38 - Photograph

1.8K 111 90
                                    

Waktu sudah lewat tengah hari. Sesudah menyantap makan siang seafood ala Banyuwangi kesukaan Kevin, keluarga besar itu menikmati pemandangan indah di Pantai Boom yang terletak tidak jauh dari pusat kota.

Menikmati semilir angin yang berhembus di panas terik matahari, Kevin mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Tidak terlalu ramai, mungkin karena hari kerja. Tapi cukup banyak anak-anak kecil bermain air, juga membangun istana pasir. Ah ya, sekarang masih musim liburan sekolah. Tentu saja pemandangan ini lumrah.

Memandangi dua bocah kecil berlarian di pantai tak pelak membuat Kevin teringat akan masa kecilnya. Bermain sepeda di pesisir pantai seperti ini sudah menjadi rutinitasnya setiap pulang sekolah. Sungguh menyenangkan dan tak terlupakan, sesuatu yang tak pernah didapatinya lagi semenjak pindah kembali ke Jakarta. Yah untunglah ia punya bulu tangkis, hobinya yang ia tekuni dari kecil. Masa kecilnya terselamatkan.

Mata Kevin beralih pada Sky yang tengah berteduh di bawah payung besar bersama nenek dan istrinya. Kira-kira seperti apa masa depan anaknya itu nanti? Terbersit di pikiran Kevin, apa sebaiknya anaknya itu tinggal di Banyuwangi saja seperti dirinya dulu? Tentu lingkungan ini jauh lebih baik untuknya tumbuh dibanding Jakarta, kota metropolitan yang anak-anaknya ketergantungan pada gadget. Lagipula bagus juga kan bisa mengenal kampung halamannya sendiri?

Kevin menggelengkan kepalanya keras-keras, membuang jauh-jauh pikirannya. Popor.. sepertinya dia bukan tipe orang yang bisa hidup jauh dengan anaknya seperti ibu Niaw. Kalau Popor juga ikut tinggal di Banyuwangi, yang ada Kevin yang menggila! Dan lagi, Kevin tidak akan sanggup kehilangan waktu bersama anaknya itu lagi. Kehilangan 6 bulan pertama kehidupan Sky sudah sangat menyiksanya. Ah bukan hanya 6 bulan, termasuk 9 bulan pertumbuhannya di dalam kandungan Popor.

Mengingat tumbuh kembang sang anak selama di kandungan ibunya membuat pikiran Kevin melayang pada maternity album Sky. Betul juga, ia masih punya hutang untuk melengkapi foto di album itu! Kevin segera melangkahkan kakinya ke arah payung tempat keluarganya berkumpul.

"Aku mau foto sama Sky, boleh?" Tanya Kevin ragu-ragu, menyela pembicaraan para wanita itu.

"Lha, mau foto sama anak sendiri kok pakai minta izin segala tha Vin? Yo boleh, iya kan Por?" Sahut tante Sinta keheranan. Popor mengangguk pelan, memberikan Sky pada Kevin. Sejujurnya dalam hati ia merasa sedikit sakit. Kevin hanya mau berfoto dengan Sky, tidak dengan dirinya.

Di lain pihak Kevin merasakan hal yang serupa. Sambil menerima Sky, ia menatap wajah Popor yang tertunduk, menolak melihat ke arahnya. Ah, Popor tak mau ikut foto dengannya. Yah, memang kata-katanya tadi terkesan hanya mengajak Sky. Tapi sebenarnya ia ingin Popor ikut juga. Ah, sudahlah. Sepertinya istrinya itu memang tidak mau.

"Wei, tolong fotoin dong," pinta Kevin, menyerahkan handphonenya pada sepupunya yang tengah sibuk sendiri bermain pasir. Siwei bangkit berdiri, lalu mengikuti Kevin yang sudah mendahuluinya ke dekat laut.

"Sky, lihat sini Sky! Satu.. dua.." sayup-sayup terdengar suara Siwei, heboh berusaha menarik perhatian Sky. Mata Popor terus memperhatikan ketiganya. Kevin terlihat begitu senang berpose, mengangkat Sky tinggi ke atas, bahkan hingga menggendongnya di bahu. Ia juga tak lupa mengajak Sky mengeksplorasi alam, menapakkan kaki kecilnya di pasir yang panas, juga merasakan sejuknya air laut dan deburan ombak. Sky terlihat begitu antusias, meski tak dapat dipungkiri wajahnya tampak lelah.

"Sana, ikut foto dengan suamimu," celetuk Oma Kevin. Ia sudah memperhatikan ekspresi Popor sedari tadi, dan bisa menebak isi hati sang cucu mantu dengan jelas.

"Ga usah Oma, nanti ganggu," Popor menggeleng pelan, berusaha tersenyum.

"Kamu ini ngomong opo tha Por. Cy, sana antar Popor," timpal tante Sinta, menyuruh putrinya menemani Popor.

EMOTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang