Airel || 19

1.2K 183 0
                                    


Airel merogoh saku tasnya untuk mengambil kunci rumah. Begitu pintu terbuka, Airel kembali memungut kantong-kantong belanjaannya yang dia letakkan begitu saja di dekat kaki.

"Baru pulang?"

Tubuh Airel mendadak lemas. Untung sebelum benar-benar jatuh terduduk sebuah tangan menahan bahunya. Dengan cepat Airel melepaskan diri dan membalikkan badan. Sial, kakinya saling terpaut, membuatnya tak seimbang dan...

Brukk!!

Suara kekehan terdengar. Seraya menahan makian yang ingin terucap, Airel menatap kesal pada lelaki di depannya.

"Nggak usah sok baik lu!" kilahnya menepis uluran tangan yang terarah padanya.

Rival, lelaki itu, hanya mengendikkan bahu, mengangkut barang-barang milik Airel dan melangkah masuk ke dalam rumah. Meninggalkan si pemilik rumah yang susah payah berdiri.

"Ngapain lu ke sini?" tanya Airel setelah berhasil berdiri dan menyusul masuk, mengabaikan sakit di bokongnya.

Rival yang sudah mengisi ruang tamu kembali mengendikkan bahu.

"Berantem lagi?"

Rival menggeleng kepala pelan.

"Mau makan gratis?"

"Gue bukan gelandangan."

Airel mengerucutkan bibir. Sepertinya lelaki ini lupa dengan kelakuannya sendiri sebelumnya.

"Terus ngapain lu ke sini?"

Bukannya menjawab, Rival justru menatap Airel intens. Seakan men-scan gadis itu, dari kepala turun ke kaki hingga kembali ke kepala. Airel yang kebingungan ikut meneliti dirinya.

"Lu abis jalan?" tanya Rival sebelum Airel memprotes.

Tak ada jawaban. Airel menghempas pelan tubuhnya di sofa, ia terlalu lelah untuk beradu argumen sekarang.

"Vano yang beli?"

Airel kembali membuka mata dan mengangguk saat melihat arah pandang Rival.

"Lu ke sini malam-malam cuma mau nanya itu?" balas Airel karena Rival tak lagi bersuara.

"Gue nggak pacaran sama Melan."

Airel mengerutkan kening dan menyipitkan mata. Rival hanya berbisik, namun terdengar jelas di telinganya. Sementara lelaki itu kini menghadap langit-langit rumahnya, seolah di sana terlihat lebih menarik.

"Gue cuma nepatin janji yang gue bikin sendiri."

"Janji?"

"Hm... Janji buat jaga orang yang udah nyelamatin gue waktu itu."

Dada Airel terasa sesak. Tenggorokannya terasa tersangkut sesuatu yang tak terlihat, membuatnya kesulitan bahkan hanya untuk menelan salivanya sendiri. Bahkan tanpa disadari, napasnya sempat tertahan sejenak.

"Gue cuma punya cara ini buat deketin dia. Tolong gue, Rel."

Airel menghela napas pelan, berusaha membuat dirinya tenang. Bagaimana pun ia ikut terlibat dalam kebohongan Melan. Bahkan mungkin dirinyalah penyebab semua kebohongan ini, dirinya yang tak ingin berurusan dengan para badboy di kampusnya, namun kini justru semakin jauh terlibat.

"Gue masih belum yakin."

Rival menegakkan tubuhnya. Menatap lurus pada Airel yang diam-diam menggigit ujung bibirnya.

"Apa gue harus sekarat dulu buat ketemu dia?"

Cairan amis terasa mengalir pelan dalam mulut Airel akibat gigitannya.

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang