Suasana perpustakaan yang cukup sepi mendukung pikiran Airel yang melayang jauh meninggalkan raganya. Biasanya dia akan kecewa melihat orang yang membiarkan buku di depannya terbuka sia-sia. Namun hari ini dirinyalah yang menjadi orang itu.
Beberapa kali Airel bahkan menggaruk kepalanya yang tak gatal, seraya berdecak kesal menyadari terlalu jauh dirinya berpikir. Namun tetap saja dia tak dapat mengontrol lajur otaknya.
Masih terasa olehnya hangat napas Rival yang berhembus di bahu saat lelaki itu mencium tengkuknya. Atau saat lelaki itu mengusap lembut kepalanya.
Bukankah dia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Vano? Lalu apa yang dia rasakan saat ini? Semudah itukah dirinya berpaling kini? Ya Tuhan, bahkan Airel mengiyakan saat Rival memintanya untuk menjaga diri, termasuk dari Vano.
"You look very sexy with the shirt."
Ucapan Rival kembali terngiang, membuat hawa panas seketika merasuki tubuhnya. Sekali lagi, Airel mengacak rambutnya.
Kemeja putih kebesaran dengan dua kancing atas terbuka, tanpa mengenakan bra pula. Bahkan ia hanya mengenakan celana dalam tanpa lapisan lainnya.
Beberapa kali Airel mengantukkan keningnya pada meja, tak peduli beberapa orang merasa terganggu dengan tingkahnya.
Ia pasti terlihat seperti wanita penggoda di depan Rival semalam. Bagaimana bila lelaki itu menceritakan pada Vano? Oh Tuhan, rasanya dia tak akan sanggup berhadapan dengan siapapun lagi mulai sekarang.
"Lu lagi latihan debus?"
Airel terlonjak kaget, hampir saja terjungkal dari kursi karena mendadak berdiri. Suasana perpustakaan seketika berubah gaduh dengan suara orang-orang yang berada satu meja dengannya. Di sampingnya, Melan terkekeh pelan menahan tawa.
"Apaan sih lu, ngagetin gue aja!" bisik Airel setelah meminta maaf dan kembali duduk.
"Lu kenapa? Kangen pacar tersayang??" goda Melan setengah berbisik.
Airel memutar mata malas. Setelah memutuskan telepon semalam, Vano belum lagi menghubunginya. Bahkan untuk mengirimnya pesan pun tidak. Biasanya Airel menerima ucapan selamat pagi dari lelaki itu. Tentu saja sebelum berada di kampus dan kembali bersikap menyebalkan saat mereka bertemu.
"Omongan lu nggak bermutu."
Melan terkekeh lagi, tak peduli Airel makin kesal.
"Jadi nanti pulang ngampus kita langsung nengok Vano kan?"
"Emang dia kenapa?"
"Eh, lu nggak tahu?"
Airel menoleh pada Melan yang menatapnya heran sebelum menggeleng pelan. "Nggak."
"Ck! Cewek macam apa lu? Pacar sendiri sakit malah nggak tau!"
Airel mengendikkan bahunya. Seingatnya semalam lelaki itu tak mengeluh apapun. Bahkan Vano berada di club dan mungkin bersama beberapa gadis di kelilingnya. Entahlah, Airel sendiri tak yakin.
"Ya udah nanti lu ikut bareng gue ama Rival aja."
"Rival?!" Pekik Airel kaget, membuat suasana sekitarnya kembali dipenuhi desisan yang menyuruhnya diam. Sekali lagi Airel mengangguk pelan, sebagai permintaan maaf.
"Biasa aja kali, kenapa sih lu?"
Airel menggigit bibirnya tipis. "Maksud lu kita perginya sama Rival, gitu?" tanya Airel meyakinkan.
"Ya iyalah. Kan dia yang tahu rumah Vano. Lagian lu kenapa sih? Aneh banget!"
Airel menggeleng pelan. Sumpah demi apapun, Airel tak sanggup bertemu dengan Rival secepat itu. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Airel (Proses Revisi)
RomanceSebagian bab dihapus untuk revisi. "Anjing!" Makian terdengar bersamaan dengan menjauhnya tubuh Airel dari korban keberingasan lelaki itu. "Mau jadi jagoan lu?!" "Dia bisa mati!" "Gue emang mau bunuh dia!!" Seringan kapas, tubuh Airel dibuat ter...