Airel || 11

1.3K 188 2
                                    

  Setelah cukup lama menunggu karyawan dapur membersihkan segala peralatan, Airel menghampiri Aisyah yang menunggu di motornya. Rencananya Airel akan menumpang pada Aisyah karena gadis itu juga akan melewati rumahnya.

  Bersama beberapa karyawan lain yang juga menghampiri kendaraan masing-masing, Airel mendekati Aisyah.

  "Lama banget sih lu," protes Aisyah begitu Airel tiba.

  "Sorry, ada sedikit urusan tadi hehehe...."

  "Urusan apaan, paling lu ngepelin dapur lagi, iya kan?"

  Airel tersenyum bajing,  memperlihatkan deretan giginya. Dirinya memang membantu mengepel bagian dapur bila mendapat giliran piket mengepel lantai. Sementara hari ini Aisyah bertugas untuk menyapu seluruh cafe.

  Mbak Berta mewajibkan setiap karyawan untuk membersihkan cafe sebagai tugas penutup tiap harinya. Itu semua untuk memaksimalkan kebersihan cafe dan meminimalisir keadaan cafe yang kotor keesokan harinya. Menurut pengalamannya, hal itu lebih membuat pelayanan dan kinerja karyawan menjadi lebih baik.

  "Met malam, Pacar."

  Airel dan Aisyah mengalihkan pandangan pada Vano yang berjalan menghampiri keduanya, lengkap dengan senyum manis yang membuat Aisyah nyaris meleleh saking terpesona. Berbeda dengan Airel yang justru mendengus kasar.

  "Ngapain lu?" Tanya Airel kasar.

  "Nungguin pacar gue pulang kerja."

  Airel melirik Aisyah sesaat. Sepertinya gadis itu sudah dapat mengendalikan diri dari kagetnya dan mendengar dengan jelas ucapan Vano tadi. Karena kini Aisyah menatapnya penuh tanda tanya.

  "Hai, nama gue Vano. Pacar Airel. Lu teman Airel kan?"

  "Aisyah," balas Aisyah tersipu seraya menjabat tangan Vano. Malah beberapa kali bergantian memandangi keduanya. "Lu beneran pacarnya Airel?"

  "Ya."

  "Bukan!"

  Jawaban berbeda itu keluar bersamaan dari mulut Airel dan Vano. Tentu aja senyum Aisyah semakin tercetak jelas.

  "Ya udah, kalau lu udah di jemput. Gue duluan ya, Rel."

  "Hati-hati, Aisyah," ujar Vano seraya melambaikan tangan pada Aisyah yang mulai melajukan motornya.

  Airel berdecak kesal. Menatap tajam pada Vano sebelum memutuskan untuk berjalan menuju rumahnya.

  "Mobil gue di sana," suara Vano menginterupsi tapi Airel tak peduli, terus melangkah menjauh dari cafe. Terpaksa ia menarik lengan gadis itu untuk menghentikan langkahnya.

  "Apaan sih lu?" Kilah Airel kesal. "Gue nggak punya urusan ama lu!"

  "Tapi gue punya!"

  Vano memaksa Airel mengikuti langkahnya menuju mobil. Dalam diam Airel berusaha melepaskan genggaman lelaki itu di lengannya, namun gagal karena sepertinya Vano mengerahkan tenaganya lebih kuat, membuat lengannya sedikit sakit.

  "Masuk!"

  Airel mengikuti titah Vano yang tak terbantahkan. Helaan napasnya terhembus kasar. Dipalingkan pandangannya begitu Vano telah memasuki mobil, duduk di depan kemudi. Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk meninggalkan cafe.

  "Waktu itu gue udah nemenin lu minum. Itu artinya urusan kita juga udah selesai kan?" Tanya Airel berusaha memperjelas masalah mereka.

  "Nggak segampang itu."

  Mata Airel menyipit tajam, mengarah pada Vano yang menyunggingkan senyum sinisnya.

  "Lu kira gue bakal ngelepas lu gitu aja, setelah lu ganggu kesenangan gue?"

Airel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang