"Kamu?"
Airel membesarkan mata saat mengetahui siapa yang menariknya keluar dari dalam club. Setengah tak percaya, bahkan setelah dia mengerjapkan mata beberapa kali.
"Lu bisa pulang sekarang. Gue bakal kasih tau Vano kalo lu udah...."
"Maaf, urusan gue bukan sama lu," putus Airel sebelum kembali memasuki club. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti.
"Gue nggak tau apa yang direncanain Vano buat lu. Tapi yang pasti itu bukan hal yang baik."
Airel kembali membalikkan badan mendengar ucapan Rival. Dirinya tau hal yang dikatakan Rival bisa saja terjadi. Namun dia harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya."Terima kasih untuk peringatannya," hanya itu yang bisa dikatakan Airel sebelum kembali melanjutkan langkahnya.
Berbagai aroma kembali menusuk indera penciumannya, membuatnya ingin muntah. Namun ia semakin memasuki tempat itu. Matanya mengamati sekitar, dan menangkap beberapa pasangan yang asyik melakukan hal-hal yang tak pantas.
Cepat Airel langkahkan kaki. Melewati pinggiran lantai dansa yang sepertinya tak pernah kehilangan daya tarik dari setiap pengunjung. Bernapas lega saat sudah tiba di depan meja tujuannya.
"Hai! Gue kira lu nggak datang," sambut Vano seraya bangkit dari duduknya.
Diajaknya Airel bergabung dengan teman-temannya yang kebingungan. Bagaimana tidak, Airel yang mengenakan kemeja polos dan celana panjang terlihat seperti bocah tersesat di sana. Apalagi wajahnya terlihat pucat. Berbeda dengan dua gadis club yang ikut duduk mengelilingi meja itu, tersenyum mengejek padanya.
"Dari mana lu?" Tanya Juna pada Rival yang baru tiba.
"Toilet."
Airel menoleh sesaat. Jelas lelaki itu berbohong. Namun itu bukan urusannya. Apalagi dua gadis yang tadi kini asyik menempeli Rival.
"Gue nggak punya banyak waktu. Jadi langsung aja," suara Airel menginterupsi setelah cukup lama Vano tak juga bicara. Justru asyik menikmati suasana.
"Nyantai aja dulu."
Vano beranjak dari duduk. Menarik seorang gadis club lainnya ke lantai dansa. Airel menghela napas lelah. Kepalanya terasa sedikit pusing karena tak makan apapun sejak siang tadi.
"Gue Juna."
Airel menoleh. Walau agak ragu diterima uluran tangan Juna yang terarah padanya. "Airel," jawabnya.
"Dia Rival," Juna menunjuk Rival dengan dagunya. Airel mengangguk sopan melirik Rival memainkan gelasnya tanpa ekspresi. "Yang gila itu Vano," kali ini Juna menunjuk pada Vano.
Pandangan Airel kembali pada Vano. Sepertinya pria itu memang gila. Karena kini ia membiarkan tubuhnya disentuh gadis-gadis itu.
Sebenarnya tanpa diberitahukan pun Airel sudah mengenal ketiga lelaki itu. Tentu saja dari Melan yang setiap hari merecokinya dengan cerita mengenai ketiganya. Namun Airel tak bisa menolak, mengingat hanya Melan yang dekat dengannya sejak pertama pindah ke kampus tersebut.
Vano kembali ke meja mereka setelah puas bermain-main. Pandangannya terarah pada Airel yang masih menunggu.
"Dance?"
"Nggak. Makasih."
"Kalau gitu temenin gue minum. Segelas mungkin?"
Airel menatap Vano tajam. Mencoba membaca rencana di balik tawarannya. Tapi sia-sia. Perut kosongnya tak dapat diajak kompromi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airel (Proses Revisi)
RomanceSebagian bab dihapus untuk revisi. "Anjing!" Makian terdengar bersamaan dengan menjauhnya tubuh Airel dari korban keberingasan lelaki itu. "Mau jadi jagoan lu?!" "Dia bisa mati!" "Gue emang mau bunuh dia!!" Seringan kapas, tubuh Airel dibuat ter...