Airel || 15

1.3K 187 5
                                    

Pembicaraan keduanya masih berlanjut. Sesekali Airel terkekeh pelan mendengar celotehan Vano yang tak masuk akal. Atau hanya sekedar memutar manik matanya malas, walau tahu lelaki itu tak akan melihatnya.

  "Udah sampai?"

  "Belum, sebentar lagi."

  Lama keduanya terdiam. Sepertinya kali ini Vano kehabisan topik pembicaraan.

  "Boleh gue jujur?"

Suara dari ujung sana kembali terdengar, menyudahi aksi diam keduanya.

"Apa?"

  "Gue rasa, gue jatuh cinta ama lu."

  Airel menggigit bibirnya dalam. Sebelah tangannya menutupi wajah yang tiba-tiba terasa panas dengan mata sedikit membesar. Sementara jantungnya terasa lebih cepat berdetak.

  Ya Tuhan, apa yang telah dia lakukan? Harusnya dia tak pernah membiarkan lelaki itu mendekatinya. Harusnya dia tak pernah merasa nyaman dengan lelaki itu. Harusnya dia tak merasa senang mendengar pengakuan lelaki itu. Harusnya ini semua tak terjadi. Tidak setelah perjanjian yang mereka sepakati.

Diam-diam Airel mengatur napas, menjaga agar suaranya tetap stabil dan datar. Sengaja dia tertawa agak keras untuk menutupi kegugupannya.

  "Lu lagi di Orion kan? Udah minum berapa botol?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

  "Gue nggak mabuk, Rel."

  Helaan napas terdengar jelas di telinga Airel. Sementara dia sendiri berusaha menelan saliva yang tersangkut di tenggorokan.

  "Ada perjanjian yang harus kita taati, Van," bisik Airel pelan. "Kalau lu lupa."

  Lagi-lagi keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

  "Van...."

  "Argh!!"

    Airel terkejut mendengar suara pekikan wanita yang tertangkap olehnya. Seketika dengkusan kasar berhembus begitu saja.

   Bagaimana mungkin dirinya melupakan satu hal penting. Lelaki yang sedang menghubunginya adalah seorang lelaki yang bisa dengan mudahnya menjerat gadis manapun yang diinginkannya.

  Bayangan tubuh Vano yang meliuk-liuk bersama beberapa gadis di lantai dansa berkeliaran di benaknya. Membuat senyum sinis tercetak jelas di wajah, menyadari betapa bodoh dirinya saat ini.

  "Jangan lupa kunci pintu kalau udah sampai. Ada yang harus gue selesaiin di sini."

  "Oke."

   Urus aja cewek-cewek lu sana, tambah Airel dalam hati. Dia tak cemburu, dia hanya ...  Entahlah, Airel sendiri tak mengerti.

  Airel membuka pintu rumahnya dengan kasar, lalu menyalakan lampu ruang tamu dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Dengan sembarangan dilemparkan sepatunya ke arah pintu.

  "Bertahan, Rel. Nggak lama lagi semuanya berakhir," bisik Airel meyakinkan diri.

  Setelah dirasa cukup, Airel melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, membersihkan diri sebelum tidur.

 

  °AIREL°

 

   

  Rival menyimpan ponsel ke dalam saku celananya sebelum berlari menghampiri Vano yang sedang adu mulut dengan beberapa pengunjung club. Kalau biasanya ada Juna yang setia menemani kegilaan Vano, malam ini terpaksa dirinya yang turun tangan.

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang