26 - Decision

1.5K 98 8
                                    

Suasana sangat tegang di ruang rawat Popor. Pak Sunee, Pak Sugiarto dan Ibu Niaw sudah tiba. Segera setelah mengakhiri telepon dari Pak Sunee, Yaqiong menghubungi Jonatan yang langsung datang ke tempat itu. Yaqiong, Marcus dan Jonatan hanya bisa menunduk pasrah, sementara Popor terus menatap kosong dinding kamar rawatnya, membiarkan rambutnya dielus ibu mertuanya yang tengah menangis.

"Kalian bisa jelaskan apa yang terjadi?" Tanya Pak Sunee, nada suaranya seperti menahan emosi.

"Marcus, saya kecewa pada kamu," ujar Pak Sugiarto dalam, membuat Marcus menggigit bibir bawahnya.

"Saya akan jelaskan Om, tapi tolong dengarkan sampai selesai dulu," ujar Yaqiong memberanikan diri. Pak Sunee mengangguk. Yaqiong lalu menarik nafas panjang sebelum memulai penjelasannya.

"Jadi begini Om, Tante, sudah hampir sebulan ini Popor tinggal di apartemen saya. Saya khawatir terjadi apa-apa kalau Popor tinggal sendirian," Yaqiong mulai bercerita.

"Hari Jumat kemarin, Popor pulang ke rumah menemui tante Niaw. Tapi setelah itu ia tidak pulang ke apartemen. Kami langsung mencari Popor, berhari-hari keliling Jakarta," lanjut Yaqiong.

"Kenapa kalian ndak kasih tahu kami? Kalian sadar kan itu hal serius?" Sahut ibu Niaw berang, namun langsung ditenangkan sang suami.

"Iya tante saya tahu. Awalnya kami mau mengabari Om dan Tante. Tapi kami pikir jangan bikin panik dulu, kami coba cari sendiri," ujar Yaqiong berusaha tenang.

"Saat sudah ketemu kenapa ndak beri tahu kami hah?" Sambar ibu Niaw lagi.

"Lanjutkan dulu ceritamu," ujar Pak Sunee. Yaqiong kembali menghela nafasnya pelan.

"Hari Minggu sore akhirnya kami menemukan Popor di Cinere. Dia kehujanan, tidak makan minum berhari-hari. Popor pingsan begitu kami datangi, dan langsung di bawa ke sini. Kata dokter ia mengalami shock, sehingga jadi seperti ini," ujar Yaqiong melirik ke arah Popor.

"Lalu bagaimana kandungannya?" Tanya ibu Niaw emosi, membuat semua orang kaget. Pak Sunee dan Pak Sugiarto saling berpandangan tidak mengerti, sementara Yaqiong, Marcus dan Jonatan membelalakkan matanya ke arah ibu mertua Popor itu.

"Kalian ndak bilang ke kami karena itu kan?" Lanjut ibu Niaw tersenyum sinis, membuat ketiga pelaku tertunduk tak berani menatapnya.

"Maksud kamu apa tha?" Pak Sugiarto akhirnya buka suara.

"Kemarin aku masuk ke rumah Kevin pakai kunci duplikat kita, takut terjadi apa-apa pada Popor. Aku nemu ini di kamar mereka, makanya aku bersikeras mau bicara sama Popor," ujar ibu Niaw mengeluarkan selembar kertas dari tasnya, yang langsung diambil pak Sugiarto.

"Ini.. Sebulan lalu.." gumam Pak Sugiarto membaca hasil tes kehamilan Popor.

"Aku juga nemu ini," lanjut ibu Niaw mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya. Yaqiong yang mengenali amplop itu langsung terbelalak.

Saat Pak Sunee ingin mengambil amplop itu, terdengar ketukan di pintu kamar rawat Popor. Jonatan langsung membukakan pintu, ingin kabur dari suasana tegang itu.

"Permisi, benar ini kamar Nyonya Sukamuljo?" Tanya seorang pria berpakaian jas rapi.

"Ya, benar. Anda siapa?" Tanya Jonatan datar, risih dengan panggilan yang diberikan pada Popor.

"Saya Berry Anggriawan, pengacara tuan Kevin Sanjaya Sukamuljo," ujar pria itu memperkenalkan diri.

"POPOR!" Pekik Yaqiong tidak percaya. Ia tahu persis, pasti Popor yang diam-diam menghubungi pria itu.

"Pengacara? Ada apa ini?" Tanya Pak Sunee tidak mengerti.

"Popor! Kamu serius sayang??" Ibu Niaw menggenggam erat tangan Popor, menatap menantunya dalam.

EMOTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang