Kevin mencubit gemas pipi istrinya itu.

"Eh iya lupa. Hehe maaf deh," Popor menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia lalu mengangkat kakinya, mencoba melepaskan tali pengikat yang melingkar di pergelangan kakinya. Melihat Popor kesusahan, Kevin menunduk lalu berlutut di depan Popor.

"Sini kubantu," ujar Kevin singkat. Popor lalu menurunkan kakinya dan membiarkan Kevin membantunya. Ia menatap punggung Kevin yang tengah melepaskan sepatu di kakinya, entah mengapa gestur Kevin yang sederhana itu bisa membuatnya senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

"Makasih," Popor tersenyum tulus, membuat jantung Kevin kembali berdegup kencang. Sepertinya ia harus mulai membiasakan diri dengan senyuman istrinya itu jika tidak mau mati muda terkena penyakit jantung. Kevin kembali berdiri di samping Popor. Keduanya menikmati pemandangan indah kota Jakarta dan desiran angin malam dalam keheningan.

"Langitnya cerah banget. Sampai kelihatan bintang-bintang. Tumben banget," ujar Kevin memecah keheningan nyaman di antara mereka.

"Iya juga. Cantik ya Vin," sahut Popor ikut memandang langit malam yang hitam dengan taburan bintang.

"Kalau kata bule-bule sih, stars can't shine without darkness," mata Kevin menerawang ke langit, seakan meresapi makna filosofis di dalamnya. Sisi melankolisnya kembali muncul. Ia teringat lagi pada kejadian di resepsi sore tadi, saat Ihsan menyalaminya. Popor memperhatikan Kevin dari sudut matanya.

"Kamu suka bintang ya Vin?" Tanya Popor penasaran.

"Nggak juga sih, aku lebih suka mandangin langit tepatnya. Kalau nyari bintang sih susah di Jakarta," jawab Kevin tertawa miris.

EMOTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang