29 - Heart's missing piece

1.8K 99 10
                                    

'BRAAAK!' tidak berapa lama terdengar bunyi sangat keras seperti benda terjatuh menabrak sesuatu dari arah pintu masuk. Sontak ibu Niaw dan Popor berpandangan. Ibu Niaw yang takut terjadi apa-apa dengan suaminya refleks berlari ke pintu depan. Popor pun bangkit berdiri dan mengikuti mertuanya dari belakang.

"KEVINNN!" Teriak ibu Niaw histeris. Mendengar nama itu secara otomatis Popor menghentikan langkahnya, berdiri mematung di tempatnya.

Kevin terjerembab di lantai, punggungnya membelakangi pintu lemari. Wajahnya terlihat memar, sudut bibirnya sobek. Ia memegangi wajahnya sekilas dan menyeka darah yang menetes dari sudut bibirnya. Tampaknya Pak Sugiarto baru saja melepaskan bogeman kerasnya ke pipi kiri Kevin, membuat anaknya itu terhempas ke lantai dan menabrak lemari kayu di sudut ruangan.

Ibu Niaw langsung menghampiri Kevin, menatap putranya itu dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan. Sesaat kemudian tangan kanannya terangkat, menampar keras pipi Kevin di tempat yang sama. Kevin meringis kesakitan. Ia terus menunduk, pasrah menerima hajaran dari orangtuanya. Ia tahu persis ia salah.

Segera setelah itu tangis ibu Niaw pecah. Ia memeluk erat anak semata wayangnya, mengelus kepalanya lembut. Ia rindu. Oh Tuhan ini masih terasa bagai mimpi! Pak Sugiarto menghela nafas pelan. Ia pun ikut bersimpuh dan menepuk-nepuk pundak Kevin.

Sejenak hening di antara mereka, hanya terdengar sayup-sayup isak tangis ibu Niaw. Kevin tetap tak bergeming. Ia tak membalas maupun menjauhkan diri dari rengkuhan ibunya. Sungguh, bahkan untuk mengangkat wajahnya pun ia tak berani!

Ibu Niaw kian erat mendekap tubuh Kevin, menenggelamkan wajahnya di bahu bidang anaknya itu. Seakan terus menggali bukti nyata, meyakinkan diri. Kevin pun akhirnya menyerah, balas merengkuh pinggang sang ibu erat. Ia terlalu rindu. Rindu ibu yang selalu menelponnya setiap saat. Rindu dekapannya yang hangat. Pandangan Kevin memburam, air mata menggenang memenuhi pelupuk matanya.

"Vin.." suara baritone yang rendah dan dalam memanggil Kevin. Namun ia enggan menengok. Segan. Masih terekam jelas di otaknya wajah penuh amarah yang dilihatnya beberapa menit lalu. Kilat mata yang membuatnya tidak berkutik. Tidak. Ia tidak ingin melihatnya lagi.

"Kevin," rupanya suara itu tidak menyerah. Kali ini lebih keras dan tegas. Tak ada pilihan lain. Kevin menarik nafas, bersiap menghadapi kembali wajah itu. Diangkatnya wajahnya, menoleh ke sumber suara.

Tak seperti diduganya, wajah itu tak lagi terlihat tegang. Sebaliknya, lelaki paruh baya itu justru tersenyum, melebarkan kumis tipisnya. Matanya yang teduh melirik sekilas ke seberang ruangan, seakan memberi kode pada Kevin untuk mengikuti arah pandangnya. Kevin mengerjap-ngerjapkan matanya, dengan masih terheran ia menoleh ke arah tersebut.

Deg! Kevin tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jantungnya mencelos ketika kedua pasang mata mereka bertemu di balik punggung ibunya. Sejenak waktu seakan berhenti. Otak Kevin tak dapat berfungsi, hanya terus menatap kedua mata yang balik menatapnya lurus tanpa ekspresi.

Kaget, Kevin benar-benar tak menyangka dapat menemukan wanita itu di sini, di rumah orangtuanya. Dan sekali lagi nafas Kevin tercekat begitu menyadari sesuatu di gendongan wanita itu. Seorang bayi yang tengah menggeliat.

"Boleh aku.. menemui istriku?" Tanya Kevin pelan dengan bibir sedikit bergetar di telinga ibunya. Ibu Niaw mengangguk, menyunggingkan seulas senyum lembut dan melepaskan pelukannya di bahu sang anak.

Perlahan tapi pasti Kevin berdiri, berjalan dengan ragu mendekati Popor dan berhenti tepat dua langkah di depannya.

Mata Kevin menatap Popor penuh kerinduan. Susah payah ia menahan air matanya. Di hadapannya kini hadir sosok yang selama 15 bulan ini ia pikirkan siang dan malam, yang membuatnya terus melamun menatap langit. Namun Popor hanya membalas tatapannya tanpa ekspresi.

EMOTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang