27 - Regret

1.8K 106 15
                                    

Semua masih terasa bagai mimpi bagi Kevin. Dirinya seorang ayah. Ayah dari anak yang dikandung wanita paling dicintainya. Istrinya. Benarkah masih demikian? Kevin menekan tombol back, kembali ke laman chat dan langsung menggesernya ke atas berharap menemukan informasi lain.

22 Juni 2017
📷(Foto ibu Niaw dan Popor)
'Tadi kita rayain ulang tahun nyokap lu Vin. Beliau nangis inget lu. Lu pulang dong Vin.'

Tangis Kevin semakin deras, melihat dua wanita istimewa dalam hidupnya di foto itu. Sesungguhnya ia tak tega melihat ibunya menitikkan air mata, rindu padanya. Di momen yang mana seharusnya bahagia, di hari ulangtahunnya, dengan saksi cake Black Forest bertahtakan lilin angka 49 di hadapannya.

Hati Kevin semakin hancur melihat wanita disamping ibunya. Popor. Ia merangkul ibu mertuanya yang sedang menangis. Dengan wajah yang tegar, senyum tipis di bibirnya, namun sinar mata yang memancarkan kesedihan. Semua karena Kevin.

Mengenakan dress merah muda, Popor tampak cantik. Dan di mata Kevin, Popor semakin cantik dengan baby bump di perutnya yang sudah terlihat. Anaknya.

Kevin tersenyum miris. Tepat setahun lalu. Rahang Kevin kini tampak menegang. Ini gila! Mengapa ia baru tahu sekarang? Mengapa? Sambil terus menangis, ia lalu menggeser kembali layar handphonenya, membaca chat Marcus selanjutnya.

2 Agustus 2017

'Happy birthday bro! Gw doakan yang terbaik buat lu. Dan gw sangat berharap di ulang tahun lu ini lu mau memberi kabar, walaupun sedikit aja ke kita. Kita pengen tahu kabar lu Vin, kita pengen tahu lu baik-baik aja. Kita kangen lu Vin. Popor kangen banget sama lu. Dia tadi nangis, dia ga mau ngaku tapi gw yakin itu karena inget lu. Kita udah khawatir takut dia kenapa-kenapa soalnya sampai sesunggukan gitu. But she's fine now, ga perlu khawatir. Dia ngakunya moodswing hamil aja, jadi sensitif hehe tapi gw yakin dia kangen berat sama lu.'

Kevin tersenyum miris membaca pesan itu. Kabarnya tak pernah baik-baik saja semenjak meninggalkan Indonesia. Hidupnya tak pernah utuh lagi. Sesukses apapun pencapaiannya, momen apapun yang terjadi dalam hidupnya, ia tak pernah bahagia. Termasuk di hari ulang tahunnya tahun lalu.

Miris. Ia hanya berdiam diri, duduk di balkon apartemennya menatap langit. Tak menghiraukan ajakan rekan bisnisnya dan para karyawan di perusahaan Om Hariyanto untuk merayakan hari istimewanya. Tak menghiraukan bunyi bel, gedoran di pintu, ataupun dering handphone berulang-ulang dari satu-satunya temannya, Nat. Seharian itu entah mengapa ia hanya termenung memikirkan Popor, merindukannya setengah mati.

Aneh memang jika dipikir-pikir. Kehidupannya selama berbulan-bulan di Skotlandia terasa berlalu begitu saja, tak ada yang berkesan. Pikirannya seakan terpaku pada satu setengah bulan terbaik dalam hidupnya, kebersamaannya dengan istrinya, yang bahkan baru dikenalnya awal tahun itu. Pertemuan yang singkat, namun sanggup membuatnya selalu memikirkan wanita itu. Aneh tapi nyata. Mengapa bisa seperti ini?

Kevin kembali membaca pesan dari Marcus itu dan tersenyum miris. Ia juga kangen Popor. Ia merindukannya. Sangat. Hari itu, ternyata tak hanya Kevin yang merasakannya, Popor juga merasa demikian. Tangan Kevin kembali bergerak, menggeser laman chat ke atas.

17 September 2017
📷 (Yaqiong, Popor, dan Marcus berfoto dengan pernak-pernik bayi)
'Kita abis belanja buat anak lu. Karena Popor gamau tau jenis kelaminnya kita jadi susah sih, harus nyari yang netral. Tapi gw yakin kok anak lu cewek, jadi gw beliin baju cewek tadi pakai duit gw. Tapi Yaqi ngotot banget anak lu cowok, dia borong baju cowok semua. Si Popor iya-iya aja lagi huh nanti anak lu jadi tomboy banget gw gak tanggung! Btw gw jadi kuli ngangkat barang, ngerakit keranjang sama mainannya. Gw berasa jadi bapaknya deh. Kapan baliknya sih lu?? 😤'

EMOTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang